Oleh Risbiani Fardaniah
Mekkah (ANTARA News) - Mata perempuan itu terus membasah. Hidungnya memerah dan wajahnya pucat pasih.
Tissue putih yang dipegangnya nampak tak sanggup menampung air mata yang terus mengalir.
Ada kesedihan yang sangat dalam dan tak sanggup ia bendung, sehingga air
dari mata yang merah itu terus mengalirkan bulir-bulir air.
"Saya tidak tahu nasib kakak saya," katanya dengan suara yang agak parau
ketika kami, wartawan dari Media Center Haji (MCH) menyapanya di Jumat
pagi.
Perempuan dari Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, itu datang ke kantor
Misi Haji Indonesia di Syisyah, Mekkah, Kamis malam (24/9) setelah
mengalami peristiwa traumatis dalam hidupnya.
Kamis pagi, perempuan berusia sekitar 40-an tahun, bernama Hasmawati
binti Muhammad Kasim, bersama kakak perempuannya Namma binti Muhammad
Kasim, serta anggota lainnya rombongan Ustadz Ibrahim dari kelompok
terbang 10 Makasar (UPG 10) berangkat dari Maktab 14 di Mina menuju
Jamarat untuk melempar jamrah Aqabah.
Sebagai jemaah yang baru pertama kali berangkat ke Tanah Suci, ibu dua orang putri itu nurut saja dengan pimpinan rombongan.
Ia tidak tahu jalan menuju Jamarat, apalagi mengetahui imbauan
pemerintah agar jemaah Indonesia menghindari waktu padat lontar jamrah
Aqabah 10 Zulhidjah (24/9) pada pukul 08.00 - 13.00 Waktu Arab Saudi
(WAS).
"Saya hanya ikut ustadz Ibrahim yang sudah beberapa kali berhaji,"
katanya masih dengan suara yang parau dan mata yang basah oleh air mata.
Jarak Maktab 14 tempat Hasmawati dan rombongannya mabit (bermalam) di
Mina ke Jamarat memang cukup jauh, mencapai sekitar dua kilometer.
Oleh karena itu selepas Subuh, Kamis sekitar pukul 06.00 WAS mereka
keluar dari tenda menuju Jamarat mengikuti langkah sang pemimpin
rombongan.
Namun di tengah jalan, ia diminta bantuan oleh seorang nenek yang satu
rombongannya, agar berhenti sejenak, karena perempuan berusia 70 tahun
itu kelelahan.
"Sebelum jembatan tingkat (jalan layang), kami istirahat, karena ada nenek dalam rombongan kami kecapekan," ujarnya.
Jadilah Hasmawati bersama kakaknya Namma binti Muhammad Kasim pun
istirahat, sambil duduk di pinggir jalan, sementara rombongan lainnya
tetap melaju di depan.
Pada saat istirahat itulah, menurut Hasmawati, rombongan jemaah berkulit
hitam dengan tubuh yang besar merangsek dari arah yang berlawanan.
"Kami terlempar dan terinjak-injak. Saya bisa bangkit, tapi kakak dan
nenek itu terus terinjak dan tertindih jamaah lain," katanya dengan isak
tangis yang tidak lagi terbendung.
Ia berusaha menolong kakak perempuannya yang masih bisa diraih
tangannya. "Bangun kak, bangun, kata saya. Tapi kakak saya tidak mampu
berdiri dan terinjak lagi," ujarnya dengan nada tersendat.
Sementara sang nenek, yang bernama Nadjemiah Samad Madjida, ia lihat sudah tidak bergerak.
Pada saat itulah, ada seorang jamaah laki-laki dari balik pagar Maktab
yang terkunci di sisi kiri jalan yang menyuruh Hasmawati naik melompati
pagar agar bisa masuk ke tenda Maktab negara lain itu.
Laki-laki yang tidak diketahu identitasnya itu menyorongkan kedua
tangannya untuk dijadikan pijakan Hasmawati melompat pagar maktab di
tengah jemaah yang masih berdesakan.
"Saya coba ikhlaskan kakak saya dan nenek itu, sambil menginjak kedua
tangan jemaah laki-laki itu menaiki pagar maktab," katanya.
Lolos melewati pagar, tidak lantas membuat Ismawati aman. Ia mengaku
tiba-tiba ia merasa tubunya tersetrum karena menginjak sesuatu.
"Tubuh saya bergetar, seperti tersentrum. Saya hanya berdoa, ya Allah
tolong saya..tolong saya," ujarnya kembali berderai air mata mengingat
perjuangannya untuk selamat dari musibah itu.
Berhasil lewat dari krisis tersebut ia dibantu jemaah dari Turki untuk
berganti pakaian yang kotor akibat terinjak-injak, kemudian dengan
sajian makanan dan minuman seadanya.
"Saya tidak tahu lagi nasib kakak saya dan nenek Nadjemiah sampai saat
ini (Jumat 25/9). Saya berdoa semoga mereka selamat, dan setidaknya
diketahui kondisinya," ujar Ismawati.
Dalam kondisi panik dan menyelamatkan diri dari desakan jemaah negara
lain, entah apa yang mendorongnya untuk mengamankan harta nenek
Nadjemiah yang dilihatnya tidak bergerak lagi.
"Saya sempat mengamankan cincin yang dibeli nenek Nadjemiah di
Madinah, ketika ia sudah tidak bergerak lagi," kata Hasmawati sambil
memperlihatkan cincin emas dengan motif khas arab saudi dengan ukiran
kecil kecil.
Hasmawati berharap kalau pun nenek Nadjemiah tidak kembali lagi, cincin itu bisa menjadi kenang-kenangan untuk keluarganya.
Data terakhir yang dirilis Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
Indonesia (PPIH) 1436H/2015M sampai Senin (28/9), jumlah jemaah haji
Indonesia yang menjadi korban peristiwa di Jalan 204 Mina itu mencapai
41 orang, tiga diantaranya berasal dari kloter 10 embarkasi Makasar (UPG
10).
Dan Nadjemiah Samad Madjida dengan nomor passpor B0693478 tercatat
sebagai salah satu korban meninggal bersama dua nama lain dari kloter
yang sama yaitu Yahman Mistan Meslan, kloter UPG 10 nomor paspor
B0693120 dan Sitti Lubabah Arsyad Ngolo, kloter UPG 10 nomor paspor
B0693565. Sementara sang kakak Namma binti Muhammad Kasim masih belum
ditemukan hingga berita ini turunkan.
Innalillahi wa innaillahi rojiun.. Semoga Allah menempatkan mereka yang
meninggal dalam upaya menyempurnakan ibadah haji tersebut di surga yang
mengalir sungai-sungai dibawahnya. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar