Moksa Hutasoit - detikNews
Jakarta - Kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI masih
berada di tahap penyelidikan KPK, belum ada tersangka yang ditetapkan.
Ini sejumlah motif di belakang penerbitan SKL yang menjadi fokus
pengusutan KPK.
"Setahu saya ini problemnya dua tahun setelah KPK
muncul. Ada laporan tentang SKL, itu bisa berbagai pola masalahnya,"
kata Komisioner KPK Bambang Widjojanto di Kantornya, Jalan HR Rasuna
Said, Jakarta Selatan, Kamis (8/1/2015).
Pola pertama, kata dia,
ada SKL yang diterbitkan dengan proses dan jaminan yang betul-betul
jaminan yang diberikan untuk SKL sesuai dengan fakta. "Kemudian, bisa
juga ada potensi jaminan itu tak sesuai yang dijaminkan," papar Bambang.
Berikutnya
adalah adanya jaminan aset yang diberikan sebagai pembayar utang. Namun
asetnya dinyatakan belum cukup lengkap dan ketidaklengkapan itu
diketahui dan tetap saja diberikan SKL.
"Terakhir, bisa juga SKL ini akan diberikan, tapi pelaksanaanya tidak sesuai," sambungnya lagi.
Pola-pola
inilah yang menjadi rujukan KPK. Namun dari banyaknya pihak yang sudah
diperiksa, Bambang menolak ke arah mana kira-kira pola yang paling
potensial terjadinya pelanggaran.
"Ini yang sedang didalami.
Karena ini sudah lama, kami melakukannya dengan berpegang pada prinsip
yang prudential," ujar Bambang.
Ekspose perkara BLBI di KPK terakhir kali digelar sekitar bulan lalu.
Saat itu pimpinan KPK ingin mengetahui sejauh mana perkembangan
penyelidikan perkara ini. Dia menyiratkan masih ada lagi sejumlah pihak
yang bakal dipanggil penyelidik untuk dimintai keterangan.
Sama
seperti Bank Century, Bambang tegas membantah KPK dianggap
mengkriminalisasikan sebuah kebijakan. Kasus Century, lanjut Bambang,
menjadi bukti sebuah kebijakan jadi instrumen untuk terjadinya
pelanggaran.
"Sama kayak Century. Kami ingin buktikan, kebijakan
itu jadi sarana untuk lakukan kejahatan. Ini harus lakukan pendalaman
yang cukup dan pemeriksaan yang hati-hati,” tandasnya.
Pada tahun
1998 saat terjadi krisis moneter, BI memutuskan mengucurkan bantuan
likuiditas kepada 48 bank senilai Rp 147,7 triliun. Pemerintah kemudian
menerbitkan SKL kepada beberapa obligor, padahal kewajiban hutang mereka
belum terpenuhi.
Berdasarkan hasil audit BPK, dalam kasus BLBI
ini negara merugi sebesar Rp 138,4 triliun. BPK menyatakan, penggunaan
dana Rp 138,4 triliun itu tak jelas ke mana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar