BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 14 September 2015

Pemerintah Imbau Masyarakat Tak Persoalkan Beda Idul Adha


Oleh : Mohammad Arief Hidayat, Rizki Aulia Rachman
VIVA.co.id - Pemerintah mengimbau masyarakat tak mempersoalkan perbedaan penetapan 1 Zulhijah 1436 Hijriah atau Hari Raya Idul Adha tahun 2015. Kementerian Agama melalui sidang isbat menetapkan Idul Adha pada 24 September 2015, sedangkan Muhammadiyah sehari lebih cepat, yakni 23 September 2015.

Masyarakat dipersilakan memilih mengikuti ketetapan Kementerian Agama atau Muhammadiyah. Semua pihak harus saling menghormati pilihan masing-masing sehingga masyarakat merayakan Hari Raya Kurban dengan damai dan khidmat.

"Jangan sampai ada penistaan karena adanya perbedaan seperti ini. Termasuk hari libur (perayaan Idul Adha) sudah ditetapkan pada 24 September," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, M. Machasin, dalam konferensi pers di kantor Kementerian Agama di Jakarta, Minggu, 13 September 2015.

Menurut Machasin, masyarakat silakan mengacu pada tanggal yang ditetapkan Muhammadiyah atau Pemerintah. "Kewenangan libur itu bukan dari kami (Kementerian Agama). Bagi nantinya yang sekolah atau bekerja akan diliburkan. Silakan, nanti akan ditetapkan instansi masing-masing," katanya.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiah, Ma'rifat Iman, mengungkapkan bahwa organisasinya menetapkan Idul Adha 1436 Hijriah jatuh pada Rabu, 23 September 2015.

Dia menepis anggapan bahwa Muhammadiyah berbeda metode penentuan Hari Raya Kurban itu karena sudah ditentukan jauh-jauh hari. Pada dasarnya, Muhammadiyah maupun Kementerian Agama dan NU serta sejumlah ormas Islam sama-sama menerapkan metode hisab atau perhitungan astronomis. Berdasarkan metode hisab itu memang diketahui 1 Zulhijah 1436 Hijriah jatuh pada 23 September 2015.

Namun, Ma'rifat menjelaskan, Kementerian Agama juga mewajibkan penggunaan metode hisab didukung rukyatul hilal atau pengamatan terhadap bulan sabit yang menandai awal bulan baru. Sementara Muhammadiyah cukup menggunakan hisab, tanpa rukyatul hilal.

Memang ada perbedaan parameter ketinggian hilal dalam penerapan metode hisab. Kementerian Agama berpatokan pada keputusan Majelis Brunei Indonesia Malaysia (Mabim) yang menetapkan ketinggian minimum hilal 2 derajat di atas ufuk untuk menetapkan bulan baru. Sedangkan Muhammadiyah tak berpatokan pada keputusan itu.

"Muhammadiyah tidak memperhatikan berapa derajat, yang terpenting sudah di atas ufuk atau horizon atau nol derajat lebih," katanya.

Tidak ada komentar: