BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 06 November 2014

KPK Dan BPK Diminta Pelototi Program Kartu ‘Sakti’ Jokowi

RMOL. Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terus mendapat penolakan. Aktivis menilai, program Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tanpa dasar Undang Undang (UU). Program tersebut dinilai sebagai barter pencabutan subsidi BBM.

Ketua Bidang Kesra Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Suoriyono mengatakan, prog­ram KIP, KIS dan KKS yang dike­luar­kan pemerintah, berpo­tensi me­nimbulkan penyelewe­ngan ang­garan. Selain itu, ketiga kartu itu harusnya masuk dalam ranah Ja­minan Sosial Nasional sebagai turunan aplikasi UU No.40 tahun 2004 tentang Sis­tem Jaminan Nasional.

Untuk itu, harus ada peratur­an atau undang undang yang menga­tur program KIS, KIP dan KKS karena dana yang diguna­kan di­ambil dari APBN. Se­hingga per­lu ada peraturan yang men­dasa­rinya,” katanya.

Dia menduga, dana yang dike­luarkan untuk program KIS, KIP dan KKS bukan dana dari peme­rintah. Mungkin saja dana dari sponsor atau dana talangan dari Kementerian Sosial. Jika ini ter­ja­di, maka pemerintahan Jo­ko­wi-JK sudah melanggar asas menja­lankan pemerintahan de­ngan baik dan benar, serta pe­langgaran etika dalam menjalan­kan konstitusi negara,” tudingnya.

Karena rawannya penyelewe­ngan dalam program tersebut, Suoriyono meminta lembaga hu­kum seperti Komisi Pemberan­tasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) me­lakukan pengawasan dan audit keuangan yang digunakan KIS, KIP dan KKS.

KPK dan BPK bisa mena­nyakan kepada pemerin­tah ten­tang dana yang digunakan untuk pembagian KIS, KIP dan KKS. Sebab, untuk program itu tidak dianggarkan dalam APBN 2015,” jelasnya.

Menurutnya, KPK juga harus memeriksa dana tersebut karena pembagian KIS, KIP serta KKS dengan dana yang tidak sesuai APBN 2014 dan ini bisa di­se­but bentuk ‘suap’ Jokowi ke­pada masyarakat untuk menaikan harga BBM.

Selain itu, DPR juga diminta untuk memanggil Menko Pem­bangunan Manusia dan Kebu­dayaan Puan Maharani, Men­sos Khofifah Indar Para­wang­sa dan Men­kes Nila Moeloek un­tuk di­mintai keterangannya, terkait dasar peraturan prog­ram tersebut.

Sekjen Forum Indonesia Un­tuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto melihat, pemerin­tah sering mengabaikan dampak kenaikan harga BBM subsidi ter­hadap kenaikan ang­garan be­lanja pegawai. Dia me­nekan­kan, per­soal­an seka­rang bukan sebatas setuju atau tidak setuju karena kenaikan BBM pasti ter­jadi sebagaimana ditetapkan da­lam APBN Peru­bahan tahun 2014.

Yang kita kritik sekarang ada­­lah kenaikan harga BBM ini tidak diantisipasi dengan ke­naik­an belanja pegawai,” ujarnya.

Yenny menuturkan, sejak ta­hun 2001 sampai 2014, sudah terjadi beberapa kali kenaikan harga BBM. Namun, hal itu se­lalu berimplikasi pada ke­nai­kan anggaran belanja pe­ga­wai hing­ga 63 persen per tahun. Kon­disi ini mengaki­bat­kan ber­kurang­nya anggaran belanja modal.

Kita berharap peme­rin­tahan Jokowi-JK mengkaji ulang ke­naikan harga BBM dan di­dorong agar dibahas lagi dalam APBNP 2015. Karena saat harga minyak mentah jatuh seperti saat ini, se­ha­rusnya ada kal­kulasi dulu terkait harga BBM,” sarannya.

Politisi PDIP Rieke Diah Pi­ta­loka mengkritik solusi pe­merin­tah berencana membar­ter penca­butan subsidi BBM de­ngan prog­ram KIS, KIP dan KKS. Menurutnya, pemerintah harus tetap di bawah kehendak rakyat dan konstitusi untuk me­layani dan menjamin kesejah­teraan rakyat.

Dia juga menolak rencana pe­merintah untuk mengurangi sub­sidi BBM. Dia bilang, pen­ca­butan subsidi BBM akan me­­nimbulkan efek domino ke­pada rakyat kecil. Seperti kenaikan har­ga kebutuhan pokok yang akan meresahkan rakyat kecil.

Pencabutan sub­sidi BBM akibatnya harga jual BBM ke rakyat juga naik. Efek domino  kenaikan kebutuhan pokok dan lainya ha­rus dihitung,” katanya.

Dia juga mendesak pemerin­tah agar memberikan jaminan ke­pa­da masyarakat bahwa ke­naikan harga BBM tak akan berimbas pada kenaikan harga ke­butu­han pokok. Silakan ca­but subsi­di BBM asal ada ja­minan harga ke­butuhan pokok tidak naik. Kalau tidak ada, ja­ngan cabut subsidi,” tegasnya.

Sementara itu, Presiden Jo­kowi menga­ta­kan, kenaikan har­ga BBM bersubsidi belum dipu­tuskan. Na­mun, pihak­nya meli­hat anggaran subsidi BBM terla­lu besar.

Se­lama lima tahun, subsidi BBM Rp 714,5 triliun, kita ba­kar, hi­lang. Untuk kese­hatan ha­nya Rp 202,6 triliun,” kata Jo­kowi saat mem­buka rapat koor­dinasi nasio­nal (ra­kornas) Ka­binet Kerja di Istana Negara, Ja­karta, kemarin. ***

Tidak ada komentar: