JAKARTA - Wakil Ketua
Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah mengingatkan pemerintah dan
Bank Indonesia (BI) tentang tantangan berat dalam mengejar target yang
sudah dipatok dalam RAPBN 2016. Menurutnya, perlu kerja ekstra baik
pemerintah maupun BI agar asumsi makro yang ditetapkan dalam RAPBN 2016
tak meleset.
Menurut Said, dengan asumsi pertumbuhan
ekonomi yang dipangkas dari 5,5 persen menjadi 5,3 persen dan asumsi
harga minyak Indonesia (ICP) diturunkan dari USD 60 per barel menjadi
USD 50 per barel, tentu kondisinya menjadi tak mudah bagi BI maupun
pemerintah. “Pasti butuh extra effort (upaya ekstra, red),” katanya di Jakarta, Selasa (29/9).
Politikus PDI Perjuangan itu berharap BI
bisa mengawal nilai tukar Rupiah yang dalam asumsi RAPBN 2016 dipatok
USD sama dengan Rp 13.900,-. Terlebih, katanya, BI sudah memberi jaminan
untuk menjaga stabilitas Rupiah.
Menurut Said, angka USD setara Rp
13.900,- yang diusulkan BI dalam asumsi makro RAPBN 2016 itu tetap patut
dipertanyakan. Sebab, bisa jadi faktor global memperburuk kurs Rupiah
sehingga asumsi di APBN pun jebol.
“Jika China masih mendevaluasi mata
uangnya, maka kita akan jebol. Postur maupun asusmsi APBN kita akan
porak-poranda,” ulasnya.
Meski demikian anggota Komisi XI DPR
yang membidangi keuangan itu berharap banyak pada Paket Kebijakan
Ekonomi Tahap I dan II yang dirilis pemerintah. Menurutnya, kebijakan
itu tentu tak bisa secara otomatis terlihat efeknya.
Namun, katanya, kebijakan yang mengusung
deregulasi itu akan terasa manfaatnya dalam jangka panjang. “Perlu
waktu enam bulan baru akan keliatan benefit-nya (manfaat, red),”
ulasnya.(ara/JPG/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar