Surabaya (ANTARA News) - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Achmad Sodiki, menyatakan bahwa hukum harus menghargai nilai-nilai kemanusian.

"Jangan berpikir, kita ini untuk hukum, tapi sebaliknya hukum itu untuk kita sehingga hukum harus memanusiakan manusia," katanya saat ditemui di kampus Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya, Jumat.

Oleh sebab itu, MK tidak akan membiarkan peraturan perundang-undangan diberlakukan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan.

Ia kemudian mencontohkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang di dalamnya mengatur penyelenggara pendidikan diwajibkan membuat satuan pendidikan dalam bentuk Badan Hukum Pendidikan (BHP). Kewajiban itu kemudian diatur secara lengkap oleh UU BHP.

"Undang-undang itu kami tolak melalui `judicial review` karena kami anggap tidak memanusiakan manusia," katanya usai menjadi narasumber dalam seminar hukum di kampus UWK itu.

Menurut dia, UU BHP dinilai bertentangan dengan UUD 1945. UU BHP menyeragamkan bentuk badan hukum pendidikan sehingga mengabaikan bentuk badan hukum lain, seperti yayasan dan wakaf.

"Padahal banyak yayasan pendidikan yang sudah ada sejak zaman Belanda. Masak, harus dibatalkan begitu saja oleh undang-undang itu," kata Sodiki.

Undang-undang tersebut, lanjut dia, dapat mematikan yayasan pendidikan, terutama yayasan kecil yang selama ini dibantu oleh yayasan besar.

"Berapa banyak PTS (perguruan tinggi swasta) yang dikelola oleh yayasan, khususnya di daerah terpencil yang mendapatkan bantuan dari yayasan besar. Makanya, kami tidak setuju dengan UU BHP," katanya.

Justru sebaliknya, dia mendesak pemerintah memberikan apresiasi kepada yayasan pendidikan yang tetap bisa hidup, meskipun tanpa bantuan dana dari pemerintah.

"Bukan sebaliknya, mereka dimatikan dengan berupaya agar mereka berubah menjadi badan hukum tersendiri," katanya.