Oleh : Renne R.A Kawilarang, Ni Kumara Santi Dewi
VIVA.co.id - Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Amerika Serikat sudah terjalin lebih dari setengah abad. AS menempatkan Duta Besar pertamanya di Jakarta pada 28 Desember 1949. Hubungan itu kemudian berkembang pesat, hingga di tahun 2010, Indonesia dan Negeri Paman Sam sepakat untuk meluncurkan kemitraan komprehensif.
Saat itu
pula, Barack Obama menjejakkan kaki untuk kali pertama sebagai Presiden
di Indonesia. Bagi Obama, Indonesia bukan tempat asing, karena dia
pernah menimba ilmu di SD Asisi, Menteng selama beberapa tahun.
Kendati
memiliki hubungan yang erat, namun masih banyak salah persepsi yang
timbul di warga kedua negara. Sebagian warga Indonesia berpikir
Pemerintah AS bersikap diskriminatif terhadap kaum minoritas, sementara
warga Negeri Paman Sam berpendapat Indonesia masih sama ketika dihajar
krisis ekonomi tahun 1998 lalu.
Oleh sebab
itu, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O. Blake Jr,
menilai lebih efektif jika membangun pemahaman kedua warga melalui para
pemuda. Maka, dibentuk lah program bernama Youth Exchange and Study
(YES) yang didukung oleh Departemen Luar Negeri. Tahun ini total pemuda
Indonesia yang dikirim mencapai 83 orang.
"Mereka
begitu hebat dan antusias menceritakan pengalamannya ketika berada di
Alaska, New York, Texas dan berbagai daerah di AS. Ketika kembali ke
Indonesia, mereka bisa menjelaskan mengenai AS kepada publik di sini.
Sementara, mereka juga bisa berkisah mengenai kesuksesan Indonesia usai
bangkit dari krisis tahun 1998 lalu," ujar Blake yang ditemui VIVA.co.id di Kedutaan Besar AS di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, awal Juli lalu.
Pertemuan
Blake dengan puluhan pemuda itu diselenggarakan beberapa waktu lalu yang
dikemas dalam acara buka puasa bersama. Dubes yang mulai bertugas di
Indonesia pada Januari 2014 lalu itu mengaku bahagia bisa merasakan
puasa di Indonesia.
Dia terkejut karena walaupun dalam keadaan puasa, warga Indonesia tetap semangat bekerja.
"Saya
pernah bertugas di negara lain di kawasan Timur Tengah, tetapi di sana
kehidupan berjalan lambat. Sementara, di sini semua orang bekerja
seperti biasa hingga sore hari," kata mantan Dubes AS untuk Sri Lanka
dan Maladewa itu.
Bertugas
sebagai perwakilan negara adidaya, Blake kerap menjadi sasaran bagi
publik Indonesia bertanya mengenai beragam kebijakan yang diterapkan
pemerintahnya. Blake mengaku gembira bisa berkomunikasi dengan beragam
lapisan masyarakat di Indonesia.
Bahkan,
banyak warga Indonesia yang pernah menjejakkan kaki di AS mengatakan
Negeri Paman Sam berbeda dari apa yang mereka pikirkan selama ini.
"Mereka
terkejut banyak orang yang bersikap toleran dan saling terbuka. Tidak
ada perasaan anti Islam yang mereka kira akan dilihat di sana," Blake
menjelaskan.
Dia
menambahkan, pada dasarnya Indonesia dan AS sama-sama negara yang multi
agama dan multi etnis. Masyarakatnya pun beragam dan toleran. Tetapi,
kata Blake, ada saja paham ekstrimisme yang hidup di semua negara.
Oleh sebab
itu, kedua negara bekerja sama secara erat untuk menanggulangi itu.
Dalam kesempatan itu, Blake turut membocorkan rencana kunjungan
bilateral Presiden Joko Widodo ke Washington DC pada Oktober mendatang.
Dia
mengatakan, usai pertemuan itu akan ada pengumuman penting mengenai
kerja sama kedua negara di beberapa bidang. Namun, Blake memilih tak
ingin membeberkan lebih jauh.
Lalu, apa
saja agenda yang akan dibahas Jokowi ketika berkunjung ke AS? Seberapa
jauh dukungan AS dalam upaya Indonesia memodernisasi alutsista militer?
Bagaimana pula komentar Blake yang kini menjadi selebriti dadakan
lantaran perannya di sebuah sinetron saat Ramadhan? Simak perbincangan
khusus VIVA.co.id dengan Dubes Blake berikut:
Apa rasanya bertugas sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia di bulan suci Ramadhan?
Saya tak merasakan banyak perbedaannya. Saya merasa terkejut warga Indonesia tetap bekerja keras selama bulan Ramadhan.
Saya pernah
bertugas di negara lain di kawasan Timur Tengah, tetapi di sana
kehidupan berjalan lambat. Tetapi saya terkejut, karena ketika Ramadhan,
semua orang di sini, tetap bekerja seperti biasa hingga sore hari. Ini
merupakan kejutan yang menyenangkan.
Bagaimana Anda menjangkau komunitas Muslim di Indonesia? Apakah Anda banyak menghadiri kegiatan buka puasa?
Pertama,
saya juga menggelar acara buka puasa atau Ifthar di kediaman dinas. Kami
mengundang para pemimpin umat Muslim, selain itu kami juga mengundang
para pelajar Muslim, terakhir kali kami bertemu dengan para pemimpin
dari kaum perempuan.
Ini
menjadi kesempatan yang bagus, bukan hanya untuk berbuka puasa, tetapi
juga menggunakan semangat Ramadhan memperkuat kerja sama kedua negara,
masyarakat. Sehingga, ini Ramadhan yang menyenangkan bagi saya.
Ketika
Anda berdiskusi dengan komunitas Muslim dan akademisi, pertanyaan macam
apa yang mereka tanyakan kepada Anda terkait pemahaman komunitas Muslim
di Amerika Serikat dan Indonesia?
Mereka
sebenarnya tidak menanyakan hal-hal yang sulit. Pertanyaan yang biasanya
mereka tanyakan, lagipula sebagian dari mereka sebelumnya pernah
mengikuti pertukaran ke Amerika Serikat atau program lainnya, mengatakan
kepada saya betapa berbedanya AS dari apa yang mereka bayangkan.
Bahwa
orang-orang lebih banyak yang bersikap toleransi dan saling terbuka.
Tidak ada perasaan anti Islam yang mereka kira akan dilihat. Tentu saya
bahagia mendengar hal itu dan saya rasa itu benar.
Setiap
negara pasti ada ekstrimisme terhadap satu paham. Secara umum, Amerika
Serikat sama seperti Indonesia, merupakan masyarakat yang toleran. Kami
juga bangga terhadap fakta kami negara yang multi agama dan multi
etnis.
Tentu kami berharap lebih banyak rekan-rekan yang berangkat ke AS dan melihat hal tersebut.
Salah satu
buka puasa terbaik yang pernah saya adakan yakni ketika dihadiri oleh
peserta program Youth Exchange and Study (YES). Kira-kira sekitar 80
pemuda Indonesia yang berada di jenjang SMA dikirim ke AS selama satu
bulan. Mereka menempuh pendidikan di sebuah SMA di seluruh AS.
Mereka
kembali ke Tanah Air di waktu yang bersamaan ketika bulan Ramadhan.
Kemudian, saya menggagas ide kenapa tidak menggelar buka puasa bersama
mereka. Paginya, mereka baru terbang dari AS dan malamnya ketika tiba di
Indonesia, mereka langsung dibawa untuk berbuka puasa.
Mereka
begitu hebat dan antusias untuk menceritakan pengalamannya ketika berada
di Alaska, New York, Texas dan dari berbagai daerah. Tiap pemuda itu
nantinya bisa menjadi Duta Besar bagi AS ketika kembali ke Indonesia
menjelaskan mengenai AS dan menekan apa yang dikatakan oleh orang-orang.
Kembali lagi, mereka akan menjadi Dubes yang lebih efektif.
[Catatan
Redaksi: Program YES telah dilaksanakan sejak tahun 2003 lalu dan telah
mengirimkan 700 pelajar Indonesia ke AS dan mengirimkan 10 pelajar AS
ke RI. Program tersebut diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri AS
kepada pelajar SMA atau sederajat untuk menjembatani pemahaman dan
saling pengertian antara masyarakat kedua negara].
Ada berapa pemuda Indonesia yang mengikuti program tersebut?
Kalau tidak
salah, tahun ini jumlahnya mencapai 83 orang. Ini merupakan program
yang kompetitif. Sekitar 8.000 orang mendaftar untuk program tersebut
Para
peserta dipilih berdasarkan kemampuan akademik, kemampuan Bahasa Inggris
dan kemampuan hidup untuk menyesuaikan diri di sana. Mereka juga
menjadi perwakilan bagi Indonesia dan menjelaskan kepada publik di AS
mengenai Indonesia. Itu juga menjadi cukup penting.
Banyak
publik di AS yang tidak mengetahui mengenai kesuksesan di Indonesia dan
kemajuan yang telah dicapai oleh negara ini sejak tahun 1998 lalu.
Jadi, pertukaran kaum muda Indonesia - Amerika sudah menjadi metode yang efektif untuk mendekatkan hubungan kedua negara ?
Benar. Para
pemuda di usia itu berpikiran lebih terbuka dan bersedia mendengarkan
pendapat rekan mereka. Dengan cara demikian, kami berharap lebih
mendorong publik AS untuk memahami mengenai Indonesia. Jadi, mengapa
tidak?
Apa
saja isu-isu menantang yang harus ditangani bersama oleh Indonesia dan
AS dan apakah ada langkah konkrit untuk mengatasi isu-isu tersebut?
Indonesia
dan AS merupakan masyarakat yang toleran. Kami memang menghadapi
berbagai peristiwa terkait ekstrimisme dan rasa benci seperti penembakan
membabi buta di Gereja Charleston, di mana seorang pemuda membunuh
banyak orang, tetapi hal penting yang perlu dipahami oleh orang-orang
yaitu masyarakat AS menolak perilaku seperti itu.
Warga dari
berbagai kalangan di AS termasuk Presiden Barack Obama menolak ideologi
kebencian yang ditunjukkan oleh pelaku. Presiden Obama secara pribadi
berkunjung ke gereja itu dan menyampaikan pernyataan duka di sana saat
upacara pemakaman.
Beliau
menyampaikan pernyataan yang indah mengenai pentingnya keikhlasan dan
dia juga menyinggung mengenai kerabat yang tewas terbunuh bersedia
memaafkan pelaku dan perbuatannya dari hati terdalam. Ini merupakan hal
yang menyentuh.
Tetapi,
sekali lagi, banyak warga sipil yang menginginkan agar pelaku segera
ditahan. Dia telah ditahan dan menunjukkan bahwa kami tak menoleransi
perilaku semacam itu. Tentu saja tidak ada warga yang bersikap toleran
terhadap perbuatan semacam itu.
Sama saja
seperti yang terjadi di sini. Selalu saja ada kelompok yang memiliki
paham radikal, seperti Fron Pembela Islam (FPI) yang tidak menerima
toleransi. Oleh sebab itu, penting bagi para pemimpin politik dan
masyarakat untuk mewakili warga Indonesia dan menunjukkan Indonesia
tidak seperti itu.
Untuk
menjawab pertanyaan mengenai isu ekstrimisme, Pemerintah AS baru saja
merilis mengenai laporan terorisme. Menteri Luar Negeri John Kerry
mengatakan betapa jaringan terorisme itu meluas dan kian gencar
menyebarkan pemahamannya di negara-negara lain.
Peristiwa
itu justru kian menguatkan hubungan Indonesia dan AS untuk terus bekerja
sama dan mempererat koalisi. Setiap negara akan berkontribusi untuk
menentukan cara terbaik memberikan pertolongan.
Tetapi,
untuk Indonesia, Anda telah membuat posisi yang jelas dalam menghadapi
ideologi kebencian ini yang disebarkan oleh kelompok Daulah Islamiyah
Irak dan al-Syam (ISIS).
Indonesia
juga mengambil sikap yang tegas dalam hal lain, misalnya menghentikan
aliran dana ke organisasi teroris, mendorong agar warga membatalkan niat
mereka berangkat ke Irak dan Suriah dan menangkap individu yang kembali
dari Irak dan Suriah.
Itu
merupakan hal-hal penting yang dilakukan. Di luar dari itu, kami juga
ingin berbagi contoh mengenai apa yang telah terjadi di Indonesia sejak
tahun 1998.
Jujur,
banyak negara saat ini menghadapi permasalahan lain yang terus
bermunculan selain isu terorisme. Mereka menghadapi permasalahan soal
tingginya pengangguran, kurangnya kebebasan berekspresi dan demokrasi,
dan kesempatan bagi para pemuda untuk menyampaikan keluhan. Jika mereka
tak memiliki kesempatan itu, maka mereka cenderung menjadi lebih
ekstrim.
Ada
permasalahan terkait pemerintahan juga di seluruh dunia seperti
pemerintah yang korup dan sebagainya. Penting bagi negara di seluruh
dunia untuk memberikan kesempatan bagi warga, kesempatan ekonomi,
kebebasan untuk menyampaikan ekspresi dan kebebasan untuk menyampaikan
pendapat politik.
Pemerintahan
responsif yang sangat ingin untuk menghapus korupsi dan merespons
aspirasi mereka. Saya pikir, itu lah yang dimiliki oleh Presiden Joko
Widodo, setiap hari dia selalu mengatakan keinginannya untuk memberantas
korupsi, meningkatkan pertumbuhan, memastikan pertumbuhan inklusif.
Bahkan di
Indonesia sendiri, masih banyak terdapat tantangan, seperti pertumbuhan
mengalami penurunan, khususnya di tingkat lokal, Anda masih melihat aksi
korupsi dan masalah lain. Masalah yang belum terselesaikan itu
dijadikan celah untuk membentuk kelompok ekstrimis.
Apakah Anda pikir Indonesia tetap berada di jalur yang benar, kendati masih menghadapi berbagai isu tersebut?
Tentu saja.
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, baru saja menggelar sebuah
konferensi beberapa pekan lalu, di mana saya ikut berbicara dan akan
mensponsori, berbagi pengalaman apa yang telah dilakukan oleh Indonesia
dalam beberapa tahun untuk memperbaiki pemerintahan, perekonomian dan
membuka sistem politik. Acara itu dihadiri oleh 26 negara.
[Catatan
Redaksi: acara itu bertajuk International Workshop on Democracy and
Innovation in Good Governance yang digelar pada tanggal 8 Juni lalu di
Gedung Pancasila, Kemlu RI].
Berbicara
mengenai detail mengenai tantangan yang dihadapi, terkesan mudah, tetapi
tak mudah sama sekali. Banyak negara yang kini tengah bergulat untuk
menghadapi isu itu.
Anda
beberapa kali tampil di sinetron dan memainkan peran sebagai diri Anda
sendiri. Apakah itu merupakan salah satu strategi diplomasi yang coba
diterapkan untuk menjangkau lebih banyak warga Muslim di Indonesia?
Itu
merupakan program favorit saya. Tentu saja, Dubes di seluruh dunia
diberikan kewenangan untuk menggunakan berbagai kesempatan yang mereka
miliki untuk melakukan program yang dinamakan diplomasi publik, salah
satunya melalui cara-cara konvensional seperti pidato dan hal semacam
itu.
Hal penting
lainnya yang dilakukan melalui media sosial, khususnya di sini
penggunaan media sosial begitu massif. Jadi, kami memiliki akun Twitter,
Facebook dan Instagram yang aktif.
Tetapi,
kami juga menggunakan mekanisme lainnya. Jadi, kami juga melalukan
kegiatan melalui siaran radio, saya tampil di sinetron. Salah satu
alasan mengapa saya menyukai sinetron, karena itu merupakan kesempatan
untuk mempermalukan diri sendiri dan terlihat lucu. Melalui sinetron,
kami juga ingin menyampaikan pentingnya makna Ramadhan dan toleransi.
Dengan cara
seperti ini, kami turut menjangkau publik yang belum dicapai melalui
metode media sosial. Ini merupakan langkah yang hebat untuk merangkul
publik baru dengan cara yang menyenangkan.
Jadi
bisa dikatakan diplomasi sinetron Anda ini merupakan cara yang unik dan
menarik serta mudah diingat oleh publik di Indonesia?
Betul
sekali. Sangat lucu, saya berkunjung ke satu tempat di luar Jakarta,
tetapi publik yang menyapa tak mengenali saya sebagai Dubes AS,
melainkan kenal karena mereka pernah melihat wajah saya di sinetron.
Presiden Joko Widodo berencana untuk berkunjung ke Amerika Serikat, apakah sudah dipastikan kapan?
Itu memang
benar. Tetapi, pertama kami akan menyambut kedatangan Menlu Retno
Marsudi lebih dulu ke AS. Belum ada tanggal yang pasti, tetapi
kemungkinan di bulan September.
Setelah
itu, baru Presiden Jokowi berkunjung ke AS pada bulan Oktober untuk
bertemu Presiden Obama. Kami memang belum mengumumkan tanggal resminya.
Apakah ada agenda khusus yang akan dibahas dalam pertemuan itu?
Pertama,
memperluas peluang ekonomi, perdagangan dan investasi untuk kedua
negara. Kedua, Presiden Obama ingin mendukung agenda visi maritim yang
digaungkan oleh Presiden Jokowi. Banyak pekerjaan yang harus dikerjakan
di sana, bersama Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dan
Menteri Koordinator Kemaritiman, Indroyono Susilo, ketiga, kami ingin
memperluas kerja sama militer kedua negara.
Kami ingin
membawa hubungan kedua negara lebih maju lagi. Jadi, itu beberapa hal
yang kemungkinan akan dibahas. Tetapi, Anda mengetahui karakter hubungan
Indonesia dan AS, menyangkut begitu banyak bidang kerja sama. Tentu,
banyak hal yang akan disampaikan menjelang kunjungan tersebut.
Terkait
dengan kerja sama di bidang militer, seperti yang Anda ketahui beberapa
waktu lalu, terjadi kecelakaan pesawat Hercules yang jatuh di Medan.
Apakah keinginan Indonesia untuk memodernisasi sistem alutsista (alat
utama sistem persenjataan) juga menjadi prioritas AS dalam memperkuat
kerjasama bilateral?
Pertama,
izinkan saya menyampaikan rasa duka terhadap keluarga korban yang
ditinggalkan akibat kecelakaan tragis tersebut. Seperti yang Anda
ketahui, penyebab dari jatuhnya pesawat masih diselidiki. Pemerintah AS
tentu tidak bisa memberikan komentar terkait proses itu.
Tentu,
Pemerintah AS mendukung upaya Indonesia yang ingin memodernisasi
alutsista atau peralatan militer. Kami sudah bangga, karena AS
memberikan pelatihan terbesar bagi TNI. Kami juga memiliki program
latihan militer bilateral terbesar.
Beberapa
kesempatan besar lainnya terbuka, salah satunya di bidang keamanan
maritim. Indonesia ingin meningkatkan kemampuannya. Beberapa produk
militer AS terjual baik di sini, beberapa di antaranya seperti
Helikopter Apache.
Hal itu
menunjukkan bahwa Indonesia masuk ke dalam jajaran negara terbaik yang
bisa dijadikan target pasar untuk produk militer apa pun. Jadi,
Pemerintah AS berharap ingin bisa meningkatkan dan membantu apa pun yang
dibutuhkan.
Sebelumnya,
sudah ada pembicaraan di tingkat petinggi militer kedua negara,
mengenai peralatan apa yang sesuai dan dibutuhkan oleh militer di sini.
Mungkin ada sesuatu yang akan diumumkan saat kunjungan bilateral
tersebut.
Apakah Pemerintah AS juga berkeinginan untuk menjual pesawat-pesawat kargo seperti Hercules varian terbaru ke Indonesia?
Tentu saja.
Contohnya seperti pesawat kargo itu, karena Indonesia memiliki kawasan
kepulauan yang luas membentang dari Aceh hingga ke Papua, Indonesia
tentu membutuhkan alat transportasi semacam itu.
Selain itu,
satu hal yang mungkin belum disadari sendiri oleh warganya, Indonesia
kini telah banyak terlibat dalam program penanganan bencana di luar
negeri.
Sebagai
contoh, Indonesia turut membantu korban bencana angin topan tahun lalu
di Filipina. Indonesia kemudian menunjukkan respons lebih besar dan
masyarakat internasional menyambut baik hal itu. Itu menjadi area kerja
sama bagi kami. Selain itu, kami juga bersedia untuk menyediakan
peralatan lain yang lebih membantu.
Bagaimana
cara Pemerintah AS membujuk Myanmar untuk berhenti mengucilkan warga
Rohingya? Apakah AS akan menawarkan tempat bagi penempatan warga
Rohingya?
Menlu Retno
Marsudi dan pejabat tinggi lainnya telah mengatakan salah satu solusi
adalah dengan mencari akar permasalahannya. Salah satunya dengan
memperbaiki hak-hak bagi warga Myanmar.
Beberapa
pejabat tinggi AS terkait isu ini seperti Wakil Menlu, Anthony J.
Blinken berkunjung ke Indonesia, lalu mengunjungi Myanmar. Sementara,
Asisten Menlu, Anne C. Richard, usai berkunjung dari Thailand, dia ke
Indonesia.
Kami terus
melakukan dialog dengan Pemerintah Myanmar mengenai isu ini. Kami juga
berbicara dengan pemerintah dari negara ASEAN lainnya mengenai apa saja
yang bisa kami lakukan.
Penting
bagi warga Rohingya agar merasa nyaman di dalam negara mereka dan tak
perlu merasa putus asa lalu kabur dari Myanmar. Kami terus bekerja keras
untuk itu.
Kedua,
Pemerintah AS menyambut baik langkah yang dilakukan Indonesia dan
Malaysia untuk menampung sementara selama satu tahun hingga 7.000
pengungsi serta bertindak seperti itu. Setelah itu, saya rasa tidak ada
lagi arus pengungsi. Tidak ada lagi perahu yang ditemukan usai kejadian
itu.
Sekali
lagi, Pemerintah Indonesia telah melakukan banyak hal untuk membantu
para pengungsi dengan menyediakan tempat bernaung, makanan dan air.
Pemerintah AS terus bekerja secara erat dengan UNHCR dan Organisasi
Internasional untuk Migrasi (IOM). Kami telah mengatakan kepada mereka,
kami siap menampung sejumlah pengungsi yang telah direkomendasikan oleh
UNHCR.
Kini,
mereka tengah melakukan wawancara dengan semua pengungsi, kemudian
menentukan apa yang akan dilakukan dengan mereka. Misalnya, ada
pengungsi yang telah lama dan terbukti dikucilkan hingga tak ingin
kembali ke Myanmar. Tetapi, ada juga sebagian yang ingin ke Malaysia
agar bisa berkumpul bersama keluarga.
Setiap
kasus akan membutuhkan perlakuan berbeda. Terkait dengan penempatan di
negara ketiga, seperti yang telah Anda ketahui, AS merupakan negara yang
paling dermawan dalam hal menyambut baik pengungsi.
Sekitar 70
persen dari pengungsi di seluruh dunia telah ditempatkan di AS. Hal yang
sama bisa saja berlaku untuk warga Rohingya, tetapi sekali lagi ada
proses yang saat ini tengah berlangsung, sehingga saya tak dapat
memprediksi berapa persen pengungsi yang akan ditempatkan.
Saya yakin
sejumlah pengungsi akan ditempatkan di AS nantinya. Selain itu, penting
bagi negara lain mengikuti langkah yang telah dilakukan oleh Indonesia
untuk menerima atau menyambut warga yang tengah dikucilkan lalu kabur
dari negara asal. AS tentu akan selalu membantu dan mengurangi beban
yang kini dirasakan beberapa negara seperti Indonesia.
AS juga berkontribusi melalui organisasi IOM untuk mencari tahu akar permasalahannya.
Proyek-proyek bilateral apa di bidang ekonomi dan perdagangan yang akan direalisasikan AS dan Indonesia dalam waktu dekat?
Seperti
yang telah saya sampaikan di bagian awal, itu akan menjadi salah satu
fokus pembicaraan Presiden Jokowi dengan Presiden Obama ketika mereka
bertemu nanti. Presiden Jokowi saat ini tengah dalam proses untuk
meningkatkan infrstruktur dan iklim bisnis.
Pemerintah
AS bersedia untuk mendukung Jokowi dengan cara yang kami mampu. Kami
pikir keputusan yang dia ambil sudah tepat. Usai diadakan pertemuan,
tentunya akan ada daftar investasi baru yang akan diumumkan.
Sebab,
terlepas dari permasalahan jangka pendek, perusahaan AS sudah berada
lama bahkan mencapai puluhan tahun di Indonesia. Mereka melihat peluang
yang cukup menjanjikan di masa depan di sini.
Indonesia
memiliki populasi penduduk muda dalam jumlah besar, pertumbuhan yang
kuat berdasarkan tingkat konsumsi, komoditas ekspor.
Jika
Presiden Jokowi bisa mencapai targetnya untuk ekspor produk dan
manufaktur, itu akan membantu peningkatan ekonomi, mengurangi tingkat
kemiskinan dan memberi peluang baru bagi perusahaan dari AS dan negara
lain.
Kami akan berupaya keras untuk membantu. Sekali lagi, Anda akan melihat pengumuman penting saat kunjungan bilateral nanti. (ren)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar