Fajar Pratama - detikNews
Jakarta - Di tahun 2014, kecelakaan Malaysia Airlines
MH370 dan AirAsia QZ8501 menjadi dua dari beberapa insiden kecelakaan
pesawat yang menjadi sorotan. Ada sedikit kemiripan dari proses awal
upaya pencairan asuransi pada dua insiden itu.
Kemiripan itu tak
lain adalah munculnya kemungkinan pihak asuransi tidak membayarkan biaya
kepada penumpang. Dua insiden tersebut di atas memiliki penyebabnya
masing-masing.
Di kasus MH370, pihak asuransi belum juga
mengguyurkan uang secara penuh karena sejak insiden jatuh yakni pada 8
Maret 2014, sampai saat ini, main body pesawat tersebut belum ditemukan,
apalagi diangkat ke atas. Puing atau serpihan pesawat juga belum
ditemukan sampai saat ini.
Keluarga korban penumpang pesawat
MH370 sudah mendapat kompensasi asuransi masing-masing sebesar US$
50.000 (Rp 500 juta) dari Malaysia Airlines (MAS). Asuransi akan
dibayarkan ke seluruh keluarga penumpang dan kru kapal yang totalnya
mencapai 239 keluarga.
"Jika kita berbicara mengenai pembayaran
penuh, itu harus menanti sampai kami menyatakan tragedi pesawat MH370
sudah selesai... apakah pesawat tersebut sudah ditemukan, ataukah
jatuh," kata Deputi Kementerian Luar Negeri Malaysia Hamzah Zainudin
seperti dikutip AFP, Kamis (12/6/2014) silam.
Persoalan terkait
asuransi juga muncul di kasus hilangnya AirAsia QZ8501. Namun untuk
insiden ini, persoalannya bersumber pada adanya dugaan jadwal terbang
yang dilakukan pesawat tersebut, menyalahi prosedur. Tidak seharusnya
QZ8501 terbang di hari Minggu 28 Desember yang berujung pada jatuhnya
pesawat di Selat Karimata itu.
Hal ini menjadi rumit, karena
menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)
Julian Noor, asuransi tidak akan menjamin kejadian yang bertentangan
dengan hukum dan menyalahi kebijakan publik.
Namun dalam hal ini pesawat AirAsia dapat izin pemerintah, hanya saja
proses untuk mendapatkan izinnya tersebut yang masih dipertanyakan.
"Kasus ini agak janggal. Tidak ada izin terbang kok bisa terbang, tapi
kita lihat nanti lah," katanya, Senin (5/1/2015).
Namun keluarga
penumpang tidak perlu khawatir. Karena meski nantinya asuransi tidak
cair, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meminta PT Indonesia AirAsia
tetap bertanggung jawab memberikan kompensasi kepada korban dan
keluarganya, dengan atau tanpa bantuan dari pihak asuransi.
"Yang
jelas kompensasi bagi para penumpang diatur dalam KM (Keputusan
Menteri) 77 dan 92. Di sana dinyatakan dalam hal terjadi kecelakaan
penerbangan maka badan usaha wajib berikan kompensasi kepada korban,"
kata Plt Dirjen Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo.
Kompensasi
tersebut, lanjut Djoko, bisa ditanggung sendiri maupun diasuransikan ke
pihak lain. Yang penting korban dan keluarganya harus dapat santunan.
"Tanggung jawab itu dapat diasuransikan, terserah airline-nya. Kalau
merasa 'saya punya duit, ngapain pakai asuransi?' kan begitu, ya
silakan. Yang penting bagi pemerintah adalah konsumen di-cover,"
ujarnya.
Allianz merupakan penanggung utama dari insiden pesawat
AirAsia QZ8501. Perusahaan asuransi asal Jerman itu berniat membayarkan
klaim untuk pesawat dan penumpang pesawat nahas tersebut. Selain
Allianz, PT Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo) juga ikut menanggung
asuransi pesawat berkode QZ8501 itu. BUMN asuransi itu menanggung klaim
badan pesawat alias hull.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar