BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 10 April 2014

4 'Effect' Pendongkrak Parpol di Pileg 2014

Ramdhan Muhaimin - detikNews

Jakarta - Hasil penghitungan sementara hitung cepat (quick count) pemilihan legislatif yang digelar hari ini oleh beberapa lembaga survei memunculkan banyak kejutan baru. Sejumlah prediksi yang disebutkan lembaga-lembaga survei sebelumnya ada yang terkonfirmasi benar, namun ada juga yang jauh keliru.

Salah satu kejutan yang tergambar dalam quick count adalah hampir meratanya penyebaran suara yang diperoleh parpol, terutama parpol kelas menengah. Tiga parpol teratas tetap dipegang PDIP, Golkar, dan Gerindra. Namun PDIP berdasarkan quick count gagal menembus 25 persen suara. Meski meraup suara di bawah 20 persen, partai berlambang banteng moncong putih itu sebenarnya mengalami kenaikan 5 persen jika dibanding pemilu 2009 dengan raihan suara 14 persen.

Kejutan lain, melonjaknya suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Gerindra yang di pemilu 2009 sama-sama meraih 4 persen, namun di pemilu tahun ini keduanya diprediksi meraup suara di atas 9 persen. Sementara Partai Demokrat yang diprediksi survei makin terpuruk di pemilu kali ini akibat terjangan badai korupsi hingga di angka 6-7 persen, justru mampu bertahan di kisaran 10 persen.

Di atas fenomena-fenomena itu, ada faktor pengaruh ketokohan yang sepertinya mampu mempertahankan partai-partai tersebut hingga mampu bertahan dan meraih suara signifikan dalam pemilu kali ini. Prabowo effect, Jokowi effect, Rhoma effect, maupun SBY effect diyakini menjadi salah satu faktor Gerindra, PDIP, PKB dan Demokrat meraih 'keajaiban' dalam pileg.

1. Prabowo Effect
Partai Gerindra berdasarkan quick count meraih suara antara 10-12 persen. Suara Gerindra melonjak tajam di atas 7 persen dibanding Pemilu 2009 yang hanya dapat 4,46 persen.

Pengamat politik dari Pol Tracking Institute, Hanta Yuda, menilai faktor Prabowo menjadi penyebab utama terdongkraknya jumlah suara Gerindra.

"Efek Prabowo ini. Elektabilitas Prabowo sebagai capres yang selalu tinggi selama ini membantu suara Gerindra dalam Pileg hari ini," kata Hanta kepada detikcom.

Hanta menyebut peringkat Prabowo selama ini hanya di bawah capres dari PDIP Joko Widodo (Jokowi).

Faktor penyebab yang kedua, ujar Hanta, Gerindra mendapat luberan suara dari masyarakat yang kecewa dengan Partai Demokrat yang berkuasa selama ini. Gerindra yang memposisikan diri sebagai oposisi mereguk keuntungan sekarang ini.

Adapun faktor ketiga yang melambungkan suara Gerindra karena jumlah peserta Pemilu kali ini lebih sedikit dibanding tahun 2009 lalu. "Pemilu 2014 ini partainya kan lebih sedikit," ujar Hanta.

2. Jokowi Effect
Perolehan suara PDIP di berbagai quick count Pemilu 2014 tidak lebih dari 20 persen. Namun raihan suara ini lebih tinggi 5 persen dibanding Pemilu 2009. Meski gagal dengan tergetan suara, peningkatan suara PDIP ini diyakini juga dipengaruhi faktor Jokowi.

Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menilai pencapresan Jokowi tetap mendongkrak suara PDIP meskipun tidak signifikan.

"Sebenarnya ada kenaikan biar bagaimanapun setelah deklarasi. Karena deklarasi jauh-jauh hari harusnya dilakukan untuk mengeksploitasi nama Jokowi. Tapi yang kita lihat setelah 14 Maret iklan masih diwarnai sosok Puan dan bukan sosok yang dijadikan elektoral," analisis Yunarto.

Jika PDIP terlambat memutuskan soal pencapresan Jokowi, boleh jadi peta suara raihan PDIP tidak akan signifikan.

3. Rhoma Effect
Perolehan suara PKB naik signifikan dibanding dengan hasil yang mereka raih pada Pemilu 2009. 5 Tahun lalu, PKB hanya meraih 4,94%.

Perolehan suara yang bisa dibilang dahsyat ini merupakan hasil kerja keras PKB mempersiapkan pertarungan di Pemilu 2014. PKB memang melakukan berbagai manuver yang sekarang terbukti ampuh.

Bila kembali disimak, partai yang dipimpin Cak Imin ini jauh-jauh hari sudah mendeklarasikan kandidat capres. Tak hanya satu, PKB menggaet sekaligus tiga kandidat capres. Yang digaet pun bukan nama-nama sembarangan, yaitu Jusuf Kalla, Mahfud MD dan Rhoma Irama. Nama terakhir menjadi magnet yang menyedot massa di berbagai kampanye PKB.

Direktur Eksekutif Political Communication (Polcomm) Institute Heri Budianto mengatakan kecerdasan dalam menggarap isu capres menjadi salah satu faktor yang mendorong PKB berhasil meraih suara tinggi.

"PKB mampu memainkan 3 tokoh yaitu Mahfud MD, Jusuf Kalla, dan Rhoma Irama. Ini kelebihan strategi PKB dalam menggarap isu capres," ujar Heri saat dihubungi detikcom, Rabu (9/4/2014).

Menurutnya, apa yang dilakukan PKB dari awal memang sudah menunjukkan strategi politik yang jitu dalam menggarap pemilih. Kemudian konsolidasi menjaga basis NU dan tetap melakukan komunikasi politik kepada para Kiai merupakan kelebihan Muhaimin Iskandar dalam mengelola PKB.

"Saya melihat PKB memang memiliki target pemilih yang tetap yakni NU, namun pandai juga mengelola pemilih lain dengan jualan JK, Mahfud, dan Rhoma," tuturnya.

Suara yang diperoleh PKB, Heri juga mengatakan, karena mendapat limpahan dari partai Islam lain seperti PKS dan juga Demokrat. Padahal PKB selama ini terstigmatisasi sebagai parpol Islam tradisional.

"Namun (cerdas) kemasan menjual 3 tokoh tersebut. Ini Rhoma effect juga sepertinya?" tuturnya.

4. SBY Effect
Partai Demokrat meraih suara di kisaran 10 persen di posisi ke empat setelah Gerindra. Menarik, partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini sebelumnya divonis lembaga-lembaga survei akan makin terpuruk mengingat berbagai kasus korupsi yang silih berganti menerpa para elitnya. Hingga sang ketua umum Demokrat ketika itu, Anas Urbaningrum pun tak lepas dari jeratan KPK.

Kasus korupsi yang menerpa daya tahan Partai Demokrat itu selama lebih dari setahun bahkan berdampak pada keutuhan dan soliditas internal. Angkanya, Demokrat diduga meraih suara 6-7 persen.

Namun hasil quick count lembaga survei hari ini menunjukkan hal sebaliknya. Partai berlambang bintang mercy itu masih mampu bertahan di peringkat keempat setelah Gerindra yang meraih suara di atas 10 persen.

Daya tahan Demokrat ini karena masih kuatnya kharisma SBY sebagai patron klien Partai Demokrat.

Tidak ada komentar: