Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo menyambut baik tekad KPK yang ingin segera menuntaskan penyidikan kasus dugaan korupsi di Bank Century dan kemudian melimpahkannya ke pengadilan pada akhir tahun ini.

"Menuntaskan penyidikan dugaan korupsi di Bank Century bukan suatu pekerjaan sulit karena sejumlah fakta dan bukti sudah terungkap ke publik," kata Bambang Soesatyo melalui surat elektroniknya di Jakarta, Kamis.

Politisi Partai Golkar itu menambahkan bahwa ada 1.427 rekening yang mestinya tidak boleh melakukan aktivitas penarikan dana pada saat bank tersebut berstatus, Dalam Pengawasan Khusus oleh Bank Indonesia, mulai 6 November 2008.

"Namun kenyataannya, sejak hari itu hingga 10 Agustus 2009, Bank Century kebobolan hingga Rp 938 miliar," katanya.

Bambang menjelaskan, kebobolan pertama sebesar Rp344 miliar pada 6-13 November 2008, saat Bank Century dalam status pengawasan khusus dari Bank Indonesia.

Kebobolan kedua, kata dia, sebesar Rp273,8 miliar, pada 14-21 November 2008, saat bank milik keluarga Tantular itu mendapat bantuan FPJP dari Bank Indonesia.

Kemudian kebobolan ketiga dan yang terlama, kata dia, terjadi pada 24 November 2008 hingga 10 Agustus 2009, sebesar Rp320,7 miliar, saat bank itu sudah di "bail out" oleh Pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Padahal, pada periode ini manajemen dan susunan direksi Bank Century sudah berganti," katanya.

Berdasarkan riwayatnya, menurut dia, manajemen Bank Century mengajukan pinjaman FPJP sebesar Rp1 triliun kepada Bank Indonesia, pada 31 Oktober dan 3 November 2008.

Karena itu, Direksi Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Bank Century, mulai 6 Nopember 2008, sekaligus menerbitkan surat yang melarang penarikan dana dari rekening simpanan milik pihak terkait, baik giro, tabungan, maupun deposito.

Dalam aturan, menurut dia, yang dimaksud dana pihak terkait (DPT) ada 16 jenis, yang kurang lebih adalah individu atau perusahaan yang terafiliasi dengan pemilik atau manajemen lama Bank Century, serta pihak-pihak yang memiliki hubungan bisnis dan kepemilikan saham bersama di bisnis tertentu.

Karena, kata dia, Bank Indonesia tak mungkin menyuntikkan dana ke sebuah bank yang sakit, tapi dana itu kemudian ditarik oleh pemilik dan para koleganya, atau orang-orang yang masih memiliki urusan utang-piutang dengan pemilik.

"Rekening DPT itu, bukannya diblokir tapi malah dibiarkan terbuka sehingga terjadi penarikan berkali-kali, sehingga bantuan dari Bank Indonesia yang semula hanya semula hanya dibutuhkan Rp632 miliar, membengkak menjadi Rp6,7 triliun," katanya.