BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 13 November 2014

Pengalihan Subsidi BBM Mesti Menjamin Daya Beli Rakyat

Laporan: Samrut Lellolsima

RMOL. Dewan Perwakilan Rakyat RI tidak akan mempermasalahkan rencana pemerintah mengalihkan subsidi dari bahan bakar minyak (BBM). Catatannya, pengalihan subsidi diarahkan kepada program-program peduli rakyat miskin.

"Kita dipilih oleh rakyat dan harus memastikan kebijakan itu menguntungkan rakyat," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya W. Yudha, kepada wartawan, kemarin malam.

Diterangkannya bahwa saat ini terdapat 1,2 juta penduduk miskin dan hampir miskin di Indonesia. Pemerintah wajib menjaga daya beli mereka akibat pengalihan subsidi BBM tersebut.

Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Andalas, Prof. DR. Elfindri, menilai tepat rencana  pemerintah mengalihkan subsidi BBM kepada pembangunan infrastruktur di Indonesia. 

"Artinya infrastruktur bisa dibangun dibiayai dengan perubahan kompensasi," terangnya.

Elfindri mengaku pernah mengusulkan pengurangan subsidi BBM kepada pemerintah pada 2011 lalu, dan mengalihkannya kepada pertumbuhan infrastruktur di Tanah Air. Artinya, secara bertahap subsidi BBM perlu segera dikurangi, misalnya dari Rp 60 triliun menjadi Rp40 triliun pada tahun berikutnya dan kemudian dikurangi lagi menuju titik nol.

"Selama ini subsidi BBM dalam realisasi tidak tepat sasaran, dibakar di jalan begitu saja. Tak ada manfaat positif buat rakyat. Penikmat BBM bersubsidi 70 persen-nya adalah masyarakat kategori mampu secara ekonomi," jelasnya.

Persoalan muncul ketika subsidi terhadap harga tersebut memicu disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi yang cukup melebar.

Anggaran seluruh subsidi dalam APBN 2015 sebesar Rp 433 triliun. Khusus untuk subsidi energi menhabiskan Rp 344,7 triliun yang terdiri dari subsidi BBM Rp 276 triliun dan subsidi listrik Rp 68,68 triliun.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menilai secara umum kondisi makro ekonomi Indonesia masih dalam dalam kondisi dilematis karena secara fundamental masih kurang kuat. Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengaku bahwa BI telah menyarankan kepada pemerintah segera mengurangi subsidi BBM sebagai upaya untuk membenahi kondisi fundamental ekonomi ke depan.

Salah satu penyebab defisit adalah besarnya impor BBM yang telah berlangsung. Per bulannya tercatat impor BBM hingga US$ 4 miliar. [ald]

Tidak ada komentar: