INILAH.COM, Jakarta - Kejaksaan Agung harusnya bekerjasama
dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam menyidik kasus korupsi
bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) agar proses hukum kasus
ini dilakukan secara benar.
"Dakwaan sudah teknis, yakni
sudah masuk teknis ke domainnya KLH, sehingga ini saya pertanyakan.
Dulu ada kerja sama KLH, Polri, dan Kejagung. Artinya dalam menetapkan
dakwaan harus minta petimbangan. Artinya gabungan penyidikan," kata
Asisten Deputi Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH), Wirjono Koesmoedjihardjo dalam sebuah diskusi, Sabtu
(29/6/2013)
Dalam diskusi yang diadakan oleh IKA ITS, Wirjono
menerangkan, hal itu harus dilakukan penyidik Kejaksaan Agung mengingat
dalam UU Lingkungan Hidup mengaturnya agar tidak terjadi kesalahan
proses hukum, karena ada sejumlah ketentuan teknis yang tidak semua
penyidik memahaminya.
"Sesuai dengan UU kami, bahwa kalau ada
pelanggaran lingkungan, itu ada gabungan penyidikan, diatur dalam bab
penyidikan. Kemudian, alat bukti itu hasil dari penyidikan dan
diserahkan ke jaksa penuntut," paparnya.
Namun, imbuh dia, karena
saat ini sudah ada putusan yang kontroversial, maka setelah ada putusan
tersebut, yakni terhadap Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI),
Ricksy Prematuri, dan Direktur PT Sumigita Jaya, Herlan bin Ompu, hal
itu langsung disikapi Sekretaris Kabinet (Setkab).
"Begitu ada
putusan CPI, yakni PT GPI dan Sumigita, langsung Setkab memanggil semua,
jadi sebelum ini tidak ada putusan yang sampai Setkab turut campur,
karena ada hal di luar kebiasaan," tuturnya.
Kemudian, ucap
Wirjono, ada dua kali pertemuan untuk membahas kasus tersebut. Pertemuan
pertama melibatkan PT CPI, sedangkan pada pertemuan kedua, yakni antara
Kejaksaan Agung dan Badan Pengawsan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
yang merupakan satu tim dengan KLH, Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi (SKK Migas).
Pada pertemuan itu, Mensetkab, Dipo Alam
meminta klarifikasi terhadap Jaksa Agung Basrief Arief, alasan
menjadikan Edison Efendi sebagai saksi kasus bioremediasi. Basrief
menjawab, bahwa Kejaksaan Agung telah memilih dan menseleksi dari
berbagai universitas, kemudian terpilihlah Edison dari Universitas
Trisaksi (Usakti) serta dua orang saksi lainnya yang di antaranya asal
Malang.
Jawaban itu mengagetkan Dipo. Kemudian karena Dipo
alumnus Universitas Indonesia yang kebetulan ada juga alumnus dari
kampusnya yang menjadi terdakwa dalam kasus bioremediasi tersebut,
kemudian menanyakan alasan Kejaksaan Agung tidak mengambil saksi dari
Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) yang juga mempunyai pakar
bioremediasi.
"Dijawab jaksa agung, kami tidak lihat dari siapa
pengadu, tapi melihat dari subtansi," ucap Wirjono menirukan jawaban
Basrief Arief.
Selain kontroversinya saksi ahli Edison Efendi
yang disinyalir pernah kalah tender dalam memperebutkan proyek tersebut,
ujar Wirjono, pernyataan BPKP juga sangat membingungkan dengan menyebut
ada dugaan kerugiaan negara atas proyek bioremediasi tersebut.
Pernyataan
BPKP tersebut sangat bertentangan dengan hasil audit Badan Pemerisa
Keuangan (BPK) periode 2003-2012 yang tidak menemukan adanya
penyimpangan.
"Apa iya hasil audit berkala bisa dipatahkan secara
sesaat. Saat ini BPKP kelabakan dan minta data ke KLH. Saat itu Bu
Neli, Deputi kami, sampaikan untuk yakinkan audien peserta rapat, bahwa
perizinan CPI tidak ada masalah. Bu Neli juga jelaskan, proses izin
adalah perpanjangan," bebernya.
Menurutnya, Neli saat itu juga
menerangkan, kalau itu perpanjangan, maka tidak diperlukan proses baru
untuk mengurus izin tersebut. "Kami hanya lihat, apakah
ketentuan-ketentuan itu sudah dilaksanakan, dan apakah teknologinya ini
bisa digunakan yang salahsatunya penurunan TPH?" ujarnya.
Selain
itu, apakah teknolgi yang digunakan tersebut tidak menjadi masalah bagi
lingkungan? "Itu kunci. Selain itu, ada syarat yang belum dipenuhi
karena ada aturan kebijakan ketentuan baru, yakni setiap kegiatan harus
dilengkapi dokumen lingkingan, sehingha kenapa saat perpanjangan itu
proses agak lama," paparnya. [ton]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar