Oleh :
Mohammad Arief Hidayat, Rizki Aulia Rachman
VIVA.co.id -
Pemerintah mengimbau masyarakat tak mempersoalkan perbedaan penetapan 1
Zulhijah 1436 Hijriah atau Hari Raya Idul Adha tahun 2015. Kementerian
Agama melalui sidang isbat menetapkan Idul Adha pada 24 September 2015,
sedangkan Muhammadiyah sehari lebih cepat, yakni 23 September 2015.
Masyarakat dipersilakan memilih mengikuti ketetapan Kementerian
Agama atau Muhammadiyah. Semua pihak harus saling menghormati pilihan
masing-masing sehingga masyarakat merayakan Hari Raya Kurban dengan
damai dan khidmat.
"Jangan sampai ada penistaan karena adanya perbedaan seperti ini.
Termasuk hari libur (perayaan Idul Adha) sudah ditetapkan pada 24
September," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, M.
Machasin, dalam konferensi pers di kantor Kementerian Agama di Jakarta,
Minggu, 13 September 2015.
Menurut Machasin, masyarakat silakan mengacu pada tanggal yang
ditetapkan Muhammadiyah atau Pemerintah. "Kewenangan libur itu bukan
dari kami (Kementerian Agama). Bagi nantinya yang sekolah atau bekerja
akan diliburkan. Silakan, nanti akan ditetapkan instansi masing-masing,"
katanya.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiah,
Ma'rifat Iman, mengungkapkan bahwa organisasinya menetapkan Idul Adha
1436 Hijriah jatuh pada Rabu, 23 September 2015.
Dia menepis anggapan bahwa Muhammadiyah berbeda metode penentuan
Hari Raya Kurban itu karena sudah ditentukan jauh-jauh hari. Pada
dasarnya, Muhammadiyah maupun Kementerian Agama dan NU serta sejumlah
ormas Islam sama-sama menerapkan metode hisab atau perhitungan
astronomis. Berdasarkan metode hisab itu memang diketahui 1 Zulhijah
1436 Hijriah jatuh pada 23 September 2015.
Namun, Ma'rifat menjelaskan, Kementerian Agama juga mewajibkan
penggunaan metode hisab didukung rukyatul hilal atau pengamatan terhadap
bulan sabit yang menandai awal bulan baru. Sementara Muhammadiyah cukup
menggunakan hisab, tanpa rukyatul hilal.
Memang ada perbedaan parameter ketinggian hilal dalam penerapan
metode hisab. Kementerian Agama berpatokan pada keputusan Majelis Brunei
Indonesia Malaysia (Mabim) yang menetapkan ketinggian minimum hilal 2
derajat di atas ufuk untuk menetapkan bulan baru. Sedangkan Muhammadiyah
tak berpatokan pada keputusan itu.
"Muhammadiyah tidak memperhatikan berapa derajat, yang terpenting
sudah di atas ufuk atau horizon atau nol derajat lebih," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar