Depok (ANTARA News) - Rektor Universitas Indonesia (UI), Gumilar Rusliwa Somantri, mengatakan bahwa pihaknya akan menjawab adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan adanya potensi kerugian negara senilai Rp 45 miliar dalam pengelolaan UI.

"Pertama, tentunya kita akan pelajari adanya temuan tersebut, selanjutnya akan memberikan jawaban yang diberikan waktu selama 60 hari ke depan," kata Gumilar, usai menghadiri acara Lepas Sambut Dan Peresmian Pengurus Ikatan Alumni UI di Ruang Terapung Perpustakaan UI Depok, Sabtu.

Ia mengatakan, pihaknya baru menerima hasil temuan BPK tersebut pada Jumat (20/1). Saat ini baru dibaca dan sedang dipelajari kemudian akan memberikan klarifikasi atas temuan BPK tersebut.

"Kita akan lihat esensinya apa yang diaudit, dan seperti apa metodenya," ujarnya.

Mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI tersebut mengatakan, pihaknya selalu menghargai temuan fungsi dan peranan lembaga negara, termasuk temuan BPK.

Menurut dia, klarifikasi atau jawaban atas temuan BPK tersebut tentunya pentinga agar semua pihak mendapat informasi yang seimbang. "Temuan BPK tersebut tentunya diberikan rekomendasi untuk ditindak lanjuti untuk perubahan kedepannya," katanya.

Dikatakannya, sebagai rektor berada pada level kebijakan dan pelaksanaan dilakukan oleh para tim-tim ahli yang membidangi hal-hal tertentu.

Rektor UI menyatakan, siap dipanggil KPK untuk pemeriksaan sebagai bukti dirinya menghormati dan mematuhi hukum yang berlaku. "Kami masih mempunyai waktu 60 hari untuk menjawab temuan BPK tersebut," katanya.

"Sebagai warga negara tentunya saya siap," katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, laporan keuangan dan tata kelola UI disebutnya sangat transparan dan akuntabel karena sejak 2008-2010 telah diaudit oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh Majelis Wali Amanah (MWA) melalui proses tender terbuka.

Audit tersebut telah memberikan penilaian tertinggi bagi laporan keuangan UI, yaitu "wajar tanpa pengecualian". Selain itu, ia mengemukakan, juga ada beberapa lembaga pemerintahan yang pernah memeriksa keuangan UI, seperti BPK dan Irjen Kementerian Keuangan.

"Semua hasil pemeriksaan mengkonfirmasi hasil audit dari akuntan publik," kata Gumilar.

Lebih dari itu, UI juga secara transparan disebutnya mengungkapkan laporan keuangan yang telah diaudit, tidak hanya kepada para pemangku kepentingan tapi juga ke masyarakat luas melalui situs Internet UI.

"Kita mendorong prinsip good governance yang diterapkan di UI, yaitu efisiensi, efektivitas, responsiveness, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi para pemangku kepentingan," ujarnya.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kerugian negara senilai Rp 45 miliar dalam pengelolaan UI di Depok, Jawa Barat. Hal itu diketahui setelah dilakukan audit.

Anggota BPK, Rizal Jalil, mengatakan bahwa potensi kerugian negara terjadi dalam dua kasus. Pertama, terkait perjanjian kerja sama bangun guna serah tanah milik UI (Asrama PGT) di Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat, dengan PT NLL. Kerja sama itu, kata Rizal, tanpa sepengetahuan dan persetujuan Menteri Keuangan. Proyek ini dinilai berpotensi merugikan negara hingga Rp 41 miliar.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhammad Nuh, secara terpisah meminta pihak kelompok Save Universitas Indonesia (UI) untuk membaca dan mempelajari kembali temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Nuh mengatakan, laporan BPK tidak hanya berlaku pada kampus UI saja, tetapi seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Laporan ini, kata Nuh, merupakan tugas rutin BPK yang dikeluarkan tiap tahun.

"Laporan itu juga diaudit oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Di situ jelas ada temuan, di setiap temuan BPK ada kesimpulan dan rekomendasinya, tugas PTN itu adalah menindaklanjuti rekomendasinya," kata Nuh.
(T.F006)