Nurul Hidayati - detikNews
Jakarta -
Sama-sama perempuan, dokter, berjiwa sosial dan
'berjihad' di daerah konflik. Itulah persamaan dr Aisha Wardhana dengan
dr Imanda Amalia. Februari 2011 lalu, kisah dr Imanda berakhir dengan
label 'hoax'. Tanda-tanda yang sama juga sepertinya mengarah kepada
kisah dr Aisha.
Kasus dr Imanda yang mencuat Februari 2011 lalu sungguh spekatakuler, melebihi kisah Sha.
Sekadar mengingatkan, Sha adalah blogger yang 'meninggal' dua jam
setelah posting terakhirnya, pada tahun 2005. Kisahnya kala itu mampu
memantik emosi keluarga blogger. Namun setelah ditelusuri, Sha hanyalah
tokoh rekaan di dunia maya.
dr Imanda membangun jati dirinya
lewat kelompok komunitas di BlackBerry serta mailing list (milis).
Hingga tiba-tiba saja ada kabar lewat Facebook dan BBM tentang
kematiannya saat terjebak dalam kerusuhan di Lapangan Tahrir, Kairo.
Kabar
kematiannya merobek sanubari publik. Maklum, saat itu Kairo menjadi
pusat perhatian internasional, akibat pergolakan massa pro dan anti
Hosni Mubarak. Kematian Imanda membuat Kemlu RI dan Kemlu Australia
serta badan milik PBB, UNRWA, repot. Penyebabnya, Imanda digambarkan
sebagai relawan United Nations Relief and Works Agency (UNRWA) UNRWA,
Australia disebut sebagai negara Imanda menetap, sedang Indonesia
merupakan tanah kelahiran Imanda.
Namun setelah telusur
sana-sini, Kemlu RI dan Kemlu Australia tidak mencatat Imanda sebagai
warga negaranya. UNRWA juga tidak memiliki staf bernama Imanda Amalia.
Aneka kejanggalan mencuat, semisal BB Imanda yang sering berpindah
tangan ke sosok yang mengaku-aku sedang membawa BB Imanda, sosok yang
mengaku kakek Imanda yang dalam tempo cepat tiba di Gaza untuk menjemput
jasad Imanda, hingga permintaan keluarga agar kematian Imanda tidak
diberitakan.
Sejumlah rekan di milis yang diikuti Imanda meyakini
Imanda bukan sosok virtual karena mereka sering sharing, meski tidak
pernah bersua secara fisik. Namun, tak lama kemudian jejak-jejak dunia
maya Imanda seketika sulit ditemukan dan fisiknya tidak pernah terendus
hingga kini. Aneka kejanggalan ini mengarah pada kesimpulan: Imanda
adalah sosok virtual, yang perannya diakhiri lewat momentum panas di
Kairo.
Bagaimana dengan dr Aisha? Berbeda dengan Imanda, banyak
kalangan yang menyaksikan dr Aisha adalah sosok yang nyata. Penggerak
lembaga kemanusiaan Aksi Tanggap Cepat (ATC) mengaku beberapa kali
berjumpa dengan dr Aisha. Aisha digambarkan sebagai perempuan bertubuh
subur dan bersemangat dalam kerja sosial. Kepada mereka, Aisha mengaku
dokter bedah plastik lulusan Jepang. Dia aktif bertwitter ria dengan
alamat @aishawaradhana. Gambar profilnya adalah Food for Somalia. Hingga
kemudian muncullah kabar di Twitter bahwa dr Aisha diculik di ranah
konflik Somalia pada Minggu (4/9/2011) malam. Sungguh kisah yang
mengharu biru!
Tapi bukan perkara mudah untuk mengkonfirmasi
bagaimana seorang perempuan Indonesia berjiwa humanis nan pemberani bisa
pergi ke Somalia dengan ongkos sendiri, bagaimana kisah penculikannya,
dan bagaimana upaya penyelamatannya.
Lalu muncullah sosok
Bustanul 'Bokir' Arifin yang merinci kisah Aisha lewat blognya. Bustanul
yang mengaku menikahi Aisha pada Februari 2011, juga tak terlalu paham
pada�itinerary perjalanan istrinya yang sedang hamil 6 bulan. Dia
menyebutkan bahwa informasi pertama tentang nasib istrinya didapatnya
dari tweep @harintovardhan.
Singkat cerita, 'kubu' Aisha lantas
menyatakan bahwa Aisha telah selamat setelah dibawa gerombolan penculik
bersenjata dari Somalia menuju Johannesburg (Afrika Selatan), yang
berjarak lebih 4.800 km. Aisha disebut tertembak di bahu dan akan akan
segera pulang ke Indonesia. Tawaran bantuan dari Kemlu RI ditampik
dengan alasan "tidak mau merepotkan". Kabar terakhir, Aisha telah berada
di Qatar dan hari ini telah "berkumpul dengan keluarga".
Sebagaimana
kasus Imanda, lembaga-lembaga resmi juga dibuat sibuk menelisik dr
Aisha. Kemlu RI bertanya kepada Imigrasi Qatar dan Afsel, hasilnya tidak
tercatat nama dr Aisha. KBRI di Afsel juga menyusuri RS-RS, tidak ada
pasien atas nama dr Aisha. Imigrasi RI juga gagal mendapatkan nama dr
Aisha dari berbagai airport dan pelabuhan. Telepon dan SMS Kemlu RI
kepada Bustanul 'Bokir' Arifin tidak pernah bersambut. Dubes Somalia di
Jakarta yang tidak pernah mengeluarkan visa untuk dr Aisha, juga dibuat
bingung oleh kisah tersebut.
Nomor-nomor ponsel Aisha, Bokir dan
Dyta - yang mengaku sebagai anak pertama Aisha berusia 16 tahun yang
pernah dikontak detikcom - kini juga tidak pernah aktif/tidak pernah
diangkat. Bokir juga telah puluhan jam absen ngetweet, sebelum akhirnya
berkicau lagi dengan tema mengenang Munir. Akun @aishawardhana yang
ngetweet terakhir pada Idul Fitri 30 Agustus, kini juga berstatus
'protected.' Sementara tudingan bahwa kisah Aisha yang diculik di
Somalia adalah fiktif, meruak.
Lalu bagaimana agar aroma tak
sedap itu berlalu? Salah satunya, Aisha harus muncul di publik dan
menceritakan semuanya. ACT sudah menyarankan hal ini kepada Aisha dan
siap memfasilitasnya. "Kita sudah minta, tapi Ibu Aisha tidak mau," kata
Direktur Eksekutif Komite Indonesia Solidaritas Somalia (KISS) ACT
Syuhelmaidi Syukur.
Kini, keberadaan Aisha yang memang sosok nyata, masih misterius. Apa yang terjadi dengan Aisha?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar