Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, sistem dan blanko KTP oleh Dirjen Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri.

"Alasan dihentikan penuntutannya karena tidak cukup bukti, sebagaimana kesimpulan hasil tim gabungan yang turun ke lapangan masing masing BPPT, BPKP dan Tim Jaksa Penyidik," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Noor Rachmad, di Jakarta, Jumat.

Dalam kasus tersebut, kejaksaan menetapkan empat tersangka, yakni, Indra Wijaya Purnama Fajar, Dwi Setyanto, Irman dan Suhardjijo.

Kapuspenkum menjelaskan barang yang dikirim untuk e-KTP tersebut sudah diterima seluruhnya dan ahli teknis BPPT menyatakan peralatan yang dikirim tersebut sudah berfungsi sesuai kontrak.

Kemudian, staf operasional pemerintah daerah setempat yang bertanggung jawab dalam pengoperasian peralatan tersebut, menyatakan peralatan dapat berfungsi dan sudah digunakan.

"Selain itu, tidak ditemukan adanya kerugian negara dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut," katanya.

Kasus tersebut berawal pada 2009, Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan (Ditjen Adminduk) melaksanakan pekerjaan pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, sistem dan blangko KTP yang dilengkapi dengan chip dalam rangka penerapan awal KTP berbasis NIK secara nasional dengan pagu anggaran sekitar Rp 15 miliar.

Percontohan pengadaan proyek ini diketahui dilakukan Ditjen Admincuk di lima daerah, yakni Cirebon, Padang, Bali, Makassar dan Yogyakarta.

Dari hasil lelang terpilihlah dua perusahaan yang akan melakukan pengadaan barang dari proyek KTP tersebut, yakni PT Karsa Wisesa Utama dan PT Inzaya Raya dengan nilai kontrak pengadaan KTP sebesar Rp9 miliar.

Pada pelaksanaannya, diduga terdapat perbedaan antara barang yang tercantum dalam dokumen penawaran dengan barang yang diadakan dalam aplikasi terintegrasi, yang menyebabkan perangkat tersebut tidak berfungsi.