JAKARTA - Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan HM Prasetyo bersikap hati-hati dalam menangani perkara PT Indosat Mega Media (IM2).
Sikap ini mendapat
apresiasi dari ahli hukum keuangan negara Universitas Indonesia Dian
Simatupang. Pria bergelar doktor itu mengatakan, dua putusan kasasi dari
Mahkamah Agung (MA) dalam perkara IM2 memang tidak bisa diselesaikan
dengan serta merta. Ketidaksinkronkan dua putusan tersebut harus
disikapi dengan hati-hati.
"Dalam hal ini, pihak Kejaksaan Agung
maupun PT IM2 memang harus menghormati dua putusan tersebut. Apalagi
keduanya bertentangan, sehingga harus hati-hati," kata Dian, kepada
wartawan, Senin (8/12).
Sidang kasasi perkara kerja sama sewa
jaringan 3G milik PT Indosat Tbk oleh PT IM2 pada Juli 2014 memang meicu
kontroversi. Ada dua putusan kasasi yang tidak sinkron. Pertama, kerja
sama Indosat dan anak usahanya tersebut dianggap merugikan negara
senilai Rp 1,3 triliun berdasarkan perhitungan BPKP.
Hal ini tertuang dalam putusan Kasasi
Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014, yang memutuskan
Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto dijatuhi
hukuman pidana selama delapan tahun disertai dengan denda sebesar Rp300
juta, dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp1,358 triliun yang
dibebankan kepada manajemen IM2.
Sementara untuk putusan kedua adalah
keputusan kasasi Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014, yang
isinya menolak kasasi yang diajukan Deputi Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bidang Investigasi atas putusan PTUN
perkara IM2.
Atas dua putusan kasasi tersebut, pada
akhir pekan lalu Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan akan menyelesaikan
perkara IM2 dengan sangat hati-hati. "Ada dua badan peradilan yang
menangani kasus itu sekarang. Satu, MA sudah menyatakan itu terbukti dan
terpidananya sudah masuk penjara. Sementara yang bersangkutan melakukan
gugatan ke PTUN," kata Prasetyo.
Kejaksaan Agung akan menunggu dahulu
seperti apa perkembangannya dengan tidak menutup kemungkinan untuk
meminta fatwa Mahkamah Agung mengenai putusan mana yang harus
dilaksanakan.
Dian menegaskan, memang sudah selayaknya
Kejaksaan Agung berhati-hati menangani perkara IM2. Ini agar putusan
bisa fair dan adil. Menurut Dian, untuk menyelesaikan kasus ini,
pilihannya dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) baik untuk
Kejaksaan Agung maupun PT IM2.
Sebab dalam memproses permohonan PK, MA
membentuk tim dengan menggabungkan hakim administrasi dan hakim PK.
Tujuannya untuk memeriksa lagi tentang kemungkinan penggunaan dasar
hukum yang kurang tepat sejak awal.
"Pilihannya dengan PK bagi keduanya
karena akan lebih memiliki kekuatan hukum. Berbeda dengan fatwa. Karena
kalau isi fatwa nantinya tidak sesuai keinginan salah satu pihak maka
akan menolak fatwa tersebut," jelas Dian.
Lebih lanjut Dian menilai, kasus PT IM2
ini seharusnya menggunakan UU korporasi. Karena tentang dua perusahaan
yang melakukan sebuah kerja sama. Semestinya, kasus ini juga ditangani
dengan Undang-Undang Telekomunikasi (lex specialis). Sebagai perusahaan
telekomunikasi maka harus mengacu pada perangkat hukum sektor
telekomunikasi. Sebab, dalam hal ini Kemenkominfo yang bertanggung jawab
terhadap regulasi dan kondisi sektor tersebut.
Hal ini sebagai kewajiban pemerintah
khususnya untuk memberikan kepastian hukum bagi industri telekomunikasi.
"Jadi Kejaksaan tidak langsung menyelidiki dugaan tersebut bila
regulatornya tidak mempermasalahkan kerja sama antara Indosat dengan PT
IM2," kata Dian.
Dia menambahkan, apabila dasar
tuntutannya bukan dengan UU Korporasi atau UU Telekomunikasi, maka
berpotensi akan merugikan dunia usaha. Hal ini bisa mengganggu
pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab dunia usaha merasa tidak ada
kepastian hukum.
Apalagi Menkominfo sudah mengeluarkan
Surat bernomor T 684/M.KOMINFO/KU.O4.01/11/2012 yang menegaskan, bahwa
kerjasama Indosat dan IM2 telah sesuai aturan. Sebab skema bisnis antara
IM2 dan Indosat merupakan model bisnis yang juga dilakukan hingga 280
penyedia jasa telekomunikasi (internet service provider) semacam IM2.
Dalam memberikan layanan broadband, IM2 menggunakan jaringan dari
Indosat, bukan menggunakan frekuensi. (rl/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar