BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 01 April 2013

KPK: Sprindik Anas Bocor, Tak Ada Pegawai Dipecat

VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi membantah ada pegawainya yang dipecat lantaran diduga terkait dengan bocornya draf pengajuan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas tersangka Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Untuk mengungkap pembocor draf pengajuan sprindik itu, KPK juga sudah membentuk Komite Etik.

"Hingga hari ini belum ada keputusan sampai memecat pegawai," kata juru bicara KPK Johan Budi SP di kantornya, Senin 1 April 2013.

Bantahan Johan menanggapi kabar yang beredar di kalangan wartawan. KPK disebut sudah memecat seorang pegawai berinisial WS, pekan lalu. Namun, langkah pemecatan ini belum diumumkan Komite Etik untuk menelusuri lebih jauh kasus pembocoran dokumen negara itu.

Johan menegaskan, KPK pasti mengumumkan semua hasil pemeriksaan secara resmi, baik pegawai maupun pimpinan, terkait kasus tersebut. Johan pun menjelaskan prosedur pemeriksaan pegawai di lingkungan KPK yang menjadi kewenangan Dewan Pertimbangan Pegawai.

Hasil pemeriksaan DPP, kemudian direkomendasikan ke pimpinan untuk diputuskan. Unsur DPP KPK terdiri dari sekretaris jenderal, Kepala Biro SDM, Badan Kepegawaian, Kepala Biro Hukum, Penasehat, dan Komite Etik KPK.

"DPP secara resmi belum mengeluarkan rekomendasi pemecatan, soal pemecatan itu nanti pimpinan yang memutuskan," jelasnya.

Sementara Komite Etik khusus memeriksa dugaan keterlibatan pimpinan dalam kasus ini. Sejauh ini, Komite Etik pun belum mengeluarkan hasil pemeriksaannya.
Awal bocornya draf sprindik
Sebelum KPK mengumumkan secara resmi Anas sebagai tersangka dalam kasus Hambalang, Jumat 22 Februari lalu, di kalangan wartawan beredar draf surat perintah penyidikan terhadapnya.

KPK sudah memastikan bahwa salinan draf itu asli sehingga perlu ada tim etik untuk mengusut siapa pembocor dokumen berklasifikasi rahasia negara ini. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja, menuturkan surat itu adalah bagian dari proses administrasi sebelum surat perintah resmi diterbitkan. Biasanya, kata dia, surat itu terdiri dari dua salinan.

Salinan pertama, surat hanya ditandatangani Ketua KPK. Sementara salinan surat kedua ada stempel dan semua pimpinan ikut tanda tangan, termasuk Deputi Penindakan dan Direktur Penyidikan.

"Ini dibuat setelah gelar perkara yang dihadiri pimpinan, setelah sepakat untuk berlanjut ke penyidikan," Adnan menjelaskan. (Umi)

Tidak ada komentar: