Bandung (ANTARA
News) - Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan menyatakan saat ini
terjadi penyimpangan pelaksanaan terhadap dasar maupun substansi UUD
1945 oleh penyelenggara negara.
Sebagai pembicara kunci dalam simposium nasional "Satu Dasawarsa
Perubahan UUD 1945: Indonesia Menuju Negara Konstitusional?" di
Universitas Padjadjaran, Bandung, Rabu, Bagir menyatakan penyelenggara
negara secara sadar atau tidak sadar tidak berjalan sesuai dengan dasar
negara dan bahkan substansi UUD 1945.
"Kehadiran sistem koalisi ditambah ketiadaan `individual platform`,
apalagi `common platform` merupakan sumber berbagai keganjilan, seperti
kebijakan impor garam, impor ikan, impor kedelai, atau impor
buah-buahan. Belum lagi kehancuran pedagang tradisional akibat
membanjirnya pasar-pasar modern. Semua itu sangat menguatkan pendapat
telah terjadi penyimpangan terhadap dasar-dasar maupun substansi UUD
1945," tuturnya.
Bagir yang sekarang menjabat Ketua Dewan Pers itu menyatakan
penyimpangan terhadap UUD 1945 terjadi di bidang ekonomi dan politik.
Di bidang ekonomi, kata dia, asas usaha bersama tidak dijadikan
dasar sehingga kesejahteraan umum dan keadilan sosial tidak terwujud di
tengah pertumbuhan ekonomi yang dipuja seperti masa orde baru.
"Tidak pernah ada penjelasan keterkaitan pertumbuhan tinggi itu
dengan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Yang nampak adalah yang
miskin tetap miskin, bahkan semakin miskin. Sebaliknya, yang kaya
semakin kaya," ujarnya.
UUD 1945 jelas menolak segala bentuk liberalisme, menurut Bagir.
Namun
kenyataannya, ia mengatakan besarnya investasi dan tingginya
pertumbuhan tanpa terkait dengan kesejahteraan umum seperti yang terjadi
di Indonesia saat ini adalah ciri nyata paham liberalisme,
individualisme, dan kapitalisme.
"Saat ini dasar berdikari dipandang sebagai sesuatu yang tidak masuk
akal. Indonesia bukan saja membutuhkan kerjasama dengan luar, tetapi
sangat memerlukan pertolongan asing. Salah satu ukuran keberhasilan
adalah besarnya investasi tanpa menghiraukan relevansinya dengan
peningkatan kesejahteraan umum dan keadilan sosial," tuturnya.
Sedangkan penyimpangan UUD 1945 di bidang politik yang disoroti oleh
Bagir Manan terutama terlihat dalam sistem pemerintahan koalisi
sedangkan konstitusi mengamanatkan sistem eksekutif tunggal.
"Pemerintahan koalisi dianggap sebagai suatu kemestian meskipun
bertentangan dengan kehendak UUD 1945, untuk menghadapi kemungkinan
rongrongan DPR yang dikuatkan oleh perubahan UUD 1945," ujarnya.
Menurut dia, penyimpangan tersebut disebabkan oleh adanya
kontradiksi antara sistem pemerintahan dengan sistem kepartaian dan
sistem pemilihan umum.
Bagir menyatakan tidak pernah ada konstitusi yang sempurna di dunia.
Penyempurnaan, menurut dia, harus dilakukan oleh penyelenggara negara
yang didukung warga negara untuk mengaktualisasikan UUD sebagai
konstitusi yang hidup.
Karena itu Bagir mengatakan amandemen kelima UUD 1945 sebenarnya
tidak terlalu penting dilakukan saat ini. Hal utama yang perlu
dilakukan, lanjut dia, adalah memperbaiki aturan main berupa
undang-undang di bawah UUD serta tingkah laku politik para penyelenggara
negara.
"Tingkah laku politik dan aturan main harus dirombak. Sulitnya,
merombak aturan main itu yang berwenang merombaknya adalah mereka yang
sedang menikmati permainan," demikian Bagir.
(D013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar