BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 03 April 2013

Laporan Keuangan Daerah Membaik

 Jpnn
JAKARTA - Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah belum memuaskan. Buktinya, puluhan pemerintah daerah (pemda) masih mendapat sanksi dari Kementerian Keuangan atas laporan keuanggannya. Namun, secara umum, mulai ada secercah harapan.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo mengatakan, pada semester II 2012 lalu BPK telah memeriksa 94 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun anggaran 2011, melanjutkan pemeriksaan pada semester I 2012 yang sudah menjangkau 426 LKPD. Sehingga, BPK sudah memeriksa 520 LKPD dari total 524 pemda. "Hasilnya, mulai ada perbaikan," ujarnya Selasa (2/4).

Empat daerah yang terlambat menyerahkan LKPD adalah Kabupaten Buru Selatan dan Kabupaten Seram Bagian Barat (Provinsi Maluku), serta Kabupaten Waropen dan Kabupaten Mamberamo Tengah (Provinsi Papua).

Sebagaimana diketahui kualitas laporan keuangan ditentukan oleh hasil pemeriksaan yang kemudian muncul dalam opini BPK. Ada empat opini, yang terbaik adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), lalu berturut-turut Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan yang paling buruk ada Tidak Memberikan Pendapat (TMP).

Menurut Hadi, perbaikan LKPD bisa terlihat dari bertambanhnya jumlah daerah provinsi/kabupaten/kota yang mendapat opini WTP dan berkurangnya jumlah daerah yang menerima opini TMP.

Untuk LKPD 2011, jumlah penerima WTP sebanyak 67 daerah, naik hampir dua kali lipat dibanding LKPD 2010 yang hanya 34 daerah. Sebaliknya penerima opini TMP turun dari 121 daerah pada 2010 menjadi 96 daerah pada 2011. "Ini patut diapresiasi," katanya.

Di tingkat provinsi, lanjut Hadi, perbaikan terjadi cukup signifikan. Misalnya, pada 2011, dari 33 provinsi, penerima WTP mencapai 10 provinsi (30 persen), naik dibanding 2010 yang hanya 6 provinsi. Adapun provinsi penerima TMP turun dari 5 menjadi 4.

Di tingkat kabupaten, jumlah penerima opini WTP naik dari 16 menjadi 36 (9 persen dari total 395 kabupaten). Adapun penerima TMP turun dari 105 menjadi 85. Sedangkan di tingkat kota, penerima opini WTP mencapai 21 (23 persen dari total 92 kota), naik dibanding 2010 yang sebanyak 12. Adapun penerima TMP turun dari 11 menjadi 7.

Menurut Hadi, dari data di atas, kualitas LKPD provinsi dan kota relatif lebih baik dibandingkan kualitas LPKD kabupaten. Hal itu tecermin dari besarnya persentase daerah yang mendapat opini WTP. "Karena itu, bagi pemerintah kabupaten, masih banyak ruang untuk memperbaiki kualitas LKPD nya. Untuk provinsi dan kota juga harus ditingkatkan," ucapnya.

Apa penyebab daerah belum mendapatkan opini WTP? Hadi menyebut, beberapa penyebabnya adalah adanya aset tetap yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian; penyertaan modal belum disajikan dengan metode ekuitas, saldo dana bergulir belum disajikan dengan metode nilai bersih yang dapat direalisasikan.

Lalu, pembatasan lingkup pemeriksaan; kelemahan pengelolaan kas, piutang, persediaan, investasi permanen dan nonpermanen, belanja barang dan jasa, belanja bantuan sosial, dan belanja modal. "BPK sudah memberikan rekomendasi kepada seluruh daerah. Jika itu dijalankan, kualitas LKPD pasti akan lebih baik," ujarnya.

Dirjen Perimbangan Keuangan Marwanto Harjowiryono menambahkan, sebagai bendahara negara, Kementerian Keuangan terus melakukan upaya asistensi dan pelatihan untuk pemerintah daerah. Dia mengakui, beberapa daerah memang masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) berkualitas untuk menyusun LKPD. "Kuncinya memang di SDM. Itu yang ingin kita dorong agar makin bagus," katanya. (owi)

Tidak ada komentar: