BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 03 Mei 2011

Popularitas Obama Naik, Harga Minyak Turun

KALAU pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) dihelat hari ini, bisa dipastikan Barack Obama bakal melenggang menuju masa jabatan kedua tanpa pesaing. Semua gara-gara keberhasilan tim pasukan khusus AS menewaskan Osama bin Laden di Abbotabad, Pakistan, Minggu malam (1/5) waktu setempat.

Kematian Osama itu memang sungguh datang pada saat yang tepat bagi Obama. Yaitu, saat popularitasnya anjlok dan dianggap sebagai pemimpin militer yang lemah. Belum lagi tuduhan pemalsuan sertifikat kelahiran yang diembuskan pengusaha ternama yang berambisi maju dalam Pilpres AS 2012, Donald Trump.

Bulan lalu, menurut polling yang dihelat Reuters/Ipsos sebagaimana dikutip The Guardian, hanya 17 persen warga AS yang menganggap pria berdarah Kenya itu sebagai pemimpin yang kuat. Sebanyak 48 persen lainnya menyebut Obama sebagai pemimpin yang terlalu berhati-hati dan 36 persen lainnya mengasumsikan dia sebagai pemimpin yang tak bisa mengambil keputusan.

Masih pada bulan lalu, jajak pendapat lainnya oleh Rasmussen memperlihatkan, 49 persen responden tidak setuju dengan kepemimpinan Obama. Itu merupakan angka terendah sejak ayah dua anak tersebut menjabat.

Keberhasilan menewaskan Osama itu sekaligus berarti suami Michelle tersebut memenuhi janjinya pada masa kampanye dulu. Ketika itu, dia menegaskan bahwa menangkap atau melenyapkan Osama bakal menjadi prioritasnya.

Karena itu, dalam pidatonya kemarin WIB yang ditayangkan langsung dari East Wing Gedung Putih, Obama memperlihatkan betul perannya dalam penyergapan Osama. Mulai pembahasan operasi hingga perintah langsung penyergapan.

Tapi, Obama mesti ingat, popularitas itu bisa jadi hanya jebakan sesaat. Sebab, sejak dirinya memerintah, berbagai jajak pendapat secara konsisten menunjukkan bahwa keamanan nasional bukan lagi isu menarik bagi warga AS. Yang justru menjadi konsen utama rakyat Negeri Paman Sam itu adalah ekonomi. Rapor Obama di sektor ekonomi pun sejauh ini masih merah.

Kematian Osama juga berdampak terhadap sektor ekonomi global. Harga minyak menurun 3 persen kemarin (2/5). Itu terjadi karena muncul ekspektasi risiko serangan kelompok Islam radikal bakal berkurang dan tensi di Timur Tengah menurun.

Harga minyak mentah Brent menurun USD 4,22 menjadi USD 121,67 per barel, meski akhirnya kembali ke level USD 124,40. Bulan lalu, Brent sempat menyentuh level tertinggi, yaitu USD 127 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah AS menurun USD 1,25 menjadi USD 112,68.

Tapi, diperkirakan pengaruh itu tak akan lama. "Sebab, kenyataannya, konflik di Libya dan negara-negara Timur Tengah masih terus berlangsung sampai kini," kata Carsten Fritsch, analis komoditas di Commerzbank, Frankfurt, kepada Reuters.

Belum lagi munculnya kekhawatiran serangan balasan atas kematian Osama. Namun, para analis minyak berkeyakinan, kalaupun terjadi, hal itu tak akan sampai mengganggu suplai minyak. Al Qaeda hanya pernah sekali menyerang industri minyak, yaitu pada 2006 di Arab Saudi.

Tewasnya Osama juga berdampak positif terhadap bursa saham. Sebagaimana dilaporkan Wall Street Journal, harga saham di bursa Jepang dan Korea Selatan naik drastis serta berhasil mengatrol saham di Australia yang selama lima pekan terakhir terpuruk.

Saham di Bursa Saham Nikkei, Jepang, naik 1,6 persen menjadi 10.004,20 yang berarti melonjak 10 ribu poin untuk kali pertama sejak 14 Maret. Di bursa saham Kospi Korea Selatan, harga saham naik 1,7 persen. Ada pun pasar saham di Tiongkok, Hongkong, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam kemarin tutup karena hari libur.

"Tidak berarti terorisme akan berakhir. Tapi, ini jelas insentif perdagangan yang positif karena perburuan Osama bin Laden sudah berlangsung selama lebih dari satu dekade," kata Kazuhiro Takahashi, general manager di Daiwa Securities, Tokyo.

Tidak ada komentar: