BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 02 April 2013

Kasus Penyerangan Warga Harus jadi Cerminan Polisi untuk Evaluasi Diri

Andri Haryanto - detikNews

 Jakarta - Insiden penyerangan masyarakat terhadap polisi sebagai aparat penegak hukum harus menjadi cerminan Korps Bhayangkara. Berbagai kemungkinan bisa menjadi alasan masyarakat menyerang aparat, salah satunya adalah wibawa dan kepercayaan kepada polisi yang kian terpuruk.

Menurut sosiolog Universitas Indonesia (UI) Musni Umar, salah satu alasan yang membuat warga nekat melakukan aksi kekerasan terhadap aparat, yaitu adanya dendam dari masyarakat terhadap oknum polisi yang melakukan hal-hal yang tidak disukai warga.

"Ada semacam dendam di masyarakat, saat diperlakukan tidak sepatutnya mereka meledak dan tidak bisa dikontrol, terlebih ada kerumunan massa," kata Musni saat berbincang dengan detikcom, Senin (1/4/2013).

Musni mencontohkan, kasus oknum polisi yang sering mengutip duit pelanggar lalu-lintas, atau sikap arogan aparat ketika mengenakan seragamnya. "Ini adalah persoalan lama yang sulit diperbaiki teman-teman polisinya sendiri," imbuh Musni.

Faktor lain yang mendorong masyarakat berbuat nekat meski terhadap aparat penegak hukum, adalah karena didasari persoalan ekonomi sosial. Dia mencontohkan masyarakat yang mengeroyok Kapolsek Dolok Pardamean, Kompol Anumerta Andar Siahaan di Dusun Merek Raja Huta, Desa Buntu Bayu Pane, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut) beberapa hari lalu hingga menghembuskan nafas terakhir.

Harga bahan pokok yang melambung tinggi memicu kesenjangan sosial, masyarakat pun akhirnya memilih jalan cepat dengan cara judi togel agar daya beli terhadap bahan pokok dapat terpenuhi.

"Judi tersebut menjadi sarana mendapat uang cepat. Inilah cara masyarakat kecil di tengah situasi sulit seperti sekarang ini," jelasnya.

Mereka yang menyerang dan menganiaya Kapolsek, jelas Musni, bukan berarti tidak paham mengenai hukum yang berlaku atas tindakannya. "Mereka tidak takut, inilah keadaan sebenarnya yang ada di masyarakat," ujarnya.

Namun demikian, Musni melihat ada potensi yang menghadapkan aparat dengan masyarakat yang beringas. Pemerintah yang dinilai gagal mensejahterakan rakyatnya turut menyumbang tindakan-tindakan anarkistis dan vandalis warga.

"Tidak bisa dipersalahkan polisi sendiri, ini suatu keadaan dimana pemerintah pun turut berperan dalam membentuk warganya sedemikian rupa. Pemerintah tidak bisa menjamin masyarakatnya hidup sejahtera," tegas Musni.

Meski demikian, aparat kepolisian yang menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum di masyarakat mau tidak mau harus bercermin dan mau mengevaluasi dirinya sendiri. Seiring dengan itu, masyarakat pun dituntut untuk lebih sadar hukum terhadap segala tindak tanduknya yang dibatasi oleh hukum.

Andar Siahaan meninggal dunia setelah dianiaya warga pada Rabu (27/3/2013) malam. Saat kejadian, korban dan tiga anggotanya berencana menangkap tersangka bandar judi. Namun karena provokasi, warga mengejar korban dan anggotanya. Polri memberikan kenaikan pangkat satu tingkat secara anumerta terhadap Andar mempertimbangkan pengabdian dan dedikasinya dalam menjalankan tugas.

Tahun lalu, 6 Februari, dua anggota Polda Sumut tewas dibakar massa. Kedua korban, Brigadir Ricardo Jefry Sitorus (24) dan Brigadir Cristian Markus Siregar (24) bersama tiga rekannya hendak menangkap K bandar togel di Pancur Batu.

Kekerasan terhadap aparat juga terjadi pada 19 Maret 2012. Empat polisi yang hendak menggerebek judi bola di Jalan Brigjen Katamso Medan dikeroyok massa. Keempatnya berhasil kabur tapi mobil patroli polisi yang mereka gunakan dibakar massa.

Tidak ada komentar: