BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 27 Juli 2011

Bekas Panitera MK: Saya Juga Korban

VIVAnews - Mantan Panitera Mahkamah Konstitusi yang juga calon Hakim Agung Zainal Arifin Hoesein dicecar beberapa pertanyaan terkait dugaan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi saat menjalani tes wawancara di Komisi Yudisial.

Zainal menegaskan bahwa dia hanyalah saksi dalam kasus pemalsuan surat MK tersebut. Pria yang menjabat sebagai Panitera MK selama 1 tahun 9 bulan ini juga menyatakan dirinya sebagai korban.

"Saya juga melaporkan sebagai korban karena tanda tangan saya di-scan. Justru tanda tangan saya yang dipalsukan di surat itu. Surat itu masih belum dikonsultasikan lalu diambil oleh staf," kata Zainal di hadapan panelis di Gedung KY, Jakarta, Rabu, 27 Juli 2011.

Mengenai tudingan bahwa yang mengonsep surat palsu yang memenangkan Dewi Yasin Limpo adalah dirinya dan Arsyad Sanusi, menurut Zainal itu hanyalah tafsiran saja. "Konsep surat jawaban iya, tapi surat jawaban itu masih mentah, belum ditanda tangan dan belum dikonsultasikan," tutur dia.

Tak hanya itu, Zainal juga pernah melaporkan penyidik Bareskrim ke Kompolnas saat dirinya ditetapkan sebagai tersangka hasil pemilu Sumatera Selatan. "Tapi apa yang dilakukan oleh Kompolnas saya tidak tahu," katanya.

Zainal mengakui, posisi sebagai Panitera MK saat itu sering dimanfaatkan. Namun Zainal mengaku tidak mengetahui apa yang terjadi dengan KPU dan MK sehingga ada kasus pemalsuan surat tersebut. "Nanti mungkin pembuktian di pengadilan," tegasnya.

Zainal menegaskan dirinya berani dan siap ditindak jika nantinya ada laporan masyarakat ke KY terkait pelanggaran kode etik hakim.

Zainal juga sebelumnya pernah terseret dalam kasus hasil pemilu Sumatera Selatan yang berhubungan dengan Ahmad Yani. Namun lagi-lagi Zainal membantah pernyataan Panelis, dia menyatakan tidak pernah ada masalah dalam hasil pemilu tersebut.

"Kalau menurut saya tidak terjadi apa-apa karena saya menjalankan tugas sebagai Panitera dan surat yang saya jawab itu adalah permintaan dari KPU. Surat yang saya draft dan saya tandatangani adalah perintah jabatan," ujarnya.

Pria yang tahun 2007 pernah menjabat selama delapan bulan sebagai Kepala Pusat Penelitian di Mahkamah Konstitusi ini menegaskan bahwa kasus hasil pemilu Sumatera Selatan tersebut sudah di-SP3.

"Karena memang saya tidak melakukan seperti itu dan surat yang saya sampaikan ke KPU adalah jawaban sebagai official letter," katanya. (sj)

Tidak ada komentar: