BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 16 April 2013

MA Mutasi Hakim Kasus Pailit Telkomsel

 Jpnn
JAKARTA--Mahkamah Agung (MA) semakin gencar menyapu hakim yang tidak bersih. Termasuk empat hakim yang mengadili kasus Telkomsel sehingga sempat dinyatakan pailit meskipun akhirnya putusan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada tingkat kasasi.


MA, Senin (15/4) mengumumkan secara resmi terdapat sebanyak 44 hakim mendapatkan sanksi. Empat di antaranya adalah majelis hakim kasus Telkomsel dan di pengumuman yang dicantumkan dalam situs MA itu diberi inisial SA (Sutoto Adiputro), AI (Agus Iskandar), NA (Nur Ali), dan BI (Bagus Irawan).
      
Semuanya dinilai melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial No.047/KMA/SK/IV/2009 - No.02/SKB. /P/KY/IV/2009 huruf c butir 1.1.(8) jo PB MARI dan KY No.02/PB/MA/IX/2012 - 02/PB/P.KY/09/2012 pasal 5 ayat 2 huruf e dan pasal 14 ayat 1, pasal 19 ayat 4.

Hakim SA dimutasi sebagai hakim biasa di PN Jambi, AI dimutasi menjadi hakim di PN Pekanbaru (Pkr), BI dimutasi ke PN Mataram, dan hakim NA dimutasi ke PN Palembang (Pl). MA juga membebaskan seluruhnya dari jabatan sebagai hakim niaga.

Ketua MA, Hatta Ali, sebagai penandatangan surat tersebut membenarkan bahwa empat di antaranya merupakan hakim perkara Telkomsel yang sempat menghebohkan itu. Alasan utamanya karena keempatnya dinilai tidak profesional dalam memutus perkara saat mereka mengadili di PN Jakarta Pusat (Jakpus) yang biasa memutus perkara bisnis atau niaga. "Ya, itu ada sanksi , itu semua dikeluarkan dari PN Jakpus," ujarnya usai pelantikan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) di Jakarta, kemarin.

Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh badan pemeriksaan MA.kata Hatta, keempatnya bersalah. Surat yang menerangkan hasil penilaian tersebut menurutnya sedang dalam proses pengiriman kepada semua pihak terkait. "Sudah dikirim namun mungkin belum diterima. Saya dengar sudah dikirim sejak hari Jumat," terusnya.

Hatta berharap semua hakim menyadari pentingnya independensi dan profesional dalam memutus perkara. Hakim merupakan garda terdepan dalam tegaknya keadilan hukum dalam sebuah negara.

Empat hakim dalam kasus Telkomsel itu sesuai keputusan Badan Pengawas MA dinilai tidak profesional dan tidak bersikap adil. Perilaku tidak profesional itu diatur dalam Pasal 14 ayat 1 yang berbunyi; Profesional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas.

Sedangkan keharusan bersikap adil tertuang dalam Pasal 5 ayat 2 huruf e yang berbunyi hakim harus memberikan keadilan kepada semua pihak dan tidak beritikad semata-mata untuk menghukum.

Bagus Irawan yang juga menjabat Humas PN Jakpus mengaku belum mendapat kabar resmi terkait sanksi yang diterimanya. "Kami belum mendapat konfirmasi mengenai itu dari Badan Pengawasan MA atau atasan," ujarnya, kemarin.

Kasus Telkomsel itu bermula ketika PT Prima Jaya Informatika (PJI) bersama PT Extend Media Indonesia (EMI), keduanya rekanan Telkomsel, melayangkan gugatan pailit kepada Telkomsel dan harus membayar kerugian total Rp 45,5 miliar. Gugatan dilayangkan sejak Juli 2012 dan sidang pertama dimulai pada 1 Agustus 2012.

Penggugat merasa mendapat perlakuan menyakitkan dari direksi Telkomsel yang memutus Perjanjian Kerja Sama (PKS) sepihak. PKS berlaku sejak 2011 dan semestinya berakhir pada Juni 2013. Perjanjian di antara mereka berupa penyediaan voucher isi ulang fisik dan kartu perdana edisi Prima. Wujud khasnya adalah ada gambar para atlet karena memang bekerjasama dengan Yayasan Atlet Indonesia. Sebesar 30 persen dari keuntungan bisnis ini memang disalurkan kepada yayasan itu untuk membantu menyejahterakan para atlet.

Dalam isi PKS, Telkomsel harus menyediakan 120 juta unit per tahun kartu terdiri atas voucher isi ulang fisik Rp 50 ribu sebanyak 50 persen dan Rp 25 ribu sebanyak 50 persen. Dari keuntungan penjualan voucher Rp 50 ribu TJI ambil keuntungan 4 persen dan dari Rp 25 ribu ambil keuntungan 5 persen. Secara total, nilai kontrak ini senilai Rp 4 triliun.

PN Jakpus kemudian menyatakan bahwa gugatan pemohon memenuhi unsur pasal 2 ayat 2 UU Kepailitan yaitu syarat pailit ada utang jatuh tempo dari 2 pihak atau lebih. Pihak kedua yang ikut serta dalam gugatan ini adalah PT EMI, perusahaan konten provider yang juga mengalami nasib sama. Utang Telkomsel ke PT PJI sebesar Rp 5,3 miliar sedangkan kepada PT EMI sebesar Rp 21,03 miliar dan Rp 19,29 miliar.(gen)

Tidak ada komentar: