Ikhwanul Khabibi - detikNews
Jakarta - Pasca penyerangan yang dilakukan ratusan orang terhadap
sekitar 70 orang umat Islam yang sedang melaksanakan salat Idul Fitri
pada Jumat pagi (17/7/2015) di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua
aparat keamanan di seluruh Indonesia yang dimotori Polri dan TNI
melaksanakan deklarasi anti kekerasan. Dimulai oleh Pangdam Jaya Mayjen
TNI Agus Sutomo dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian.
Kemudian acara serupa bergulir ke hampir seluruh Indonesia.
Pelaksanaan
deklarasi tersebut tidak hanya di tingkat provinsi, tetapi juga
kabupaten. Bahkan di kecamatan ada Kapolsek dan Danramil yang
memprakarsainya.
Setiap acara deklarasi itu selain dihadiri para
pimpinan tertinggi di TNI-Polri di tiap-tiap daerah, juga hadir
tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Semuanya sepakat menjaga dan
mempertahankan situasi yang kondusif di daerah masing-masing.
"Pelaksanaan
deklarasi anti kekerasan di berbagai daerah tersebut bagus. Menunjukkan
kekompakkan antar aparat keamanan dengan para tokoh agama dan
masyarakat. Namun yang terpenting adalah implementasi di lapangan dan
konsistensinya," ujar pengamatan militer dan kepolisian, Aqua Dwipayana
saat dimintai tanggapannya tentang hal ini pada Selasa (28/7/2015).
Menurut
pakar komunikasi ini kunci sukses dari keberhasilan deklarasi anti
kekerasan umat beragama bukanlah pada banyaknya tokoh agama dan
masyarakat yang hadir saat acara tersebut. Namun yang utama adalah
kualitas dan intensitas komunikasi antar aparat keamanan dengan mereka.
Aqua
yang mantan wartawan harian Jawa Pos dan Bisnis Indonesia ini
menyarankan agar deklarasi itu tidak sebagai seremoni belaka, harus ada
tindak lanjutnya. Salah satunya pengamatan bersama di lapangan dan
melakukan evaluasi yang obyektif.
"Juga perlu dilaksanakan
pertemuan berkala antar aparat keamanan dengan para tokoh agama dan
masyarakat tersebut. Saat ketemu agar diupayakan posisinya sejajar.
Tidak ada yang merasa lebih tinggi dari yang lain. Sehingga
komunikasinya tidak ada jarak dan lancar," ungkap anggota Dewan Pakar
Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) ini.
Menurut
Aqua, di luar acara formal pertemuan, aparat keamanan serta para tokoh
agama dan masyarakat itu agar rutin dan intens melaksanakan komunikasi.
Berdiskusi dan saling tukar informasi.
Jika di antara pihak
tersebut ada menemukan keanehan atau indikasi perbuatan kekerasan di
masyarakat, tambah anggota Tim Pakar Seleksi Menteri detikcom ini,
segera menginfokan ke pihak-pihak terkait sehingga dapat dicegah agar
tidak sampai terjadi.
"Diharapkan semuanya proaktif memonitor
kondisi di daerah masing-masing. Untuk urusan monitoring tersebut tidak
bisa sepenuhnya diserahkan kepada pihak keamanan sebab jumlah terbatas.
Paling efektif adalah masyarakat secara luas dilibatkan untuk
memantaunya," ujar Aqua.
Kandidat doktor Komunikasi dari Fakultas
Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung ini sengaja
mengungkapkan semua itu karena khawatir dengan kebiasaan di masyarakat
selama ini yang reaktif jika ada kejadian. Setelah itu lama-lama jadi
lupa bahkan lengah. Sehingga peristiwa serupa dapat terulang kembali.
"Semua
pihak termasuk aparat serta tokoh agama dan masyarakat agar setiap saat
selalu waspada, mawas diri, hati-hati, dan saling mengingatkan.
Sehingga bentrokan antar umat beragama seperti yang terjadi di Tolikara
tidak terulang kembali," pungkas Aqua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar