BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Minggu, 15 Mei 2011

Mengulik Sepak Terjang Sigit Qurdowi di Solo

Gagah Wijoseno - detikNews

Jakarta - Tersangka teroris yang tewas di Sukoharjo, Sigit Qurdowi, bukan nama yang asing di Solo. Beberapa kali Laskar Hizbah yang dibentuk dan dipimpinnya, terlibat gesekan dengan masyarakat atau sesama elemen lain.

Menurut sumber detikcom, Minggu (15/5/2011), Sigit dan laskarnya pernah ribut dengan wartawan karena melarang pers meliput pemakaman tersangka teroris asal Solo. Lantas dilakukan pertemuan mediasi antara pimpinan para laskar dan para wartawan pada akhir 2010. Namun Sigit menolak hadir.

Dari pertemuan itu diketahui, banyak juga pimpinan laskar di Solo yang sudah tidak sejalan lagi dengan pemuda kelahiran Solo 36 tahun silam tersebut. Beberapa tokoh kelaskaran di Solo mengeluhkan, Sigit dan Hizbah-nya sudah sering mendiskreditkan kelompok lain dan semakin sulit dipertemukan dengan kelompok lain.

Kisah soal Sigit juga diceritakan Kholid Syaifullah, salah satu aktivis muslim di Solo. Dia pernah dekat dengan Sigit, tapi itu 3 tahun yang lalu. Mereka berdua pernah sama-sama ditahan di Mapolresta Sukoharjo pada 2005 atas kasus perusakan kafe di Solo baru dan lantas divonis hukuman percobaan satu tahun.

Menurut Kholid, Sigit juga pernah aktif bersama sebagai pengurus DPC Partai Bulan Bintang (PBB) Kota Surakarta. Namun itu hanya periode 2004-2008 saja.

Teman-temannya di dunia kelaskaran tersentak ketika mendengar penangkapan Sigit bersama temannya, Hendro Yunianto. Polisi menuding Sigit terlibat terorisme. Mabes Polri mengatakan Sigit pimpinan dan pelatih perakit bom Tauhid Wal Jihad yang terkait serangkaian aksi mulai dari Cirebon sampai Klaten.

Kholid tidak percaya kalau Sigit terlibat aksi teror. Kholid juga tidak percaya kalau Sigit memiliki kemampuan yang disebutkan polisi.

"Setahun lalu saya bertemu dia, tak ada berubah dalam sikapnya. Dia memang keras dan teguh memegang pendapat, tapi saya tidak akan percaya kalau dia terlibat terorisme. Setahu saya dia tidak pernah keluar dari Solo. Belum sekalipun dia masuk ke daerah konflik. Lalu darimana dia belajar menggunakan senjata api? Kalau Mas Sigit jago mancing, saya percaya. Saya tahu betul tentang keahliannya itu," ujarnya.

Sementara sumber detikcom yang lain, juga berpendapat Sigit tidak memiliki kemampuan merakit bom atau menembak. Namun dia mengakui, Sigit berhubungan dengan kelompok yang memiliki kemampuan tersebut. Mantan terpidana kasus terorisme ini, mengaku pernah didatangi teman-teman Sigit yang meminta diajari perakitan bom.

"Saat itu saya menolak, karena saya tidak menemukan dasar atau alasan yang cukup untuk melakukannya. Tak lama kemudian saya dengar ada rentetan bom molotov di Solo dan sekitarnya ada akhir 2010 hingga awal 2011. Mungkin saja itu rangkaian bom yang mereka bikin. Mereka hanya mampu merakit rangkaian bom dengan daya ledak yang sangat tidak memadai," ujar sumber tersebut.
 

Tidak ada komentar: