BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 23 Juli 2011

Biaya Nyapres Selangit, Bisakah Dipangkas?

INILAH.COM, Jakarta - Betapa mahalnya biaya kampanye politik di Indonesia. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan, ongkos kampanye politik di Indonesia begitu besar. Tak hanya di Pilkada, dan Pileg, bahkan biaya kampanye untuk menjadi presiden diperkirakan naik 10 kali lipat 5 tahun ke depan.
Pada 2004, JK bercerita, dia dan SBY membutuhkan dana Rp120 milliar untuk kampanye. Namun untuk Pemilu 2009, harganya naik 10 kali lipat. "Saya juga melihat jumlah iklan dan pergerakan orang naik 10 kali lipat pada pemilu 2009," tuturnya.
Beberapa tahun lalu, Presiden SBY kaget dan beristighfar mendengar mahalnya biaya pemilu legislatif dan pemilu presiden yang akan dilangsungkan pada 2009. “Masa iya pemilihan legislatif dan pilpres biayanya mencapai puluhan triliun? Masya Allah, mahal benar," kata JK menirukan ungkapan SBY waktu itu.
JK beralasan tren besarnya biaya kampanye karena Indonesia begitu luas dan besar. Faktor lainnya, karena 75 persen politikus adalah para pengusaha. "Saya merasakan sendiri dalam 5 tahun dari sekarang kampanye politik naik 10 kali lipat lihat saja nanti," ujar JK.
Dalam acara Seminar Political Branding dan Launching Buku Political Branding dan Public Relation karya Silih Agung Wases di Kampus Pasca Sarjana Universitas Paramadina, Energy Tower, Jl Sudirman, Jakarta, Kamis (21/7/2011), JK mengingatkan agar biaya kampanye dibatasi dengan undang-undang. Sehingga biaya itu bisa terkendali dan terukur serta rasional.
Pemerintah perlu membatasi biaya pengeluaran kampanye agar politik Indonesia lebih bersih dan murah. Pembatasan sumbangan bagi partai yang kini berlaku, dinilai tak menjamin integritas pemilihan umum karena nama orang lain bisa saja dipinjam untuk menggelontorkan dana ke partai.
"Tentukan saja plafon pengeluarannya, misalnya dengan hitungan berdasarkan jumlah pemilih di wilayah tertentu," kata Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan dalam diskusi di Sekolah Pascasarjana Paramadina itu.
Menurut dia, meski cara itu tak bisa langsung menyelesaikan masalah, namun bisa membantu mengatasinya. Seperti dalam menjalankan usaha, katanya, mungkin bagi partai terasa tak nyaman di awal, namun bisa bermanfaat banyak dalam jangka panjang.
Politikus Partai Amanat Nasional Bima Arya, mengusulkan ada aturan khusus untuk memaksa partai transparan soal keuangan. Caranya, Komisi Pemilihan Umum memverifikasi soal transparansi pengelolaan dana partai. Partai tak boleh ikut pemilihan kalau belum terverifikasi keuangannya transparan.
Menurut praktisi pemasaran, Silih Agung Wasesa, partai ditengarai kerap tak jujur melaporkan biaya kampanyenya. Setidaknya, belanja iklan partai dalam pemilihan umum 2009 seperti dicatat di lembaga survei AC Nielsen sangat besar, sehingga seharusnya total biaya kampanye mereka jauh lebih besar ketimbang yang dilaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum.
Padahal selain untuk iklan, partai merogoh kocek amat banyak untuk mobilisasi massa. Termasuk biaya honor penghibur dalam kampanye, akomodasi, transportasi, plus "serangan fajar" menjelang pemilihan.
Silih menuturkan, biaya iklan Partai Demokrat mencapai Rp214,44 miliar pada 2009. Namun total biaya kampanye yang dilaporkan ke KPU cuma Rp243,8 miliar, hanya selisih Rp29,36 miliar dari ongkos seluruh iklannya saja.
Yang lebih ajaib, sejumlah partai malah melaporkan biaya kampanye yang ternyata lebih kecil daripada belanja iklannya. Seperti Partai Golkar yang mengaku biaya kampanyenya cuma Rp164,5 miliar, tapi ongkos iklannya Rp277,29 miliar.
PDI Perjuangan melaporkan biaya kampanye Rp 10,6 miliar, tetapi memboroskan dana iklan hingga Rp 102,89 miliar. Begitu pula PKS yang mengklaim menghabiskan Rp36,5 miliar untuk kampanye, tapi belanja iklannya mencapai Rp74,65 miliar.
Jusuf Kalla mengingatkan, terlalu banyak pula lubang dalam hukum di Indonesia. Misalnya di Jakarta, meski belum waktu kampanye, banyak bakal calon gubernur sibuk memasang baliho untuk mengucapkan apa saja. "Yang penting ada foto dia, itu biayanya besar tapi tidak dihitung kampanye," kata Kalla. Sungguh, mahal dan absurd politik di negeri ini. [mdr]

Tidak ada komentar: