VIVAnews - Proyek pusat olahraga di Hambalang, Bogor,
senilai Rp1,2 triliun berbuntut panjang dan membelit petinggi-petinggi
Partai Demokrat. Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut nilai Rp1,2
triliun hanya untuk proyek konstruksinya. Nilai total sampai proyek
pengadaan barang mencapai Rp2,5 triliun.
Proyek yang bernaung di
bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga itu pun disebut multiyears atau
tahun jamak. Apa sebenarnya definisi dan syarat proyek-proyek negara
yang dikategorikan multiyears? Apakah proyek ini memerlukan ekstra pengawasan?
Menurut Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso,
pembangunan proyek pemerintah yang tidak mungkin diselesaikan dalam
jangka waktu satu tahun dimungkinkan untuk dianggarkan secara
multiyears. Misalnya untuk selama tiga tahun anggaran.
"Kebutuhan
penganggaran multiyears seperti ini didasarkan pada kajian kebutuhan
yang dilakukan kementerian atau lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya
diajukan untuk mendapatkan persetujuan," kata Agus kepada VIVAnews.
Tujuan adanya penganggaran multiyears, lanjut
Agus, selain untuk efisiensi prosedur juga untuk memastikan
kelangsungan proyek. Sehingga pasti bisa diselesaikan. Khususnya terkait
dengan kontrak dengan vendor yang sama tanpa perlu proses persetujuan
lagi.
"Ada beberapa simpul kerawanan dalam proyek multiyears yang harus mendapat perhatian dan pengawasan para pimpinan. Antara lain kerawanan pada penggelembungan nilai pekerjaan (owner estimation).
Dan mengatur-atur penunjukan langsung dengan cara KKN," jelas pria yang
juga pemilik peternakan kambing di kawasan Gadog, Bogor ini.
Untuk
meminimalisir kerawanan itu, kata Agus, paling tidak ada 3 aspek
penting yang harus dilaksanakan para atasan. Pertama, memastikan bahwa
prosedur yang telah ditetapkan dapat diikuti dengan baik. "Mulai dari
tahap perencanaan proyek, lelang, sampai pada serah terima pekerjaan,
sebagaimana diatur dalam Perpres no 80 thn 2008 sebagaimana telah
diubah. Terakhir dengna Perpres no 70 thn 2012," ujar Agus.
Kedua,
para atasan dan pimpinan mengawasi secara efektif. Mulai dari waskat
atasan, laporan kemajuan proyek, dan audit. Sehingga penyimpangan,
ketidaksesuaian mutu, dan keterlambatan proyek bisa diketahui di setiap
tahapan sejak dini. "Dan bisa segera diambil corrective action yang tepat waktu dan tepat sasaran," kata mantan Deputi Direktur Hukum Bank Indonesia ini.
Ketiga,
setelah aturan dan prosedur diikuti dan sistem pengawasan efektif
dilakukan, maka yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menjaga dan
memelihara integritas diri para pelaksana yang terlibat dalam setiap
tahapan proyek.
Hanya dengan integritas yang baik, maka Agus
yakin, KKN bisa diberantas. "Kita harus bangga menjadi aparat yang
berintegritas, dan harus malu dicap sebagai aparat yang korup," ujar
Agus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar