Romahurmuziy
memaparkan, pada 2000 dan era-era sebelumnya, pendapatan utama APBN dan
pembelanjaan Indonesia berasal dari sektor minyak dan gas. Kemudian,
setelah tahun 2000, proporsi itu berubah karena pajak menjadi semakin
besar perannya. "Bayangkan 70 persen belanja negara ditopang oleh
pajak," kata dia.
Dari sisi kuantitas, jelas kontribusi pajak ini menunjukan manfaat yang nyata. Namun ada sejumlah hal yang harus menjadi catatan Ditjen Pajak.
Menurut Romahurmuziy, dalam beberapa kasus yang memang perlu peningkatan yang selama sepuluh tahun ini adalah rasio pajak. "Karena tax ratio kita yang paling tinggi adalah 12,2 persen dan terjadi pada 2012," katanya.
Bahwa
ada hitungan tambahan rasio fiskal yang merupakan kontribusi dari
pemerintah daerah, ternyata itu masih di bawah pendapatan atau rasio
pajak yang dicapai beberapa negara tetangga, terutama Malaysia.
"Untuk
itu dibutuhkan ekstensifikasi, bukan hanya sekedar intensifikasi
perpajakan nasional, tetapi juga peningkatan integritas aparatur pajak.
Perlu terus dibenahi," kata politisi yang akrab disapa Rommy ini.
Rommy menjamin bahwa banyak pihak, termasuk partainya, Partai Persatuan Pembangunan, memberikan apresiasi kepada sistem reward and punisment (penghargaan dan sanksi) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
"Tapi
dalam dalam berbagai kasus yang muncul, toh moral hazard itu ada,"
sambungnya. Oleh karena itu, Ditjen Pajak tidak bisa menutup mata dari
kekurangan ini.
Persoalan moralitas integritas
aparatur pajak disebutnya harus betul-betul dinomorsatukan oleh lembaga
ini agar tidak mencederai lagi integritas kelembagaan sehingga masyarakat lebih rela lagi dalam mendisclosure keuangan untuk perpajakan, terutama sektor usaha.
Catatan
lainnya, kongkalikong pada sektor perpajakan merupakan bukan hal baru
karena salah satu sektor yang rawan penyimpangan di Indonesia adalah
memang perpajakan.
"Jadi kongkalikong yang
terjadi akibat interaksi antara oknum aparat dengan oknum pengusaha atau
pengusaha hitam, harus kembali dikaji kembali. Self-assement yang
selama ini dilakukan perlu dievaluasi untuk meminimalkan kongkalikong
ini.
"Pesan saya ke Ditjen Pajak adalah
tingkatkan tax ratio, benahi intergritas aparat pajak dan last not but
least adalah ciptakan wajah yang ramah dalam pelayakan perpajakan agar
masyarakat merasa dimudahkan," kata Rommy.
Dia
sendiri menilai dari hari ke hari membayar pajak menjadi jauh lebih
mudah dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. "Kalau kita lihat
tentang Kring Pajak, info tentang cara pengisian, kemudahan pengisian
SPT atau form lainnya, jauh lebih informatif sekarang," katanya.
Kendati
begitu Rommy merasa Ditjen Pajak, pada tempo tertentu, kembali
menghadirkan sunset policy karena kebijakan ini dinilainya memang
positif. "Ini bisa meningkatkan ekstensifikasi perpajakan kita,"
klaimnya.
Satu hal lagi yang diapresiasi oleh Romahurmuziy adalah sistem pelaporan kasus (whistleblowing system).
Rommy menganggap sistem ini sangat efektif, murah dan tepat dalam meminimalkan kongkalikong dan praktik-praktik tidak benar dalam pengelolaan pajak.
"Ini perlu dibuat tapi jangan membuat praktik perpajakan kita menjadi terintimidasi dalam menjalankan tugasnya," katanya.
Menurut
dia, inspektorat harus tetap bekerja dan tegas terhadap penyimpangan
yang terjadi. Dia tetap menjadi aparatur utama, bukan sistem
whisleblowing yang dibakukan karena ini disebutnya tidak membangun
budaya kerja yang baik. "Pada instansi pemerintahan, itu kan tugas
inspektorat.
Yang utama adalah membenahi jalannya instansi yang digeluti," tutup Romahurmuziy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar