Novi Christiastuti Adiputri - detikNews
Jakarta -
Pengakuan Nazaruddin soal pemberian uang kepada pimpinan
KPK Chandra M Hamzah dinilai sebagai suatu manuver belaka. KPK diminta
tidak terjebak dalam manuver-manuver yang dilakukan Nazaruddin dan
penasihat hukumnya.
"Ini kan manuver, KPK tidak perlu terjebak
dalam manuver yang dilakukan Nazar dan kuasa hukum. Ini kan dimainkan
oleh Nazar dan kuasa hukum. Untuk terlepas dari manuver, KPK tidak boleh
terjebak pada manuver itu sendiri," ujar peneliti dari Pusat Kajian
Anti (Pukat) Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM), Hifdzil Alim saat
dihubungi detikcom, Kamis (8/9/2011) malam.
Hifdzil
menegaskan, KPK dan Komite Etik tidak bisa berhenti begitu saja pada
pengakuan Nazaruddin tesrebut. Penting dilakukan pemeriksaan serius dan
lebih rinci terkait hal tersebut.
"Pernyataan Nazar tidak boleh hanya berhenti di situ saja. Terlepas Nazar jujur atau tidak. Terlepas dari attitude,
penting bagi Komite Etik untuk memberikan rekomendasi dan KPK melakukan
pemeriksaan serius terhadap Nazar dan pejabat-pejabat yang disebut
Nazar," terangnya.
Bagi Hifdzil, pengakuan Nazar soal
mengurungkan niat memberi uang kepada Chandra tersebut menjadi kunci.
Selain mendalami motif Nazar di balik pengakuan tersebut, Komite Etik
juga diminta menggali informasi yang mungkin berguna bagi pengembangan
penyidikan KPK atas kasus-kasus korupsi yang menyeret Nazar.
"Penting
bagi Komite Etik tidak hanya mengurai pelanggaran kode etik, tapi
sedikit korek-koreklah info dari Nazar. Karena keterangannya bisa
menjadi bahan bagi KPK untuk mengembangkan penyidikan korupsi," ucap
Hifdzil.
Selain itu, lanjut, KPK dan Komite Etik juga harus
memperhatikan kronologis pernyataan-pernyataan Nazaruddin secara
menyeluruh. "Kita tidak boleh melepaskan kronologi yang melingkari
Nazar. Pemeriksaan harus komprehensif," katanya.
Lebih lanjut, Hifdzil menilai penelusuran pengakuan Nazar ini menjadi momentum yang tepat bagi KPK dalam pemberantasan korupsi.
"Ini
kan menjadi momentum. Dulu pernah ada momentum saat kasus Bank Century,
tapi gagal. Lalu kasus Susno, cicak-buaya, tapi gagal. Gayus juga
gagal. Ini momentum yang kesekian kali bagi KPK untuk benar-benar
memberantas korupsi," tandas Hifdzil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar