SEMARANG, TRIBUNJATENG.COM - Menjadi perwira
polisi memang sudah menjadi cita cita Inspektur Polisi Dua (Ipda) Friska
Nufrida. Perwira polisi remaja yang baru saja dilantik Presiden RI Joko
Widodo (Jokowi) ini pun tak kuasa menahan haru saat dia dan ratusan
rekannya membaca sumpah dipimpin Jokowi di Lapangan Bhayangkara Akpol
Semarang, Kamis (30/7).
Setelah prosesi lempar bunga ke udara, Ipda Friska langsung memeluk erat ibu dan ayahnya, mencium tangan kedua orangtuanya itu. "Jujur saya terharu mas, bahagia," kata Friska kepada Tribun Jateng, kemarin.
Namun ternyata perjuangan Friska menjadi perwira Polri tidak mudah. Tahun 2010, dia sempat mengikuti seleksi Akpol namun dinyatakan tidak lulus.
Kuatnya tekad untuk mengabdi kepada negara dan masyarakat membuat Friska tak patah arang. Di tahun yang sama, Friska kembali mengikuti seleksi penerimaan anggota Brigadir Polri.
"Setelah dinyatakan tidak lulus Akpol, saya daftar bintara (Brigadir Polri), dan tidak lulus lagi. Namun saya tidak patah semangat," katanya.
Tahun berikutnya, Friska kembali mengikuti seleksi penerimaan taruni Akpol dan dinyatakan lulus.
Setelah diambil sumpah dan dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo, perasaan Friska campur aduk. Ada rasa senang, bangga dan sedih.
Setelah prosesi lempar bunga ke udara, Ipda Friska langsung memeluk erat ibu dan ayahnya, mencium tangan kedua orangtuanya itu. "Jujur saya terharu mas, bahagia," kata Friska kepada Tribun Jateng, kemarin.
Namun ternyata perjuangan Friska menjadi perwira Polri tidak mudah. Tahun 2010, dia sempat mengikuti seleksi Akpol namun dinyatakan tidak lulus.
Kuatnya tekad untuk mengabdi kepada negara dan masyarakat membuat Friska tak patah arang. Di tahun yang sama, Friska kembali mengikuti seleksi penerimaan anggota Brigadir Polri.
"Setelah dinyatakan tidak lulus Akpol, saya daftar bintara (Brigadir Polri), dan tidak lulus lagi. Namun saya tidak patah semangat," katanya.
Tahun berikutnya, Friska kembali mengikuti seleksi penerimaan taruni Akpol dan dinyatakan lulus.
Setelah diambil sumpah dan dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo, perasaan Friska campur aduk. Ada rasa senang, bangga dan sedih.
"Sedih karena harus berpisah dengan teman teman, pembina, dan
pengasuh. Selama empat tahun digembleng, susah senang sama-sama dan
harus terpisah untuk melaksanakan tugas. Sedih juga rasanya," kata dara
asal Malang, Jawa Timur ini sembari menyeka air yang membasahi matanya.
"Saya siap ditugaskan dimana saja, harus selalu siap," ujarnya.
Kisah lain diungkapkan oleh lulusan terbaik Akpol. "Mungkin Tuhan sudah merencanakan saya menjadi polisi". Itulah kalimat yang diucapkan oleh Inspektur Polisi Dua (Ipda) Fauzy Pratama.
Peraih lulusan terbaik Akademi Kepolisian 2015 dan penghargaan Adhy Makayasa ini rupanya pernah ditolak oleh berbagai universitas negeri ternama di Indonesia.
Saat lulus kelas tiga SMA Taruna Nusantara, pria berasal dari Desa Cipendei, Subang, Jawa Barat ini bercita-cita ingin menjadi dokter.
"Saya pilihannya ada dua waktu itu, ingin jadi dokter atau sarjana teknik kimia," kata Fauzy, kemarin.
Namun berbekal kemampuan dan peringkat lulusan terbaik dari sekolahnya, Fauzy justru tidak lolos seleksi masuk universitas ternama. Dia mengaku heran lantaran predikat lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara yang disandangnya justru "mental" saat dirinya mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
"Saya mendaftar di UI, UGM, Unpad dan banyak universitas negeri ternama. Ambil kedokteran atau teknik kimia, tapi semuanya gagal. Saya juga heran kenapa," katanya.
Kisah lain diungkapkan oleh lulusan terbaik Akpol. "Mungkin Tuhan sudah merencanakan saya menjadi polisi". Itulah kalimat yang diucapkan oleh Inspektur Polisi Dua (Ipda) Fauzy Pratama.
Peraih lulusan terbaik Akademi Kepolisian 2015 dan penghargaan Adhy Makayasa ini rupanya pernah ditolak oleh berbagai universitas negeri ternama di Indonesia.
Saat lulus kelas tiga SMA Taruna Nusantara, pria berasal dari Desa Cipendei, Subang, Jawa Barat ini bercita-cita ingin menjadi dokter.
"Saya pilihannya ada dua waktu itu, ingin jadi dokter atau sarjana teknik kimia," kata Fauzy, kemarin.
Namun berbekal kemampuan dan peringkat lulusan terbaik dari sekolahnya, Fauzy justru tidak lolos seleksi masuk universitas ternama. Dia mengaku heran lantaran predikat lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara yang disandangnya justru "mental" saat dirinya mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
"Saya mendaftar di UI, UGM, Unpad dan banyak universitas negeri ternama. Ambil kedokteran atau teknik kimia, tapi semuanya gagal. Saya juga heran kenapa," katanya.
Barulah ketika dia mendaftar di Akademi Kepolisian, langkahnya mulus dan langsung dinyatakan lolos seleksi pada tahun 2011 lalu.
"Tuhan sudah rencanakan saya jadi polisi, proses seleksi saya lalui tanpa ada kesulitan dan alhamdulillah saya bisa jadi taruna Akpol tanpa ada praktik KKN sama sekali," katanya.
Fauzy menuturkan, saat duduk di bangku kelas satu SMA Taruna Nusantara, dia sama sekali tidak melirik Polri menjadi tujuan utamanya.
Namun beranjak kelas tiga, dia mulai mengagumi polisi meski belum terbersit sedikitpun keinginan menjadi seorang polisi.
"Awalnya saya kagum, tapi belum kepikiran mau jadi polisi. Saya kagum lihat polisi melayani masyarakat di jalan macet, mengungkap kasus kejahatan. Bagi saya polisi itu pahlawan," katanya.
Lantaran tak diterima jadi dokter atau ahli kimia, Fauzy memantapkan hati untuk mendaftar dan mengikuti seleksi Akpol.
Berbagai persiapan dilakukan Fauzy, mulai dari latihan fisik hingga mengasah kemampuan akademiknya.
"Tuhan sudah rencanakan saya jadi polisi, proses seleksi saya lalui tanpa ada kesulitan dan alhamdulillah saya bisa jadi taruna Akpol tanpa ada praktik KKN sama sekali," katanya.
Fauzy menuturkan, saat duduk di bangku kelas satu SMA Taruna Nusantara, dia sama sekali tidak melirik Polri menjadi tujuan utamanya.
Namun beranjak kelas tiga, dia mulai mengagumi polisi meski belum terbersit sedikitpun keinginan menjadi seorang polisi.
"Awalnya saya kagum, tapi belum kepikiran mau jadi polisi. Saya kagum lihat polisi melayani masyarakat di jalan macet, mengungkap kasus kejahatan. Bagi saya polisi itu pahlawan," katanya.
Lantaran tak diterima jadi dokter atau ahli kimia, Fauzy memantapkan hati untuk mendaftar dan mengikuti seleksi Akpol.
Berbagai persiapan dilakukan Fauzy, mulai dari latihan fisik hingga mengasah kemampuan akademiknya.
"Saya berlatih keras, fisik. Akademik dan pengetahuan umum, serta
psikologi. Semuanya saya latih, dan alhamdulillah saya dinyatakan
lulus," katanya.
Mendapat gelar Adhy Makayasa atau lulusan terbaik dari Akpol sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Fauzy.
Gelar Adhy Makayasa dianggap Fauzy sebagai pecut agar dia bisa lebih belajar banyak tentang organisasi Polri.
"Ke depan saya harus belajar lebih banyak, agar bisa menjalankan tugas melayani masyarakat dengan baik dan membawa organisasi Polri menjadi lebih baik," katanya.
Setelah ini dia akan mendalami ilmu Reserse Kriminal. Di mata Fauzy, mendalami Reskrim merupakan bentuk pelayanan yang bersentuhan langsung kepada masyarakat.
"Bagi saya pribadi lebih tertarik menjadi reserse, karena bisa menangkap penjahat dan mengungkap kasus kejahatan yang merugikan masyarakat," pungkasnya. (*)
Mendapat gelar Adhy Makayasa atau lulusan terbaik dari Akpol sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Fauzy.
Gelar Adhy Makayasa dianggap Fauzy sebagai pecut agar dia bisa lebih belajar banyak tentang organisasi Polri.
"Ke depan saya harus belajar lebih banyak, agar bisa menjalankan tugas melayani masyarakat dengan baik dan membawa organisasi Polri menjadi lebih baik," katanya.
Setelah ini dia akan mendalami ilmu Reserse Kriminal. Di mata Fauzy, mendalami Reskrim merupakan bentuk pelayanan yang bersentuhan langsung kepada masyarakat.
"Bagi saya pribadi lebih tertarik menjadi reserse, karena bisa menangkap penjahat dan mengungkap kasus kejahatan yang merugikan masyarakat," pungkasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar