Lani Pujiastuti - detikfinance
Jakarta -Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah yang
terus menguat membuat dunia usaha yang bahan bakunya masih sebagian
impor terpukul. Salah satunya industri makanan dan minuman yang masih
pakai bahan baku impor seperti garam, gula, dan lainnya.
Para
pengusaha makanan dan minuman mengaku bebannya makin berat karena kurs
dolar AS. Sehingga langkah efisiensi ditempuh dengan mengurangi shift
lembur hingga memangkas jam kerja karyawan, hingga PHK.
"Kondisi
saat ini berat. Beban produksi makin berat karena biaya impor bahan
baku naik," ungkap Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh
Indonesia Adhi Lukman ditemui usai dialog Investasi di Gedung Nusantara
Lantai I, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jakarta, Jumat (25/9/2015).
Bertambahnya
beban biaya produksi disikapi pengusaha makanan minuman dengan berbagai
cara. Di tengah kondisi saat ini, kata Adhi, pengusaha makanan minuman
belum ada yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
"Memang
belum massal terjadi PHK di sektor makanan minuman. Banyak perusahaan
mensiasati dengan mengurangi jam kerja dan mengurangi shift lembur,"
jelas Adhi.
Langkah tersebut, menurut Adhi, terpaksa ditempuh
pengusaha meski berdampak turunnya pendapatan karyawan. "Pengaruh juga
ke pendapatan karyawan. Karyawan yang biasa dapat lembur sekarang udah
nggak ada lembur," katanya.
Kondisi ini menciptakan efek domino,
yaitu akibat perusahaan berhemat, maka pendapatan karyawan berkurang,
buntutnya daya beli pun menurun.
"Perusahaan ngirit biaya.
Pendapatan berkurang, karyawan ngirit pengeluaran. Ujungnya mereka
(karyawan) nggak beli-beli barang karena turun daya belinya. Kondisi itu
yang dikhawatirkan saat ini," jelas Adhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar