Kalau Berani Buka Saja Dokumen Di Kementerian BUMN
RMOL.Jatuhnya pesawat Merpati MA-60 di Papua, dianggap bakal jadi awal terbongkarnya pat gulipat di balik pembelian pesawat made in China tersebut. Siapa sebenarnya yang paling tahu dan bertanggung jawab?
Kementerian Koordinator Perekonomian akhirnya buka kartu nama deretan pejabat yang bertanggung jawab dalam transaksi pembelian pesawat Merpati.
Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady menyebutkan tiga kementerian yang berwenang dalam pembelian pesawat Merpati jenis MA-60. Antara lain, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan.
“Merpati itu urusan Depkeu dan BUMN, kita (Kemenko Perekonomian) urusannya hanya bilateral dagang. Mendag waktu itu yaitu Bu Mari (Mari Elka Pangestu) merupakan ketua delegasi, tapi delegasi gas Tangguh. Kuncinya di Depkeu dan BUMN,” ungkap Edy ketika dihubungi Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Menurut Edy, saat pembelian pesawat tersebut, Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan dijabat oleh Sri Mulyani, sedangkan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan dijabat Anny Ratnawaty. “Yang jelas Menko (Perekonomian) nggak ngurusin,” ujarnya berkelit.
Bahkan, Ketua Presidium Nasional Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Puyono justru mengungkapkan lebih gamblang dugaan mark up pembelian pesawat Merpati. Selain beberapa lembaga pemerintahan itu, Arief juga menduga ada keterlibatan oknum anggota DPR dalam memuluskan program pengadaan pesawat MA 60 tersebut.
Pesawat MA 60 yang dibeli pada 2009 sebagai pengganti dua armada lama, yakni Fokker 27 dan CN-235 untuk menjangkau 200 kabupaten di Indonesia Timur itu diduga kuat sarat dengan permainan harga. Selain permainan harga, dicurigai juga terjadi pengurangan komponen pendukung untuk flight safety. Kekurangan instrumen ini diduga antara lain menjadi bagian dari penyebab kecelakaan.
Tapi, dalam kesempatan lain, Mari justru juga berkelit disebut sebagai tokoh penting di balik pembelian pesawat Merpati.
“Pasti ada penjelasan (terkait transaksi ini-red). Pemeriksaan (pesawat) dilakukan sesuai dengan prosedur dalam pemerintahan. Kita tunggu saja hasil investigasi. Kita tidak usah berpolemik,” pinta Mari kepada Rakyat Merdeka di Bengkulu, baru-baru ini.
Pesawat MA 60 milik Merpati jatuh di Teluk Kaimana, Papua Sabtu (7/5). Tragedi itu lantas melebar ke proses pembelian pesawat buatan China. Diduga banyak yang berkepentingan agar pembelian pesawat ini diloloskan.
Bekas Wapres Jusuf Kalla mengungkapkan, harga pesawat Merpati MA-60 buatan China itu sangat tidak wajar. Saat itu, pihaknya sempat meminta Menteri Mari Pangestu dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan mengapa harga pesawat MA-60 yang dibeli dari China itu bisa melonjak drastis. Harga pasaran pesawat MA-60 sebesar 11,2 juta dolar AS jika dikalikan dengan 15 unit yang dibeli, maka harganya hanya 168 juta dolar AS.
“Tapi jaminan dana yang diberikan Kementerian mencapai 220 juta dolar AS. Lalu kemana itu selisih dana tersebut? Tanya saja ke Menkeu atau Menteri Perdagangan atau BUMN. Tanya sama mereka, saya tidak tahu, saya tidak menduga-duga,” ujar Kalla.
Dengan hitung-hitungan tersebut, maka ada selisih dana sebesar 52 juta dolar AS. Jumlah tersebut jika dikalikan kurs dolar AS di APBN menjadi sekitar Rp 468 miliar.
Menanggapi hal ini, Dirut Merpati Sardjono Jhony Tjitrokusumo mengatakan, kecelakaan pesawat M-60 di Kaimana, Papua, lebih banyak karena masalah operasional. [RM]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar