Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Jeffrie Geovanie mempredisikan bahwa pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 akan menjadi ajang persaingan yang menarik bagi kandidat calon wakil presiden (Cawapres) sebab banyak berasal dari kalangan tokoh muda dan figur baru.

Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, Jeffrie Geovanie memperkirakan, di Pemilu Presiden 2014, tampaknya menjadi menarik di persaingan figur cawapres yang akan mendampingi bakal calon presiden (Capres) seperti Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) -- jika dicalonkan partainya.

Menurut Board of Advisor CSIS (Centre for Strategic and International Studies) itu, figur-figur  yang paling berpeluang untuk mendampingi kedua bakal capres itu diperkirakan antara lain Chairul Tanjung, Dahlan Iskan, Gita Wiryawan, Hary Tanoesoedibjo, Mahfud MD, dan Puan Maharani.

Pernyataan Jeffrie Geovanie tersebut diperkuat dengan hasil beberapa lembaga survei tahun 2013 yang menunjukkan bahwa Jokowi dan Prabowo Subianto masih berada di rangking teratas dan menjadi favorit sebagai bakal capres 2014.

Menurut peneliti Maarif Institute Endang Tirtana, ada beberapa alasan kuat masyarakat terkait dengan pilihan presiden 2014, bisa jadi di tengah banyak kasus korupsi yang melanda Indonesia, masyarakat butuh pemimpin alternatif yang tegas dan bersih dari jejak korupsi.

"Masyarakat juga sudah tidak terlalu mengelu-elukan pemimpin yang kharismatik dan pintar berteori misalnya terlihat dari pilihan masyarakat pada terhadap Gubernur DKI Jakarta Jokowi," katanya.

Endang menambahkan, masyarakat  membutuhkan pemimpin yang apa adanya, jujur, bertindak cepat dan tegas serta berpihak pada rakyat yang sosoknya ada pada Jokowi dan Prabowo Subianto.

"Kedua sosok ini merupakan sosok yang kreatif dalam memasarkan program-program mereka dengan target yang jelas dan konsisten. Kekompakan kedua nya dalam Pilgub DKI menghasilkan popularitas keduanya di mata masyarakat," katanya.

Kendati demikian, kata Endang, pilihan sementara masyarakat tersebut tentunya tergantung dari kebijakan partai yang mengusung calon.

"Bisa jadi sang tokoh menjadi idola masyarakat secara umum, akan tetapi ada kebijakan strategis partai yang tidak bisa bersinergi sehingga memunculkan nama lain. Partai dalam hal ini harus  bisa mengolah sinyal-sinyal kebutuhan masyarakat (kualitas popularitas calon) dan juga kualitas kapabilitas calon jika ingin memenangkan pemilihan," demikian Endang Tirtana.(*)