Nur Khafifah - detikNews
Jakarta
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) baru saja memberikan grasi bagi
memberikan grasi kepada dua terpidana narkoba yaitu Deni Setia Maharwa
dan Meirika Franola dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Namun langkah SBY ini bukanlah obral grasi karena angkanya sangat kecil.
"Artinya kalau dibilang ada obral grasi, ini tidak benar karena angkanya sangat kecil," ujar Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim.
Hal itu disampaikan dia dalam dalam diskusi bulanan di Kemenkumham, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (18/10/2012).
Ifdhal
kemudian menyodorkan data dari 128 permohonan grasi, yang dikabulkan
oleh Presiden hanya 19. Dari 19 tersebut, 10 di antaranya narapidana
anak, 1 penderita tuna netra dan 8 orang dewasa. Dan dari 8 orang dewasa
tersebut 5 orang adalah WNI sedangkan 3 di antaranya merupakan WNA.
"Karena itu menurut saya kita harus menempatkan pemberian grasi dalam perspektif hak-hak narapidana," imbuhnya.
Menurutnya,
hukuman mati tidak lagi sejalan dengan filosofi dasar negara. Presiden
sebagai kepala negara harus menunjukkan filosofi kenegaraan tercermin
dalam praktek kehidupan bangsa.
"Sudah saatnya Presiden menunjukkan kalau kita memang berpegang teguh pada kemanusiaan yang adil dan beradab," tambah Ifdhal.
Hal
ini juga termasuk dalam konteks hubungan dengan luar negeri seperti
ketika Indonesia berupaya menyelamatkan TKI dari ancaman hukuman mati di
negara lain. "Kalau kita mengadvokasi hukuman mati di luar negeri, maka
di dalam negeri pun sudah seharusnya demikian," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar