BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Minggu, 15 Mei 2011

Saling Berkelit Di Balik Proses Jual Beli Merpati

Kalau Berani Buka Saja Dokumen Di Kementerian BUMN

RMOL.Jatuhnya pesawat Merpati MA-60 di Papua, dianggap bakal jadi awal terbongkarnya pat gulipat di balik pembelian pesawat made in China tersebut. Siapa sebenarnya yang paling tahu dan bertanggung jawab?
Kementerian Koordinator Perekonomian akhirnya buka kartu nama deretan pejabat yang ber­tanggung jawab dalam tran­saksi pembelian pesawat Merpati.
De­puti Bidang Koordinasi In­dustri dan Perdagangan Kemen­terian Koordinator Bidang Pere­kono­mian Edy Putra Irawady menye­butkan tiga kementerian yang ber­wenang dalam pembelian pe­sawat Merpati jenis MA-60. Antara lain, Kementerian BUMN, Kemen­te­rian Keuangan dan Ke­men­terian Perdagangan.
“Mer­pati itu urusan Depkeu dan BUMN, kita (Kemenko Pere­ko­nomian) urusannya hanya bila­teral dagang. Mendag waktu itu yaitu Bu Mari (Mari Elka Panges­tu) merupakan ketua delegasi, tapi delegasi gas Tangguh. Kuncinya di Depkeu dan BUMN,” ungkap Edy ketika dihubungi Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Menurut Edy, saat pem­belian pesawat tersebut, Menko Pereko­nomian dan Menteri Ke­uangan dijabat oleh Sri Mulyani, sedang­kan Dirjen Anggaran Ke­men­terian Keuangan dijabat Anny Ratnawaty. “Yang jelas Menko (Perekonomian) nggak ngu­­rusin,” ujarnya berkelit.
Bahkan, Ketua Presidium Na­sional Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Puyono justru mengung­kapkan lebih gamblang dugaan mark up pembelian pesawat Mer­pati. Selain beberapa lem­baga pe­merintahan itu, Arief juga men­duga ada keterlibatan ok­num anggota DPR dalam me­muluskan program pengadaan pesawat MA 60 tersebut.
Pesawat MA 60 yang dibeli pada 2009 sebagai pengganti dua armada lama, yakni Fokker 27 dan CN-235 untuk menjangkau 200 kabupaten di Indonesia Ti­mur itu diduga kuat sarat dengan per­mai­nan harga. Selain permain­an harga, dicurigai juga terjadi pengu­rangan komponen pendu­kung untuk flight safety. Ke­kurangan instrumen ini diduga antara lain menjadi bagian dari penyebab kecelakaan.
Tapi, dalam kesempatan lain, Mari justru juga berkelit disebut sebagai tokoh penting di balik pem­­­belian pesawat Merpati.
“Pasti ada penjelasan (terkait tran­saksi ini-red). Pemeriksaan (pe­sawat) dilakukan sesuai de­ngan prosedur dalam pemerin­tahan. Kita tunggu saja hasil in­vestigasi. Kita tidak usah berpo­lemik,” pinta Mari kepada Rakyat Merdeka di Beng­kulu, baru-baru ini.
Pesawat MA 60 milik Merpati jatuh di Teluk Kaimana, Papua Sabtu (7/5). Tragedi itu lantas me­lebar ke proses pembelian pe­sa­wat buatan China. Diduga banyak yang berkepentingan agar pem­be­­lian pesawat ini dilo­loskan.
Bekas Wapres Jusuf Kalla me­ngungkapkan, harga pe­sawat Merpati MA-60 buatan China itu sangat tidak wajar. Saat itu, pi­haknya sempat meminta Men­teri Mari Pangestu dan Men­teri Ke­uangan Sri Mulyani men­jelaskan mengapa harga pesawat MA-60 yang dibeli dari China itu bisa melonjak drastis. Harga pasaran pesawat MA-60 sebesar 11,2 juta dolar AS jika dikalikan dengan 15 unit yang dibeli, maka harganya hanya 168 juta dolar AS.
“Tapi jaminan dana yang diberi­kan Kementerian mencapai 220 juta dolar AS. Lalu kemana itu selisih dana tersebut? Tanya saja ke Menkeu atau Menteri Per­da­gangan atau BUMN. Tanya sama mereka, saya tidak tahu, saya ti­dak menduga-duga,” ujar Kalla.
Dengan hitung-hitungan terse­but, maka ada selisih dana sebe­sar 52 juta dolar AS. Jumlah ter­sebut jika dikalikan kurs dolar AS di APBN menjadi sekitar Rp 468 miliar.
Menanggapi hal ini, Dirut  Mer­pati Sardjono Jhony Tjitroku­sumo mengatakan, kece­lakaan pesawat M-60 di Kai­mana, Pa­pua, lebih banyak ka­rena masalah operasional. [RM]

Tidak ada komentar: