Jpnn
SURABAYA – Proses identifikasi jenazah penumpang AirAsia QZ8501 mendapat atensi Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Dia meninjau langsung proses identifikasi
di RS Bhayangkara kemarin (3/1). Nila datang pukul 11.30. Setiba di
rumah sakit, Nila langsung masuk ke ruang pemeriksaan post mortem.
Setelah itu, dia menuju posko keluarga di
Polda Jatim. Saat itu, banyak keluarga yang meminta penjelasan langsung
dari Nila mengenai perkembangan terbaru pencarian. Mereka mengaku
berharap masih ada penumpang yang hidup.
Nila pun menyampaikan duka
sedalam-dalamnya sekaligus menguatkan keluarga agar menghadapi realitas.
Menurut dia, pesawat hingga kini belum ditemukan dalam bentuk utuh. Itu
berarti, besar kemungkinan banyak penumpang masih ada di dalam pesawat
bertipe airbus A 320-200.
Apalagi pintu emergency yang berhasil
ditemukan membuktikan air sudah masuk ke dalam pesawat. ”Coba berpikir
logis. Pintu terbuka, artinya air masuk ke dalam. Dalam kurun wakru yang
cepat pesawat itu juga terjun langsung ke laut. Orang sulit keluar,"
ujarnya.
Menurut Nila Moeloek, pihaknya juga
seorang dokter yang pernah terlibat dalam pemeriksaan forensik. Dia
mengatakan, manusia yang tenggelam membutuhkan oksigen. Masalahnya, di
dalam laut tidak ada oksigen. Bahkan manusia yang terus menyedot air
laut nyawanya bisa melayang.
Belum lagi aliran air begitu deras.
Tingginya mencapai empat meter. Arus bisa membawa pesawat ke jarak yang
jauh. Pergeseran itu membuat penumpang di dalam pesawat sulit ditemukan
dalan kondisi hidup.
Namun, dia mengaku akan terus bekerja
optimal untuk menemukan pesawat itu. Apalagi ada bantuan dari Singapura,
Malaysia, dan Korea Selatan. Negara tersebut juga membantu proses
identifikasi. Misalnya Singapura yang membantu proses pemeriksaan
fingerprint. ”Manusia ada keterbatasan. Mari terus berdoa," ujar Nila.
Menurut dia, RS Bhayangkara dan RS
Imanudin akan memaksimalkan usaha identifikasi. Namun proses itu memang
tidak bisa cepat. Sebab, kondisi jasad saat ditemukan sangat
berpengaruh. Dia berharap jenazah segera ditemukan. Yakni agar organ
tidak rusak. Sebab, jasad yang berada di dalam air akan menggelembung.
Kulit pun rusak.
Nila mengatakan, baju yang masih melekat
pada jenazah juga bisa membantu identifikasi awal. Kondisi jasad dibuat
sepersis mungkin saat ditemukan. Nila tidak menolerasi adanya kesalahan
yang bisa berdampak besar..
Sementara itu, Ahli Forensik FK UI Prof
Budi Sampurna menambahkan, salah satu penyebab proses identifikasi
membutuhkan waktu lama adalah lantaran tes DNA. Lalu, pemeriksaan fisik
jenazah yang kulitnya sudah lepas dan bekas jaringannya hilang. Proses
identifikasi juga harus membandingkan data sewaktu masih hidup dengan
yang dijenazah. ”Banyak item yang diperiksa. Banyak langkah,” ujarnya.
Menurut Budi, langkah dimulai dari tanda
di tubuh hingga properti. Langkah selanjutnya berturut-turut mulai dari
sidik jari, data gigi, dan pengambilan bahan untuk DNA. Pemeriksaan bisa
berlangsung cepat jika jenazah dalam kondisi baik. Artinya, kecepatan
penemuan jenazah sangat berpengaruh.
Budi mengatakan, sidik jari pada jenazah
yang ditemukan lebih awal bisa mudah diidentifikasi. Sementara itu, gigi
bergantung pada data yang dimiliki keluarga. Yang paling bagus, ada
gambarnya dari dokter gigi atau hasil foto ronsen.
Sebab, organ yang bisa bertahan lama hanya
gigi. Lalu, DNA dari keturunan vertikal. Sampel DNA bisa bertahan 100
tahun. ”Kalau meninggalnya sudah tiga hari ke atas, harus pakai cara
lebih canggih. Misalnya gigi. Makin lama lagi harus pakai DNA.
Mudah-mudahan penemuan jenazah cepat,” ucapnya.
Lama proses identifikasi ternyata tidak
sama. Budi menuturkan, pada kasus Bom Bali, identifikasi membutuhkan
waktu dua bulan. Untuk kasus jatuhnya pesawat Sukhoi, hanya perlu waktu
sepekan.
Menurut Budi, sebenarnya pemeriksaan tidak
membutuhkan waktu lama. Bisa sekitar dua hari saja. Namun, proses
analisis lah yang membuat identifikasi terkesan memakan waktu.
Karena itu, sebanyak apapun jumlah jenazah
harus langsung diserahkan rumah sakit. Tujuannya, identifikasi bisa
segera dilakukan. Budi mengaku identifikasi masih terus berjalan. Tidak
jarang, Tim DVI meminta tambahan data dari keluarga.
Selain itu, dari 30 jenazah yang
diidentifikasi, satu di antaranya menjalani otopsi. Hal itu dilakukan
untuk mengetahui penyebab kematian. Misalnya apakah saat kematian ada
trauma. Kemudian, kapan trauma terjadi. Apakah sebelum, saat, atau
sesudah pesawat jatuh. ”Tidak semua jenazah otopsi. Kalau tubuh sudah
terlanjur terbuka, akan kami periksa. Bisa otopsi karena langsung
dilihat,” imbuh Menkes Nila Moeloek.
Saat ini dia mengaku akan memprioritaskan
identifikasi, bukan otopsi. Nila menyatakan tidak bisa menyampaikan nama
jenazah yang di otopsi. Namun, dia memastikan Kemenkes telah
mengerahkan ahli forensik terbaik dari UI, UGM, dan Unair. Ada juga tim
psikiater dan psikolog untuk memotivasi keluarga. ”Kami tahu perasan
berduka keluarga. Mereka dalam tahap shock. Itu juga kami berusaha
atasi,” ujarnya.
Sementara itu, sesuai aturan, ada beberapa
penumpang lagi yang akan menjalani otopsi. Terutama kru pesawat.
Sebelumnya, tim forensik akan berkonsultasi dengan kepolisian untuk
otopsi. Menurut Budi Sampurno, otopsi tetap penting dilakukan untuk
mengetahui penyebab kematian. ”Paling tidak pilot, co pilot, dan contoh
jenazah penumpang,” ucapnya.
Kabiddokkes Polda Jatim Kombespol Budiyono
menambahkan, otopsi tidak dilakukan pada semua jenazah lantaran adanya
local wisdom. Selain itu, tidak semua keluarga korban mau jenazah
kerabatnya diotopsi.
”Otopsi hanya untuk konteks kepentingan
investigasi. Ada protokolnya. Yang penting identifikasi dulu. Khusus
untuk jenazah warga negara asing, nanti kami koordinasi dengan kedutaan
dan manajemen AirAsia,” tandasnya. (riq/nir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar