Semarang (ANTARA
News) - Hakim ad hoc nonaktif Pengadilan Tipikor Pontianak Heru
Kisbandono yang menjadi terdakwa kasus suap terkait penanganan korupsi
APBD Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, dijatuhi hukuman pidana enam tahun
penjara oleh majelis hakim.
Dalam sidang yang berlangsung di
Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin, majelis hakim juga
menjatuhkan denda Rp200 juta subsider empat bulan penjara.
Menurut
majelis hakim yang terdiri atas Jhon Halaan Butarbutar, Winarto, dan
Agus Prijadi, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
"Perbuatan terdakwa tersebut melanggar Pasal 12 ayat 1 (c)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dengan UU RI Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31/1999 junto Pasal 55
ayat 1 KUH Pidana," kata John.
Pertimbangan majelis hakim yang memberatkan terdakwa adalah
terdakwa berprofesi sebagai hakim Pengadilan Tipikor Pontianak dan
perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan program pemerintah dalam
memberantas korupsi.
Hal yang meringankan terdakwa menurut majelis hakim adalah terdakwa mengungkap peran hakim yang melakukan korupsi.
Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan tim
penasihat hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis
hakim tersebut.
Vonis majelis hakim itu lebih ringan empat tahun dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum pada sidang sebelumnya.
Ditemui usai persidangan, terdakwa Heru yang mengenakan kemeja
batik merah tidak bersedia menjawab pertanyaan sejumlah wartawan terkait
vonis yang diterimanya.
Fajar Tri Nugroho selaku penasihat hukum terdakwa berpendapat bahwa
Pasal 12 (c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang digunakan majelis
hakim itu tidak relevan.
"Seharusnya klien kami dikenakan Pasal 11 karena bukan sebagai hakim yang berperkara melainkan hanya terlibat," ujarnya.
Pada 17 Agustus 2012 pukul 10.00 WIB, tim KPK melakukan Operasi
Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua orang hakim "ad hoc" Pengadilan
Tipikor di Semarang.
Kedua hakim tersebut adalah KM (Kartini Marpaung) yang merupakan
hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang dan HK (Heru Kisbandono), hakim
ad hoc pengadilan Tipikor Pontianak, keduanya adalah mantan pengacara.
Selain dua hakim, KPK juga menangkap SD (Sri Dartuti) yang
merupakan adik kandung M Yaeni di tempat terpisah dan diduga menjadi
penghubung dengan orang yang perkaranya sedang diperiksa di Pengadilan
Tipikor Semarang.
Sri Dartuti dijatuhi hukuman pidana selama empat tahun penjara dan
denda sebesar Rp150 juta subsider tiga bulan penjara oleh majelis hakim
Pengadilan Tipikor Semarang.
Sementara itu, terdakwa Kartini Marpaung masih dalam proses
persidangan dan dituntut hukuman selama 15 tahun penjara serta denda
sebesar Rp750 juta subsider lima bulan penjara oleh jaksa penuntut umum
KPK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar