Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, era reformasi telah membuka keterbukaan di berbagai bidang dan UU Keterbukaan Informasi Publik merupakan inspirasi dan harapan terhadap keterbukaan informasi.

"Dahulu informasi itu ditutupi, sekarang dirombak dimana masyarakat dijamin haknya dalam memperoleh informasi, sementara esensi UU ini membangun semangat kelembagaan dalam menjaga akuntabilitas dalam memberikan layanan kepada masyarakat," katanya pada dialog publik yang diselenggarakan oleh Bakohumas bersama Setjen DPR, membahas problematika UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, di Gedung DPR, Rabu.

Menurut dia, semangat UU KIP sesuai dengan bunyi konstitusi UUD 45 pasal 28 F dan J. Yang berbunyi "Setiap orang dijamin Hak Azasi Manusia dalam memperoleh kebebasan informasi dan menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan masyarakat dan berbangsa.

"DPR melihat UU ini memang menginginkan negara menyediakan hak dasar yang terkait `policy` dan hajat hidup orang banyak dan harapan itu mimpi kita hingga terbangunnya masyarakat yang `well informed` dan ini modal besar apabila masyarakat dapat memperoleh informasi dari tangan yang pertama," katanya.

Esensi UU ini adalah membangun lembaga pemerintah agar semakin akuntabel dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Namun untuk mengimplementasikan UU ini, kata Priyo, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena terkait kultur budaya dimana belum siap dengan informasi yang didesain telanjang seperti ini.

"Ini juga tantangan aparatur pemerintah menghadapi kendala tersebut. Karena itu, kita harus terus mencari desain dan format yang sesuai dengan UU," katanya.

Dia menambahkan, saat ini publik terlihat eforia dengan era sekarang bahkan apabila ingin memperoleh informasi apapun seringkali melanggar UU yang ada.

"Masyarakat sedang mengalami `culture shock`, dimana dahulu informasi tertutup sekarang kran informasi semakin terbuka lebar dan mereka bebas memperoleh informasi tersebut," katanya.

Bahkan, Amerika Serikat yang merupakan empunya demokrasi tidak serta merta membuka informasi seperti informasi intelijen yang bisa dibuka setelah beberapa dasarwasa. Karena itu, tegas Priyo, jangan merasa menjadi negara demokrasi terbesar tanpa adanya batasan-batasan tersebut.(*)