Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Komitmen Mahkamah Agung (MA) dalam melindungi
alam dengan menghukum berat perusak lingkungan harus didukung aparat
lain. Sebab hakim bersifat pasif sedangkan yang berperan aktif menyeret
para pelaku ke pengadilan adalah pihak di luar yudikatif.
"Memang
tidak hanya menjadi tanggung jawab hakim. Polisi dan jaksa juga harus
punya komitmen dalam penanganan kerusakan lingkungan," kata pimpinan
Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh kepada detikcom, Selasa
(5/8/2014).
Dalam kasus lingkungan, kejahatan umumnya dilakukan
oleh korporasi dengan melibatkan banyak pihak dan sistematis. Penyidik
diminta tidak pandang bulu membawa para pelaku ke meja hijau.
"Kalau
bos-bosnya tidak disentuh, maka korbannya lagi-lagi rakyat kecil.
Dengan demikian tujuan penegakan hukum lingkungan tidak tercapai," papar
Imam.
Kasus terakhir yaitu MA menghukum PT Selatnasik Indokwarsa
dan PT Simbang Pesak Indokwarsa dengan denda Rp 32 miliar karena
merusak lingkungan. Lokasi penambangan tepatnya di Desa Simpang Pesak,
Kecamatan Dendang, Kabupaten Belitung Timur, Bangka Belitung. Alhasil,
Menteri Lingkungan Hidup (LH) menggugat kedua perusahaan itu Rp 32
miliar.
Sempat dikandaskan di tingkat kasasi, majelis peninjauan
kembali (PK) mengabulkan gugatan Menteri LH. MA menyatakan Tergugat I
dan tergugat II telah melakukan perbuatan melangar hukum perusakan
lingkungan hidup dan bertanggungjawab secara mutlak. Duduk sebagai
majelis PK yaitu hakim agung Dr M Saleh, Prof Dr Abdul Manan dan Dr
Zahrul Rabain.
"Penanganan kasus di Bangka itu semoga menjadi
awal yang baik dan bisa diikuti hakim-hakim yang lain," harap mantan
politikus PKB itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar