BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 30 Januari 2012

Pengamat: Tak Perlu Dorong KPK Tetapkan Tersangka

Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara Irmanputra Sidin mengemukakan, kalangan Partai Demokrat hendaknya menghentikan pernyataan yang mendorong KPK untuk menetapkan status tersangka atau tidak tersangka terhadap kader-kadernya yang diduga terkait kasus korupsi.
Kalangan Partai Demokrat (PD), menurut Irman kepada pers di Jakarta, Minggu, harus bisa membedakan antara kepastian hukum dan kepastian politik terhadap permasalahan kader-kadernya tersebut.
"Partai Demokrat jangan mendorong atau mengerem KPK untuk memastikan status kadernya yang bermasalah dengan hukum sebagai tersangka atau tidak," katanya.
Dia mengatakan, KPK bergerak di wilayah hukum, tidak ada urusan dengan politik. Urusan citra Partai Demokrat yang terpuruk dengan kasus yang melibatkan kadernya adalah urusan internal Partai Demokrat dan itu urusan politik murni.
"Mau tersungkur atau tidak citranya. urusan PD dan tidak ada urusan dengan KPK," ujar Irman.
Langkah PD yang baru akan menjatuhkan hukuman bagi kadernya yang bermasalah dengan hukum atau mempertahankan kadernya berdasarkan keputusan hukum atau langkah KPK, maka sama saja Partai Demokrat berusaha menarik pranata hukum untuk kepentingan politiknya. "Mau pecat siapa, mempertahankan siapa, menaikkan siapa, itu urusan PD, untuk apa melibatkan pranata hukum?," katanya.
KPK harus seperti kafilah yang digonggong tetap terus berlalu. "KPK tidak bisa dimainkan untuk memberikan kepastian politik. Urusan KPK adalah kepastian hukum," katanya.
Partai Demokrat, menurut dia, bisa melakukan langkah politik apapun kepada kadernya yang dinilai merugikan partai. PD juga bisa melakukan tindakan politik, tanpa harus kadernya melanggar hukum.
Jika kadernya dianggap merugikan partai, tidak bisa memimpin atau dianggap melakukan kesalahan organisasi lainnya, PD bisa mengambil langkah. "Itu urusan internal PD, siapapun yang memiliki kewenangan untuk menindak maka dia bisa menindak sesuai AD/ART partai dan siapapun yang mau ditindak tidak ada urusan dengan proses hukum," katanya.
Menurut Irman, wacana kongres luar biasa (KLB) jika Anas dijadikan tersangka juga tidak bisa dibenarkan. "Mau KLB tiga kali sehari pun seperti minum obat, itu urusan Demokrat. Dia justru menanyakan jika PD sebagai organisasi baru mau mengambil langkah jika KPK mengambil tindakan terhadap kadernya.
"KPK bukan penentu langkah PD dan KPK tidak bisa diperintah oleh PD untuk begini atau begitu.Memangnya KPK yang menentukan langkah PD? KPK tidak bisa diperintah harus begini atau begitu," katanya.
Ketua partai bukan menjalankan fungsi negara, tapi organisasi internal partai, maka kalau dianggap merugikan partai itu menjadi urusan partai. "Jangan sampai terjadi KPK seolah menjadi penentu siapa ketua umum partai atau hal lainnya. Jika dibiarkan maka KPK bisa menentukan hitam putihnya negeri ini. Semua memohon pada KPK, rusak negeri ini jadinya," katanya.
Cara berpikir seperti ini juga akan menyeret KPK ke ranah politik praktis.Kepada KPK dia pun meminta untuk bisa tetap independen dan tidak terpengaruh pada dorongan politik untuk memperkarakan seseorang atau tidak memperkarakan. Dia meminta agar pimpinan KPK untuk tidak berbicara ke publik yang bisa menimbulkan kesan adanya perbedaan pendapat.
Sebagai lembaga hukum, KPK hanya berbicara pada surat dakwaan dan bukti-bukti yang berhasildikumpulkannya."KPK sebaiknya berbicara itu dalam surat dakwaan saja dan melalui bukti hukum. Jangan sampai pimpinan KPK banyak bicara apalagi jika berbicaranya berbeda, bisa menimbulkan banyak persepsi," katanya.
"Jangan sampai omongan jadi komoditas politik. Samad harus kembali lagi terhadap janjinya untuk tidak telalu banyak bicara," kata pakar yang berasal dari Sulsel ini lagi.
Mengenai adanya kemungkinan kepentingan politik dalam menangani kasus ini sehingga ada pimpinan yang mau mendorong kasus ini dan ada yang berniat mengerem kasus ini, Irman menjawab bahwa jika hal itu terjadi, memang sulit dideteksi. Namun kalau hal itu terjadi di lembaga KPK, maka yang penting semua yang mau mengambil keputusan, baik mendorong atau menahan kasus harus memiliki alasan rasional.
"Jika pimpinan KPK berbeda pendapat karena kepentingan politik, maka hal itu memang sulit dideteksi. Tapi yang jelas perbedaan pendapat apapun tidak masalah dan biasa saja dalam sebuah lembaga apalagi yang sifatnya kolektif kolegial seperti KPK," katanya.

Tidak ada komentar: