Penulis: Ika Mardiah - detikinet
Jakarta - Rendahnya belanja pemerintah pusat maupun
pemda per Agustus 2015 lalu, ditambah janji salah satu kampanye politik
Presiden RI Joko Widodo tahun 2014 lalu, setidaknya di mata penulis kian
mencuatkan momentum urgensi electronic government (e-Govt) di Indonesia.
Apa
pasal? Kedua kejadian tersebut memiliki akar benang merah serupa bahwa
perlu terobosan yang bukan sekedar cepat, namun juga akurat dan berbasis
sistem, sehingga siapapun yang berniat buruk mencari celah dalam
kesempitan tidak akan kesampaian.
Akar lainnya adalah kenyataan
bahwa Indonesia, bolehlah disebut, membutuhkan skema yang mereduksi
peran pengaturan secara langsung oleh orang per orang (karena banyak
terbukti gagal), sehingga perlu solusi sistematis yang transparan dan
akuntabel.
Salah satu wujud solusi dari situasi-situasi tersebut
adalah sistem teknologi informasi komunikasi (TIK), yang menjadi basis
penerapan e-Govt di belahan dunia manapun sekaligus memiliki jejak rekam sebagai sistem yang transparan, akuntabel, dan efisien.
Namun di isi lain, tak bisa dipungkiri, e-Govt bukanlah barang baru! Tiap berganti presiden, kata 'sakti' ini selalu muncul namun masalah serupa masih muncul.
Ini
tak bisa dipungkiri, sebagai gerak sebuah organisasi, dinamika terjadi
--termasuk di dalamnya kejenuhan, kelambatan, hingga stagnasi
digitalisasi pemerintahan ini.
Untuk itulah, sekali lagi,
momentum menjadi muncul saat ini. Sebagai contoh awalan, Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sudah meluncurkan
aplikasi e-Govt bernama SIKAP (Sistem Informasi Kinerja Penyedia).
Data
SIKAP ini bisa disinkronkan ke LPSE di daerah, sehingga proses lelang
dan tender bisa dilakukan cepat sebagai solusi stagnansi belanja
pemerintah mutakhir. Dalam jangka panjang, SIKAP juga memungkinkan
terciptanya e-auction (tender elektrik).
Namun sebelum itu terealisasi secara masif, penulis merasa tergugah agar penerapan e-Govt
ini dilakukan secara teguh dan konsisten. Tidak hangat di awal lalu
melempem bahkan akhirnya mati. Siapapun Presiden/
Gubernur/Walikota/Bupati/Kepala Dinas-nya, terus melanjutkan.
Pada
titik ini, adalah menjadi penting sebagai sebuah evaluasi eksisting,
dan di sisi lain menjadi dasar mempercepat laju pembangunan sekaligus
pengokohan birokrasi reformasi, untuk mencari formulasi bersama akan
penerapan e-Govt yang efektif dan efisien.
Kita bisa
berangkat antara lain dari sejumlah kunci strategis yang kami terapkan
di Balai LPSE Jabar, sehingga memperoleh penghargaan sebagai LPSE
terbaik tingkat nasional selama lima tahun berturut-turut (periode
2010-2014) dari pemerintah pusat.
Juga, pada tataran regional,
baru saja dinobatkan Gubernur Jawa Barat dalam Upacara Peringatan ke-70
Jawa Barat 19 Agustus 2015 sebagai Layanan dan Perkantoran Berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk kategori Inovasi
Pelayanan Publik.
Secara simultan, prestasi tersebut mendorong
pemda lain bukan sekedar menerapkan standar serupa di masing-masing
daerahnya, namun juga mengadopsi langsung sejumlah peranti lunak kreasi
kami. Misalnya aplikasi Pakar Report yang sudah diadopsi Pemprov
Sulawesi Selatan dan Kementerian Pertanian (tahun 2012) serta Sulawesi
Utara dan Kalimantan Selatan (2015).
Seluruhnya ini, sekali lagi,
berlandaskan kunci strategis yang selain menciptakan benchmarking
berkualitas bagi pemda lainnya di Indonesia, juga membuat penerapan
e-Govt di LPSE Jabar tak ubahnya standar korporasi global. Sebutlah
kepemilikan ISO/IEC 27001:2005, yakni standar global teknologi informasi
komunikasi (TIK) tertinggi dalam sistem manajemen keamanan informasi
sebagai pengganti BS 7799-2 terbitan British Standard Institute.
Kemudian
standar penerapan disaster recovery center (DRC) yang ditempatkan tak
hanya di data center di Batam, namun simultan pada mirroring di Kota
Bandung. Ini ditambah prosedur business contuinity plan/BCP, sehingga
sekalipun ada bencana, data-operasional aman terlindungi hingga dua
lokasi.
Kunci Strategis
Setidaknya bagi penulis, ada dua kunci strategis di balik seluruh pencapaian yang bisa dijadikan landasan penerapan e-Govt
secara efektif-efisien di Indonesia. Pertama, kepemimpinan yang ada
tidak sekedar menerapkan keinginan pimpinan tertingi namun melampaui itu
semua.
Semangat yang dikembangkan adalah mencapai prestasi
terunggul, jadi bukan sekedar mengikuti kehendak atasan dan setelah itu
selesai. Namun dengan etos prestasi terunggul, layanan bukanlah sekedar
ada, tapi manfaatnya kepada masyarakat harus dibuat berlimpah.
Ini
menjadi penting ditegaskan karena siklus pengabdian sebagai abdi
masyarakat kerap kali terjebak dalam runititas. Untuk itulah, dibutuhkan
kepemimpinan yang jadi suri tauladan untuk terus bergerak memberikan
layanan lebih baik dan lebih baik.
Kedua, kemauan dan kemampuan
untuk memberikan layanan lebih cepat dan lebih baik hingga lima langkah
ke depan. Jadi, melihat respon baik masyarakat adalah sama pentingnya
dengan melihat apa yang menjadi pembeda layanan kita dibandingkan
sejenisnya.
Frase lima langkah ke depan menandakan tidak cepat
berpuas diri apalagi mudah menyerah, sehingga berbagai inovasi terus
dicari seraya diusahakan implementasinya sekalipun berbagai batasan
menghadang. Mari ciptakan Indonesia lebih baik melalui TIK.
*) Penulis, Dr. Ika Mardiah merupakan Kepala Balai LPSE Provinsi Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar