Sukma Indah Permana - detikNews
Jakarta - Serpihan-serpihan AirAsia QZ8501 sudah
ditemukan. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kini menunggu
tim SAR menemukan kotak hitam. Dalam kotak hitam yang berwarna oranye
itu, semua informasi penyebab QZ8501 jatuh ke laut bisa dikuak. Seperti
ini penampakan bagian-bagian kotak hitam dan membacanya.
Gambar
di atas adalah model Black Box saat dipertunjukkan di kantor KNKT pada
tahun 2007 lalu. 2 Jenis black box itu adalah Cockpit Voice Recorder
(CVR) dan Flight Data Recorder (FDR).
Keduanya terdiri dari tiga bagian:
1. Kotak yang menghubungkan black box dengan instrumen yang akan direkam.
2. Kotak tempat alat untuk merekam berada seperti kaset, CD, atau chip.
3. Sedangkan yang bundar adalah Underwater Locator Beacon (ULB) yang bisa dilacak sinyalnya apabila pesawat jatuh ke dalam air.
Dalam
model black box seperti gambar di atas, CVR berukuran 30 x 12,5 cm.
Alat ini untuk merekam percakapan pilot, kopilot, pilot dengan ATC,
serta para awak pesawat. Sedangkan yang satunya bernama Flight Data
Recorder (FDR) berukuran lebih panjang, 49 x 12,5 cm. Alat ini merekam
data-data teknis pesawat seperti ketinggian, kecepatan, putaran mesin,
radar, auto pilot dan lain-lain. Ada 5 sampai 300 parameter data
penerbangan yang direkam dalam black box ini.
Durasi perekaman
untuk CVR adalah 30 menit. Maksudnya setiap 30 menit data percakapan
akan terhapus dan diganti dengan yang baru secara otomatis. Sedangkan
FDR mempunyai durasi rekaman hingga 25-30 jam. Artinya setelah 25-30
jam, data akan terhapus dengan sendirinya. CVR dan FDR ini akan hidup
secara otomatis apabila mesin pesawat dihidupkan.
Saat detikcom
berkunjung ke laboratorium KNKT pada tahun 2012 lalu di Jl Medan Merdeka
Timur, Jakarta Pusat, analis black box KNKT Nugroho Budi menjelaskan
CVR memiliki 4 saluran.
Saluran 1 terhubung dengan pengeras suara yang biasa digunakan pramugari kepada penumpang.
Saluran 2 dari kokpit
Saluran 3 dari pilot yang terhubung dengan air traffic controller (ATC)
Saluran 4 merekam seputar kokpit (misalnya mesin yang berisik atau hujan).
Singkatnya CVR adalah perekam yang dihubungkan dengan sistem audio.
"CVR
dan FDR diletakkan di bagian pesawat yang paling aman yaitu di ekor
pesawat. Di ekor karena kalau ada apa-apa dia tidak frontal. Sudah ada
studi bahwa area yang paling aman adalah bagian ekor pesawat," terang
Budi.
Nah, jika black box ini jatuh ke laut, karena ada ULB maka
posisinya bisa terdeteksi. ULB ini merupakan transmitter yang akan
memancarkan gelombang akustik untuk memudahkan pendeteksian.
Black
box sengaja didesain untuk tahan air, tahan benturan, dan tahan panas.
Benda ini bisa tahan air sampai dengan 2 bulan. "Tahan panas bisa sampai
1.000 derajat, tapi dalam waktu terbatas, tidak terus menerus seribu
derajat. Kalau black box rusak itu artinya rusak luarnya. Memorinya
tidak," terang Budi.
Black box yang kondisinya rusak ditemui pada
kondisi black box Sukhoi Superjet 100 yang ditemukan di Gunung Salak
yang ditemukan Kopassus di ketinggian 100 meter. Black box itu ditemukan
pada bagian ekor pesawat, dalam keadaan berwarna hitam gosong karena
terbakar. Namun seperti keterangan Budi, memori atau alat perekam dalam
kotak hitam itu aman.
Kenapa berwarna oranye? Warna itu sudah merupakan standar yang telah
ditetapkan International Civil Aviation Organization (ICAO/Organisasi
Penerbangan Sipil Internasional). Selain itu, warna oranye ngejreng
dimaksudkan agar mencolok mata untuk memudahkan pencarian bila pesawat
mengalami insiden atau kecelakaan di medan atau lokasi sulit.
"Black
box adalah sesuatu yang hitam, diartikan sesuatu yang mengandung
misteri. Kenapa warnanya oranye? Karena itu yang paling mencolok di
mata. Warnanya tidak kamuflase," kata Budi yang ditemui detikcom pada
Selasa (15/5/2012) lalu
Bagaimana Membaca Black Box?
Tidak
sembarang orang bisa mengakses data black box. Bahkan pilot pun tidak
boleh mengaksesnya. Demikian halnya dengan orang KNKT pun tidak boleh
asal.
Data yang diperoleh dari rekaman atau memori black box
lantas ditampilkan dalam bentuk grafik maupun transkrip apabila data
tersebut berupa percakapan. Kemudian data bisa divisualkan dengan
animasi melalui software, yang seperti Insight View. Dengan demikian
bisa diperkirakan posisi pesawat terakhir sebelum kecelakaan.
"Kalau
download datanya paling satu jam. Tapi yang lama adalah analisisnya.
Tidak bisa dipatok karena harus seteliti mungkin. Tergantung kerumitan
pesawat juga, kan pesawat juga macam-macam. Ada yang sederhana, ada yang
modern. Kalau makin modern akan lebih banyak parameter yang direkam dan
harus dibaca. Tapi ada standar pada dasarnya," tutur Budi.
Membaca
kotak hitam ini, bukan tanpa kesulitan. Jenis pesawat yang berbeda-beda
memiliki konfigurasi kotak hitam yang berbeda-beda pula.
"Kesulitannya, karena pesawat itu beda-beda. Dari Boeing, Airbus, beda
konfigurasi. Misal kita analisa punya Boeing, ya kita harus pakai
software dan database Boeing. Jadi kita harus kontak pabrikan Boeing,"
imbuhnya.
Laboratorium KNKT sendiri sudah diresmikan pada 17
Agustus 2009 lalu, bertepatan dengan HUT RI yang ke-64. Saat itu KNKT
masih di bawah Kemenhub yang dipimpin Jusman Syafii Djamal. Dalam
laboratorium ada dua alat baca yang sesuai dengan jenis black box yang
terdiri dari pembaca flight data recorder (FDR) dan pembaca cockpit
voice recorder (CVR).
"Alat ini ada yang beli sendiri dari Kanada
dan ada yang bantuan dan hasil kerjasama dengan Jepang," jelas Nugroho
Budi, investigator dan analis kotak hitam di KNKT kepada detikcom.
Berdasarkan data detikcom,
pembaca FDR didatangkan dari Kanada, sedangkan CVR dibeli di Australia.
Pengadaan alat software itu memakan dana sebesar US$ 250 ribu.
Sementara hardware-nya berasal dari hibah negara Jepang seharga US$
300.000.
"Laboratorium ini kurang lebih sudah membaca sekitar
20-an black box yang kita analisa. Baik cockpit voice recorder maupun
flight data recorder. Baik yang sudah rusak ataupun yang masih bagus
kondisinya," papar Budi pada 2012 lalu.
Untuk peningkatan kapasitas operatornya, imbuh Budi, Australia menjadi tempat pendidikannya.
Sedangkan
untuk pesawat AirAsia QZ8501, Ketua Investigator Prof Dr Mardjono
Siswosuwarno mengatakan black box AirAsia akan dibaca di laboratorium
black box KNKT Indonesia. Menurut dia data yang terekam di CVR bisa
diumumkan ke publik dalam waktu 3 bulan setelah ditemukan.
"Kita
kan sudah punya alatnya, jadi tidak harus dibawa ke Prancis," kata
Mardjono ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (31/12/2014) malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar