Jpnn
JAKARTA - Pakar hukum
tata negara (HTN) dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat,
Asep Warlan Yusuf mempertanyakan inkonsistensi KPK dalam menetapkan
status hukum seseorang dalam kasus korupsi. Menurutnya, inkonsistensi
itu berbahaya karena KPK dengan kewenangannya bisa menjadikan seseorang
yang menakutkan seperti monster atau yang sangat baik hati seperti
malaikat.
“KPK bisa menjegal siapapun yang tidak
mereka sukai, melindungi siapapun yang mereka sukai. Mereka bisa membuat
seseorang seperti monster yang menakutkan tapi juga bisa membuat
seseorang seperti malaikat yang tidak punya salah. Inkonsistensi sikap
KPK inilah yang menurut saya membahayakan proses penegakan hukum di
Indonesia,” kata Asep, saat dihubungi wartawan, Kamis (15/1).
Asep lantas menontohkan KPK yang tidak
pernah menyentuh Sekjen Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono alias
Ibas. Padahal, putra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sudah kerap
disebut-sebut dalam berbagai kasus korupsi oleh beberapa saksi dalam
beberapa persidangan.
Sebaliknya, kata Asep, calon Kapolri Budi
Gunawan yang belum pernah dipanggil dan diperiksa KPK justru langsung
ditetapkan sebagai tersangka. “Kalau seperti ini kan terlihat KPK jadi
penentu seseorang itu baik atau jahat. Ini jadi berbahaya karena KPK
sudah mengambil alih peran Tuhan,” imbuhnya.
Lebih lanjut Asep mempertanyakan penetapan
BG sebagai tersangka dari sisi momentum. Kalau memang Budi Gunawan
memiliki rekening gendut, lanjut Asep, harusnya KPK sudah menetapkan
petinggi kepolisian itu sebagai tersangka sejak kasusnya bergulir pada
2010 silam.
Namun, Budi justru ditetapkan sebagai
tersangka korupsi saat sudah berpangkat komjen dan menjadi calon
Kapolri. “Aneh kan?," ujarnya.
Lagi pula, Asep menduga perwira polisi
yang memiliki rekening gendut bukan hanya Budi. "Mengapa mereka tidak
ditetapkan juga menjadi tersangka? Apa menunggu mereka jadi calon
Kapolri baru ditetapkan lagi jadi tersangka?” tanya Asep.(fas/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar