BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 01 Juli 2015

Misteri Bercak Darah Wanita dalam Kasus Pembunuhan Engeline

Oleh : Bayu Adi WicaksonoBobby Andalan (Bali)
VIVA.co.id - Akhirnya, misteri bercak darah yang ditemukan penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Bali di dalam rumah ibu angkat Engeline, Margriet, mulai terkuak.

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Bali, Inspektur Jenderal Ronny F Sompie, memastikan dari hasil uji laboratorium terhadap bercak darah yang ditemukan di rumah Margriet di  Jalan Sedap Malam Nomor 26 Denpasar itu adalah darah seorang wanita.

"Bercak darah yang ditemukan Inafis Polda Bali pada awal penemuan jenasah (Engeline) sudah disimpulkan darah itu darah wanita, dan wanitanya itu adalah Nyonya MM (Margriet Megawe)," kata Kapolda, Selasa 30 Juni 2015.

Bercak darah yang telah teridentifikasi milik Margriet itu hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Labfor dan Inafis Polda Bali. Hanya saja, Ronny tak menjelaskan bagaimana Margriet bisa berdarah dan di mana darah itu ditemukan. Termasuk, apakah dari hasil uji bercak darah terdapat darah milik Engeline.

Sementara itu, mengenai sejumlah barang bukti diduga terdapat bercak darah yang diteliti oleh Inafis dan Puslabfor Bareskrim Mabes Polri, Ronny mengaku belum menerima hasilnya.

"Kita sudah mengangkat jejak termasuk darah dan olah TKP ketika Inafis dan Puslabfor Bareskrim Mabes Polri. Barang bukti zat-zat atau cairan tubuh atau jejak apa saja, temuan ini yang belum kami dapatkan hasilnya," katanya.


Engeline Dipukuli Pakai Bambu

Francy A Maringka, mantan pengasuh Engeline pernah menceritakan, ia pernah melihat dan menyaksikan penyiksaan yang dilakukan Margriet terhadap Engeline.

Francy mengatakan, penyiksaan itu ia saksikan selama ia bekerja di rumah Margreit di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali. Kekerasan bukan sebuah peristiwa yang langka dilihatnya sehari-hari.

Karena, hampir setiap hari, ada saja perlakuan kasar dan tindak kekerasan yang dilayangkan Margreit kepada bocah berusia delapan tahun itu.

Tangan bukan lagi barang baru dalam setiap tindak kekerasan itu, lebih kejam dari itu, bilah-bilah bambu pun pernah melayang ke tubuh Engeline.

"Ia dipukuli sampai bilah bambu itu pecah," kata Francy, Rabu 17 Juni 2015.

Pria yang mulai bekerja di rumah Margreit terhitung sejak Desember 2014 itu, terpaksa meninggal pekerjaannya dan memilih pulang ke kampung halamannya pada Maret
2015 karena tak tahan lagi menyaksikan kekerasan-kekerasan yang diterima Engeline.

Bahkan, Francy mengatakan, dirinya sempat ingin membawa pergi Engeline dari rumah itu dengan tujuan agar gadis kecil itu terbebas dari penderitaan.

"Hidup damai tanpa melihat kekerasan, saya sempat ingin membawa Engeline pergi," kata dia. (ren)

Tidak ada komentar: