BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 18 April 2013

Harga Premium Bagi Orang Kaya Dibedakan, Bagaimana Caranya?

VIVAnews - Pemerintah berencana untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium untuk mobil pribadi menjadi Rp6.500 per liter.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, di Jakarta, Rabu 17 April 2013, menjelaskan, jika harga premium dinaikkan menjadi Rp6.500, pemerintah hanya mengurangi subsidi sebesar Rp2.000 per liter kepada masyarakat kalangan mampu.

"Jadi, kelompok menengah atas masih disubsidi Rp3.000, sedangkan menengah bawah disubsidi Rp5.000," ujar Wacik di kompleks Istana Kepresidenan.

Wacik menambahkan, harga ekonomis premium saat ini telah mencapai Rp9.500 per liter. Namun, Presiden keberatan jika harga premium dipatok di level itu.

Maka, pemerintah pun mengkaji implementasi kenaikan harga BBM di level Rp6.500 bagi mobil pribadi. "Begitu nanti Presiden sudah merasa yakin implementasinya ke bawah sudah rapi, dia akan putuskan," kata Wacik.
Pemerintah telah mensosialisasikan rencana kenaikan harga BBM ini kepada seluruh kepala daerah. Selasa kemarin, 16 April 2013, gubernur dan bupati dari seluruh Indonesia diundang rapat di Kementerian Dalam Negeri bersama para menteri bidang perekonomian, membahas opsi pengendalian BBM bersubsidi.

Wacik menjelaskan bahwa rapat ini untuk memberikan pemaparan opsi-opsi skema kenaikan BBM yang mesti dipilih dan disepakati sebagai kebijakan pemerintah. "Semua opsi ini sulit, tapi opsi ini harus dilakukan," kata Wacik.

Rapat ini juga bertujuan memastikan pengendalian BBM bersubsidi yang bakal diterapkan dapat tepat sasaran. Sehingga penghematan subsidi yang diperoleh untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin pada akhirnya dapat efektif dilaksanakan.

Ternyata, rencana menaikkan harga BBM bersubsidi ini mendapat tanggapan positif dari seluruh kepala daerah. Menteri Perindustrian, MS hidayat, menyatakan pemerintah daerah mendukung harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium untuk mobil pribadi dinaikkan menjadi Rp6.500 per liter dan menyerahkan keputusan penerapannya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Mereka (Pemda) semua mendukung untuk menaikkan BBM untuk mobil pribadi. Tadi, diasumsikan naik dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.500 per liter," kata Hidayat.

Hidayat menjelaskan, pemerintah akan mengimplementasikan dua harga premium. Untuk kendaraan jenis motor dan angkutan umum masih diperbolehkan mengkonsumsi BBM subsidi seharga Rp4.500 per liter. Sementara itu, mobil pribadi diwajibkan untuk menggunakan BBM bersubsidi dengan harga baru.

"Untuk sepeda motor, kalau mau pakai yang itu (Rp6.500) tidak apa-apa. Tapi, kalau mau pakai BBM bersubsidi juga tidak dilarang," kata mantan Ketua Umum Kadin itu.

Dalam pertemuan dengan pemerintah daerah tersebut, muncul usulan dari para gubernur, kenapa tidak menaikkan harga premium secara keseluruhan. Pemerintah pusat berpendapat, menaikkan harga premium yang diberlakukan untuk segala lapisan masyarakat akan memberatkan kelompok yang tidak mampu.

Harga BBM bersubsidi untuk mobil pribadi ini akan diaplikasikan secepat mungkin. "Awal Mei saya rasa bisa," kata Hidayat.
SPBU Khusus
Lantas bagaimana pelaksanaannya di lapangan jika premium dijual dengan harga yang berbeda untuk kalangan mampu dan tidak mampu itu?

Terkait persoalan itu, pemerintah berencana memberlakukan dua harga bensin Premium, satu dengan harga yang disubsidi penuh dan satu lagi yang disubsidi lebih sedikit. Jenis kedua ini yang lantas dijuluki sebagai 'SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) khusus orang kaya'.

"Orang-orang kaya itu biasanya mempunyai mobil, dan mobil itulah yang nanti akan kami masukkan dalam SPBU khusus orang menengah dan kaya," kata Jero Wacik di Jakarta.

Sedangkan untuk wilayah yang hanya memiliki satu SPBU dalam satu kecamatan, pemerintah akan menyediakan jalur khusus bagi pengguna Premium bersubsidi penuh dan bagi pengguna Premium bersubsidi yang lebih kecil.

Jeroi menjamin sepeda motor dan angkutan umum nanti masih dibolehkan menggunakan Premium bersubsidi penuh. Akan tetapi, mobil-mobil pribadi bakal diarahkan untuk menggunakan Premium dengan harga yang lebih tinggi.

Pemerintah telah menghitung jika harga BBM bersubsidi naik Rp2.000 menjadi Rp6.500 per liter, dapat menghemat anggaran subsidi hingga puluhan triliun.
"Realisasi target penghematan adalah Rp21 triliun jika harga dinaikkan menjadi Rp6.500," kata Wacik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, mengapresiasi hasil rapat tentang rencana pembatasan BBM bersubsidi yang mendapat persetujuan seluruh pemerintah daerah ini. "Respons seluruh gubernur yang hadir sangat positif. Semuanya sepakat dan menyerahkan kepada pemerintah tentang keputusannya," kata Hatta.

Hatta mengatakan, subsidi BBM memang perlu dikurangi dan dikendalikan, agar dana subsidi dapat dialihkan untuk pembangunan daerah. Hatta meminta pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi, jika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM subsidi khusus untuk mobil pribadi.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas), Eri Purnomohadi, mengatakan pengusaha SPBU tidak menemui kesulitan dengan adanya mekanisme ini.

"Dalam satu jalur jalan biasanya ada beberapa SPBU. Nanti kami pisahkan mana yang menjual Premium Rp4.500 dengan Premium yang lebih mahal," katanya.

Ia menjelaskan pengusaha SPBU dan pemerintah akan mengatur jumlah SPBU khusus tersebut dengan perbandingan 50 : 50. Dengan cara ini, subsidi BBM diharapkan bakal lebih tepat sasaran dan adil. "Kami akan memberikan tanda yang besar atau spanduk untuk membedakannya," kata dia.

PT Pertamina pun menyatakan siap melaksanakan pemisahan SPBU yang akan melayani BBM dengan subsidi penuh dan BBM dengan subsidi yang telah dikurangi.

"Pertamina sudah siap bahwa akan ada pemisahan SPBU, yaitu SPBU dengan BBM bersubsidi dan SPBU dengan jenis premium berharga baru," kata Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, Ali Mundakir, di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa 16 April 2013.

Menurut dia, untuk mempermudah teknis pelaksanaan, Pertamina akan membantu SPBU dalam mengatur manajemen keuangannya. Bantuan tersebut, sebagai antisipasi jika dua jenis premium berbeda harga diterapkan dalam satu SPBU.

"Jika dua harga premium dalam satu SPBU akan mengakibatkan teknis operasional menjadi sulit. Jadi, sistem pembayaran SPBU harus dimudahkan," kata dia.

Pertamina, katanya, akan memasang berbagai tanda untuk membedakan SPBU yang menjual BBM bersubsidi penuh dengan SPBU dengan subsidi yang telah dikurangi. "Kami akan memasang banner," katanya.
Jakarta Minta Kompensasi
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaj Purnama (Ahok), di kantornya hari ini, Rabu 17 April 2013, menyatakan setuju dengan rencana pemerintah pusat menaikkan harga BBM bersubsidi ini. Pemprov DKI Jakarta akan melakukan percepatan pembangunan infrastruktur angkutan umum, menambah 1.000 unit bus Transjakarta, mempercepat akuisisi Perum PPD (Pengangkutan Penumpang Djakarta).

Namun, Ahok, sapaan Basuki Purnama, meminta pemerintah pusat memberikan kompensasi berupa pembebasan biaya impor alat kesehatan untuk membantu meringankan beban masyarakat yang membutuhkan pengobatan.

"Saya sudah bilang langsung sama Pak Hatta Rajasa dan Wakil Menteri Keuangan, tolong cabut biaya impor alat kesehatan. Jangan samakan dengan biaya impor barang mewah," ujar Ahok.

Ahok menjelaskan, alat kesehatan yang dianggap barang mewah antara lain pen untuk penyambung tulang serta klep jantung. Menurut Ahok, kebutuhan alat kesehatan ini terus bertambah tiap tahunnya. "Masa alat kesehatan yang seperti ini dianggap barang mewah. Tidak semua orang kaya yang sakit jantung dan patah tulang," kata Ahok.

Peralatan ini seluruhnya masih impor, dan dikenai pajak hingga 30 persen, sama dengan barang mewah. Menurut Ahok, ini jadi beban bagi masyarakat yang membutuhkan, karena harganya sangat mahal. Sehingga berdampak pada kesulitan Pemprov DKI merealisasikan layanan kesehatan murah bagi masyarakat. "Bagaimana tidak susah, semua alat kesehatan mahal. Makanya saya minta kompensasi," kata Ahok.
Laporan: Eka Permadi (Jakarta)

Tidak ada komentar: