VIVAnews - Sekitar 50 rumah semi permanen berjejer di
antara puluhan gedung tinggi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Dinding rumah-rumah tersebut hanya terbuat dari kayu triplek dan atapnya
hanya terbuat dari seng aluminium yang hanya ditindih batu-batu supaya
tidak terbang tertiup angin.
Puluhan rumah tersebut rencananya
akan digusur Selasa, 9 April 2013, karena memang liar dan tanpa izin
didirikan di atas lahan milik pemerintah. Rencananya lahan itu akan
dijadikan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru.
Menurut
salah satu warga, Ronald, 57 tahun, pada awalnya perkampungan tersebut
merupakan sebuah lahan kosong milik Departemen Keuangan. Karena kosong,
pada tahun 1997 warga sekitar memanfaatkannya sebagai tempat tinggal.
Sekitar tahun 2010 pemerintah sudah memberikan peringatan bahwa lahan itu akan digunakan oleh pemerintah untuk kantor KPK.
Ronald
mengakui sebenarnya rencana penggusuran tersebut sudah diinformasikan
jauh-jauh hari. Tapi beberapa warga mengaku belum siap karena belum
memiliki tempat tinggal, apabila rumah semi permanen mereka benar-benar
digusur.
"Sebenarnya sejak beberapa bulan lalu KPK minta
secepatnya kami pindah. Kalau memang dibangun kami siap berangkat asal
kami diberi kesempatan mencari tempat tinggal," ujar Ronald saat di
temui VIVAnews di kediamannya di Jalan Gembira, Guntur, Jakarta Selatan, Senin 8 April 2013.
Ronald
mengungkapkan alasan mengapa warga menolak penggusuran. Dia mengatakan
hingga saat ini KPK belum memberikan solusi ke mana warga harus
pindah. "Saat ini belum ada tempat pindah. Kalau memang dibangun kami
minta diberi waktu sambil mengumpulkan uang pelan-pelan," ujarnya.
Ronald
menambahkan, pada awalnya perkampungan tersebut dihuni sekitar 81
kepala keluarga yang sebagian besar mata pencahariannya adalah pemulung
dan sopir bajaj.
Tapi, karena ada perintah lahan harus
dikosongkan pada Januari 2013, sekitar 31 kepala keluarga memilih keluar
dari perkampungan itu. Mereka pindah ke rumah susun di Pulo Gebang,
Jakarta Timur. Sebagian lagi mencari kontrakan di sekitar wilayah itu.
"Sebenarnya sudah ada beberapa kepala keluarga yang pindah ke
rumah susun. Mereka diajak Mahyudi sebagai pengurus warga. Tapi kami
dibohongi, mereka tidak mengajak kami," ujar Ronald.
Sementara
itu Lurah Guntur, Hifzillah, menuturkan bahwa sebenarnya dari tahun 2011
sudah tidak tuntutan apapun dari warga. Hanya saja, beberapa warga
menjadi provokator
"Sebenarnya sebagian penghuni pada Juni
2011 tidak menuntut apapun. Tetapi tidak semuanya menerima. Ada beberapa
orang lebih senang tinggal di tempat itu," ujar Hifzillah saat ditemui
di kantor Kelurahan Guntur, Jakarta Selatan.
Bahkan, Hifzillah
mensinyalir beberapa orang yang menolak pindah sebenarnya mempunyai
rumah di tempat lain dan merupakan seorang pengusaha lapak barang bekas
yang ingin menggunakan fasilitas milik pemerintah secara gratis.
"Ada
yang memanfaatkan buat lapak pemulung dan ada yang membuatnya sebagai
garasi Bajaj. Memang di antara mereka ada yang benar-benar pemulung
tetapi itu anak buah pemilik lapak," kata Hifzillah.
Selain itu, juga ada sejumlah orang yang berbisnis kontrakan rumah semi permanen di situ untuk para pemulung.
"Mereka yang tidak setuju itu orang-orang yang memanfaatkan," ujarnya.
Hifzillah
menjelaskan, ada sekitar 13 kepala keluarga yang bersedia pindah ke
rumah susun, 18 kepala keluarga lebih memilih mengontrak sendiri, dan 50
sisanya memilih bertahan.
Dijelaskan Hizfillah, permintaan
pengosongan lahan ini sudah yang ketiga kali. Pada Juli 2011 sekitar 53
kepala keluarga sudah siap mengosongkan lahan tersebut. Pernyataan
dibuat pada tahun 2010 saat pengalihan lahan tersebut dari Departemen
Keuangan ke KPK.
"Tapi pada waktu yang telah ditetapkan mereka masih minta tenggang waktu dan pemerintah memberikan tenggang waktu," ujarnya.
Setelah
tenggang waktu yang kedua pada bulan Mei 2012 warga membuat surat
pernyataan agar pindah dari tempat itu pada bulan September di tahun
yang sama. Namun, lagi-lagi mereka meminta waktu kelonggaran dan
dikabulkan sampai April 2013 ini.
"Kami sudah memberikan tiga
kali kesempatan untuk mereka siap-siap pindah dan sekarang mereka masih
meminta tenggang waktu. Nanti apabila diberi tenggang waktu pasti
terulang hal yang sama," ucapnya, jengkel. (kd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar