BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 15 April 2014

Diyat Sudah Dibayar Pemerintah, Satinah Segera Bebas

Oleh : DESK INFORMASI

Pemerintah meyakini Satinah binti Jumadi Ahmad (40 tahun), tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Dusun Mruten Wetan RT 02 RW 03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang terancam eksekusi mati karena kasus pembunuhan atas Nurah binti Muhammad Al Gharib, akan segera bebas menyusul telah dibayarnya uang diyat(pemaafan) sebesar 7 juta riyal atau setara dengan Rp 25 miliar kepada keluarga Nurah binti Muhammad Al Ghari.
"Yakinkanlah kepada saya bahwa eksekusi tidak akan dilakukan karena memang mereka (keluarga korban) sudah menerima angka itu, dan sudah ada jaminan dari kehakiman. Dalam satu bulan ini sudah ada penyelesaian sebaik-baiknya," kata Utusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Mahfud Basyuni, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (15/4).
Maftuh yang menjadi Ketua Tim Lobi pembebasan Satinah mengatakan, pemerintah dan pihak keluarga yang menjadi korban pembunuhan oleh Satinah menyepakati diyat sebesar 7 juta riyal atau setara dengan Rp 25 miliar sebagai syarat pemaafan atas tindakan yang dilakukan Satinah.
Menko Polhukam Djoko Suyanto menjelaskan, uang diyat 7 juta riyal itu masih berada di lembaga kehakiman Arab Saudi. Sebab, keluarga korban tengah merundingkan pembagian uang diat tersebut kepada 7 anggota keluarga lainnya.

"Sekarang sudah ada 7 juta riyal di Saudi Arabia. Di antara para keluarga ada 7 pokok keluarga, pembagian 7 juta riyal. Mereka minta proses itu dalam 1-2 bulan ke depan. Sekarang bagaimana internal mereka selesaikan pembagian di antara mereka itu," terang Menkopolhukam Djoko Suyanto yang mendampingi Maftuh Basuni.
Maftuh Basuni menjelaskan, Tim lobi kasus TKI Satinah yang ke Arab Saudi kini telah kembali pulang ke Indonesia. Mereka telah berupaya melakukan lobi kepada keluarga korban yang dibunuh Satinah untuk deal pembayaran diat untuk mengejar batas waktu penyerahan uang tebusan 3 April 2014.
Maftuh Basyuni, bersama tim satgas yang terdiri dari perwakilan beberapa instansi terkait, antara lain Kemenlu dan Kemenakertrans,  membawa uang tebusan  5 juta riyal atau sekitar Rp 15 miliar guna menyelamatkan Satinah dari hukuman pancung. Uang tebusan tersebut, masih kurang 2 juta riyal dari permintaan keluarga, yakni 7,5 juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar. Namun melalui hasil perundingan yang alot memakan waktu 12 hari itu disepakati diat menjadi 7 juta real.
Alot
Menko Polhukam Djoko Suyanto menjelaskan, perundingan dengan pihak keluarga korban yaitu keluarga Nurah binti Muhammad Al Gharib berjalan alot karena antara lain adanya pemberitaan yang menyinggung keluarga korban, sehingga tidak mau deal pembayaran diat yang semula mencatok 15 juta real atau setara dengan Rp 25 miliar.

"Saya tidak menyalahkan media, memuat apa yang berkembang di masyarakat. Tapi ternyata kontraproduktif dengan apa yang dilakukan Pak Mahfud dan keluarga korban," ujar Djoko.
Bahkan, Presiden SBY sempat kembali berkirim surat kepada keluarga korban. Dan tim lobi dibantu oleh lembaga pemaafan dan juga majelis kehakiman serta tokoh-tokoh di Arab Saudi. Hasilnya keluarga korban mau menerima deal diat tersebut. (Humas Menko Polhukam/WID/ES)

Tidak ada komentar: