BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 29 April 2011

DPR Bantah Revisi UU Untuk Kerdilkan KPK

Aziz Syamsuddin tak menampik, DPR merasa kewenangan KPK terlalu berlebihan. 

VIVAnews - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Aziz Syamsuddin, menegaskan gagasan untuk merevisi Undang-undang KPK tidak dimaksudkan untuk mengerdilkan lembaga penjerat koruptor tersebut. Sebaliknya, langkah itu dimaksudkan untuk menyelaraskan perangkat hukum di Indonesia.

"Yang mengurangi [peran KPK] itu siapa? Itu kan sudut pandang ICW [Indonesia Corruption Watch]. Entah ada agenda apa ICW itu. Kalau kami tak ada kepentingan apapun," bantahnya, Jumat 29 April 2011 sore usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Gubernur Bali.

Kendati begitu, ia tak menampik jika DPR merasa kewenangan KPK terlalu berlebihan. KPK, kata dia, selama ini memiliki kewenangan yang besar yang dapat memengaruhi Hak Asasi Manusia (HAM) seseorang. "Lantaran itu kami ingin menyelaraskan perangkat hukum yang ada. Dengan revisi, justru kami ingin meluruskan hal-hal yang mengganjal selama ini," tandasnya.

Ia mengaku tak habis pikir satu lembaga seperti KPK memiliki kewenangan yang begitu luas mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. "Bagaimana mungkin tindakan itu dilakukan sekaligus oleh satu lembaga. Selain itu, tidak ada istilah SP3 di KPK. Padahal, itu [SP3] merupakan hak setiap orang," papar Aziz.

Aziz juga menyoroti kewenangan penyadapan yang dimiliki oleh lembaga pemberantasan korupsi tersebut. Menurutnya, tidak ada satu lembaga pun yang bisa mengawasi tindakan KPK dalam mencari bukti tersebut. "Siapa yang mengawasi tindakan itu, tidak ada," jelasnya.

Meski begitu, Aziz mengaku rencana revisi belum dalam waktu dekat. Dia menjelaskan, keinginan pemerintah sendiri revisi dapat dilakukan tahun ini. Hanya saja, hingga saat ini pihaknya belum menerima draf revisi UU KPK. "Revisi masih lama. Sampai sekarang drafnya juga belum saya kita terima. Makanya ICW jangan cepat bereaksi dulu," sarannya.

Sebelumnya, kritik soal rencana DPR merevisi UU KPK juga datang dari Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Menurut mereka, itu adalah upaya sistematis untuk melemahkan KPK.

Indikasi upaya pelemahan memuncak setelah KPK menahan 24 politisi yang terlibat dalam kasus suap cek pelawat senilai Rp24 miliar dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goelto

Tidak ada komentar: