BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 28 Juli 2011

Taufik Kurniawan: Yang Bermain Anggaran Serahkan Ke KPK Saja­

RMOL.Rencana pembentukan Panja Mafia Anggaran yang diprakarsai sejumlah fraksi di DPR hendaknya terdiri dari tim independen yang tidak mempunyai konflik kepentingan.
“Kalau tujuannya melakukan transparansi dan akuntabilitas publik, itu tidak masalah. Tapi yang bergabung di Panja hendak­nya tim independen,’’ ujar Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya diberitakan, Partai Gerindra menemukan dugaan kebocoran ABPN 2011 sebesar 55 persen. Makanya mengusul­kan dibentuk Panja Mafia Angga­ran untuk mengatasi masalah itu. Rincian dugaan kebocoran ter­sebut adalah kebocoran peneri­maan sebesar 25 persen dan ke­bocoran  belanja sebesar 30 per­sen. Hal ini terlihat dari penyera­pan APBN hingga Juni 2011 baru sebesar 24,5 persen.
Taufik Kurniawan selanjut­nya mengatakan, ada indikasi pem­­ben­tukan Panja Mafia Ang­ga­ran ini hanya dijadikan pang­gung politik oleh beberapa ka­langan.
“Masalah uang rakyat me­mang harus kita pertanggung­ja­wabkan. Ini terkait dengan ma­salah satu akun­tabilitas publik. Tapi tentunya tidak boleh masuk da­lam ranah panggung politik,” papar Sekjen PAN itu.
Berikut kutipan selengkapnya;
Anda yakin ada transparansi dan akuntabilitas?
DPR sejak periode 2004-2009 sudah membuka diri. Setiap pem­­bahasan anggaran mengun­dang KPK agar transparan dan akun­tabel.
Makanya kita mengharapkan diberlakukan saja pada meka­nisme yang ada dan sesuai un­dang-undang. Tentunya dengan se­­mangat transparan dan akun­tabel.
Tampaknya Anda kurang se­tuju ya?
Begini ya, DPR membuat Panja Mafia Anggaran. Kemu­dian yang dipanjakan anggota DPR, kan lucu juga. Masa DPR mem­buat panja yang tujuan­nya untuk mengkritisi salah satu fungsinya. Yang dimaksud me­ka­nisme penganggaran itu, DPR tidak boleh terlibat dalam se­suatu hal teknis dalam kaitan dengan tender.
Masalah mafia ini diserah­kan saja kepada KPK?
Betul. Kita sudah punya kori­dor dan mekanisme hukum yang ada. Artinya, kita dukung sepe­nuhnya KPK sebagai salah satu intitusi penegak hukum dan juga aparat penegak hukum yang lain, seperti kepolisian dan kejak­saan. Artinya yang bermain uang angga­ran diserahkan kepada KPK saja atau aparat penegak hu­kum lainnya. Bukan dipanjakan.  Rasanya tidak pas saja.
Bagaimana dengan dugaan adanya keboco­ran APBN sebesar 55 persen?
Mekanisme penganggaran ini harus kita tertibkan. Sebetulnya kita sudah ada mekanisme yang bagus dan sudah kita perta­han­kan dalam kaitannya dengan meka­nisme akuntabilitas. Ada Musren­bangda (Musyawarah Pe­renca­naan Pembangunan Dae­rah), Musrenbangprov, Musren­bang­nas. Itu terkait dengan me­ka­­nisme blue print dalam ma­salah penganggaran.
Kita mengharapkan bahwa efektifitas dan pelaksanaan teknis terkait dengan apa yang menjadi kebijakan blue print dalam meka­nisme Musrenbangnas itu men­jadi patokan agar bisa dilaksa­nakan secara efektif di lapangan. Mekanisme panganggaran itu, dari usulan daerah, usulan pro­vinsi, blue print Kementerian ter­kait kemudian dibahas bersama-sama dengan DPR.
Bagaimana pengawasan DPR, apakah sudah berjalan?
Pelaksana dari kebijakan APBN itu adalah pemerintah. Di sana berlaku fungsi pengawasan di DPR. Dilihat dalam meka­nisme penganggaran yang benar. Setelah dari Musrenbangda, Musren­bang­prov, Musren­bang­nas kemudian interconnect dari kementerian terkait dalam bentuk blue print dan diusulkan kepada DPR untuk dibahas berdasarkan aspirasi masyarakat yang ter­wakili pada saat DPR kunjungan kerja, reses, dan melakukan ka­jian-kajian berdasarkan temuan di daerah.
DPR jangan dilibatkan pada hal yang bukan ranahnya. Kami membuat poin-poin normatif dalam fungsi pengawasan. Ini bukan berarti terlibat dalam hal pelaksanaan mekanisme teknis tender ataupun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), itu bukan di DPR. Tapi di pemerintah.
Kalau begitu bagaimana so­lusinya?
Kita berharap agar niatan baik dari kawan-kawan itu harus di­salurkan dalam mekanisme yang benar. Jangan sampai niat baik ini menjadi absurd dan rancu. Sebab,  bisa jadi ada ke­pen­tingan yang tidak independen dalam men­jalankan fungsi panja anggaran itu. [rm]

Tidak ada komentar: