BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 18 Mei 2011

Trisakti Adukan Pelanggaran Etik Hakim ke KY

INILAH.COM, Jakarta - Kuasa hukum Universitas Trisakti Bambang Widjojanto melaporkan pelanggaran etik dan perilaku hakim ke Komisi Yudisial (KY) pada Kamis (5/5/2011) di kantor KY, Jakarta Pusat. Hal ini terkait sengketa antara pihak Universitas dengan Yayasan Trisakti.

Pelanggaran yang dimaksud Bambang adalah penetapan eksekusi tertanggal 20 April 2011. Perihal undangan rapat koordinasi dalam rangka pelaksanaan eksekusi yang ditandatangani oleh Anshori Thoyib (panitera) dalam kapasitas sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat (H.Lexsy Mamato).

Bambang menilai pelaksanaan eksekusi ini tidak benar karena melibatkan aparat TNI yaitu Komandan Gartap I Ibukota Jakarta Raya Up Asops, Komandan Kodim 0503 Jakarta Barat, Komandan Sub-Gar Jakarta Barat dan Koramil Grogol Petamburan Jakarta Barat.

"Ada suratnya, jadi surat dari kepala pengadilan negeri melakukan rapat koordinasi, dalam rapat itu yang diundang Kapolda, Kapolres, Kapolsek, sama satu lagi itu Garnisun, Kopgar III, Kodim, Subkorbar, Koramil, kayak gitu. Pokoknya komplikasi macam-macam di situ. Ini disengaja atau nggak, kalau sengaja ini berbahaya. Ini sensitiflah," jelas Bambang di kantor KY Jakarta Pusat, Kamis (5/5/2011).

Pihak Bambang juga mempertanyakan amar putusan a quo dalam nomor 4. Dimana dalam putusan itu dikatakan menghukum para tergugat atau siapapun tanpa kecuali yang telah mendapat hak dan kewenangan dengan cara apapun dari tergugat dengan memerintahkan secara paksa dengan menggunakan alat negara (Kepolisian). Tidak memperbolehkan masuk ke dalam semua kampus Universitas Trisakti dan atau tempat lain yang fungsinya sama atas alasan apapun dan dilarang melakukan kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi dana manajemennya.

Menurutnya, putusan ini ada menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena amar putusannya bersifat meluas dan menarik siapapun menjadi pihak. Juga, terkait digunakannya alat negara (Kepolisian) yang diperintahkan secara paksa. Yang dipermasalahkan juga menyangkut pelarangan kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi. "Penetapan eksekusi, saya diminta hadir, saya periksa. Penetapan rapat koordinasi melibatkan militer. Kita ngeri," katanya.

Dia juga mengaku, amar putusan terlalu luas. "Nah untuk itu saya datang ke kampus, tak baca lagi amar putusan, ternyata amar putusanya luas sekali.
Sebenrnya yang dieksekusi itu orang-orang tertentu, tergugat itu gak boleh lagi masuk ke kampus, itu eksekusinya. Rektor, ada cukup banyak ininya. Nah kalau mereka dieksekusi dan siapapun yang mendapat kewenangan rektorat artinya seluruh dosen, nah itu yang ingin kami persoalkan," jelasnya. [bar]

Tidak ada komentar: