Ferdinan - detikNews
Jakarta - Pengacara General Manager Sumatera Light
South (SLS) PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Bachtiar Abdul Fatah,
menyesalkan upaya jemput paksa penyidik. Maqdir Ismail menyebut jemput
paksa melanggar hukum karena status tersangka Bahctiar dinyatakan tidak
sah dalam putusan pra peradilan.
"Penetapan Bachtiar sebagai
tersangka tidak sah. Jadi jemput paksa sebagai tersangka tidak sah dan
itu pelanggaran hukum," kata Maqdir Ismail saat dihubungi, Sabtu
(18/5/2013).
Kejaksaan seharusnya menghormati putusan pra
peradilan. Lagipula banding yang diajukan kejaksaan ditolak Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) karena tidak sesuai aturan hukum.
"Bahkan menurut putusan MK, banding terhadap pra peradilan tidak ada,"
tutur Maqdir.
Meski keberatan dengan langkah Kejaksaan, pihak
Chevron akan tetap mengikuti proses persidangan Bachtiar. "Kami harus
berjuang di pengadilan. Tapi ini juga akan kami laporkan ke Komnas HAM
ini buat kami pelanggaran HAM yang dilakukan kejaksaan," terang dia.
Bachtiar
ditahan di Rutan Cipinang, Jaktim setelah dijemput paksa penyidik
Kejaksaan kemarin (17/5). Bachtiar yang ditetapkan sebagai tersangka
proyek bioremediasi Chevron ini dijemput paksa karena mangkir dari
panggilan jaksa.
Maqdir menegaskan tidak ada tindak pidana
korupsi dalam proyek bioremediasi Chevron yang dikerjakan PT Green
Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya.
"Majelis hakim mengabaikan
keterangan saksi dari Kementerian Lingkungan Hidup, padahal Kemen LH
yang punya kewenangan menentuan salah atau tidaknya kegiatan
lingkungan," ujar Maqdir.
Begitu juga dengan kerugian negara, Maqdir menyebutnya nihil. Proyek bioremediasi kata dia tidak dibiayai negara.
"Pemerintah
sudah mengambil haknya Chevron, yang mestinya diterima Chevron akhirnya
ditahan. Jadi kalau bicara kerugian itu pasti tidak ada," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar